Musim Bertanam Padi Tiba

Meski agak terlambat, tetapi musim tanam padi sawah di desa dimana saya tinggal akhirnya tiba. Musim hujan tahun ini memang terlambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Terlambat sekitar satu setengah bulan. Sudah begitu, sampai saat ini curah hujan juga belum begitu bagus.

Musim hujan yang kadang terlambat kadang datang lebih cepat dan curah hujan yang kadang kurang kadang berlebih adalah realitas. Kenyataan yang selalu bisa dihadapi dengan wajah bersahaja oleh petani, terutama petani yang ada di desa dimana saya tinggal. Bagaimana pun petani wajib berusaha, harus “menanam”. Bukankah rejeki itu sudah ada yang mengatur. Tuhan. 🙂

Mencangkul Sawah

Mencangkul Sawah

Menanam Padi

Menanam Padi

 

Menanam Jagung Jangan Jemu-Jemu

Dari kemarin sore sampai tadi malam, hujan cukup deras dan merata turun di desa dimana aku tinggal dimana mata pencaharian utama penduduknya adalah bertani. Waktu yang tepat untuk segera bercocok tanam. Terutama dan yang harus didahulukan adalah tanaman palawija. Kecuali padi yang harus menunggu curah hujan lebih banyak.

Kali ini kami sengaja meladang lebih pagi agar kedua ladang itu sudah selesai ditanami sebelum matahari terlalu terik. Bukan kami takut sengat matahari. Hari ini adalah hari Arofah. Hari dimana muslim disunahkan untuk berpuasa sebelum Hari Adha. Kami menjaga diri agar keringat tidak terlalu berlebih sehingga menurunkan cairan tubuh dan bisa-bisa mengurangi kekhusukan berpuasa.

Udara pada jam 5 pagi tadi terasa dingin. Mendung menggelayut menutupi wajah langit. Itu bukan penghalang bagi semangatku, bapak dan simbok untuk segera bergegas ke ladang keluarga di Ngglempeng dan Lor Ngglempeng. Kami bertiga berjalan kaki  dengan benih jagung, tugal dan cangkul dipundak, menempuh jarak hampir 2 km.

Jalan kaki ke Nglempeng itu sendiri aku rasakan asik. Entah kenapa aku melihat jalanan yang jeblok-jeblok banyak gedebel-nya itu seolah baru. Padahal aku telah berulang kali melewatinya dengan kaki ini. Apalagi laron-laron yang aku lihat beterbangan menikmati mongso rendeng dan kebebasan dan ada yang hinggap di ranting-ranting kering. Juga laron-laron yang dengan dikawal rayap sedang keluar dari lobang kepundung di kiri kanan jalan di dekat pohon randu raksasa di Lor Ngglempeng. Rumput dan dedaunan basah yang membagikan aroma alam Baca lebih lanjut

Hujan Sudah Mulai Turun di Gunungkidul. Alhamdulillah

Langit Angkara

Langit Angkara

Langit terlihat angkara. Seolah dunia sedang murka. Hehe. Itu kan masalah intepretasi saja. Bagi kami di sini, di Gunungkidul, saat ini kami menganggap awan gelap itu sebagai kabar gembira. Hujan akan segera tercurah.

Dan benar. Sore tadi hujan cukup deras telah turun di desa Grogol dimana saya tinggal selama sekitar setengah jam. Melalui pantauan saya di social media, terutama facebook dan twitter, hujan kali ini cukup merata di kawasan Gunungkidul dan daerah-daerah sekitarnya.

Alhamdulillah. Bumi yang telah cukup lama mengering mulai membasah. Aroma harum bau tanah kering yang  tersiram air hujan yang khas mulai tercium dimana-mana. Sampai sekarang.

Bagi saya sendiri, bau tanah basah seperti ini membawa sensasi tersendiri. Seolah merupakan suatu pemuasan akan hasrat rindu yang dalam.

Gambar-gambar berikut biarlah melanjutkan cerita hujan yang jatuh pada waktu senja menanti Maghrib. Baca lebih lanjut

Sudah (Hampir) Musim Hujan di Gunungkidul

Malam ini, sekitar pukul 23:30 WIB, jalanan yang saya lewati dari kota Wonosari sampai rumah tinggal saya di desa Grogol (Paliyan) sedikit basah. Dan dalam perjalanan saya pulang dari wedangan bersama teman-teman di Wonosari, gerimis masih turun membasahi jaket dan kepala saya. Bau tanah basah sudah mulai tercium dengan aroma yang khas.

Saya suka dengan aroma tanah basah seperti ini. Alhamdulillah. Sekaligus saya bisa mulai sedikit merasa lega. Karena gerimis seperti ini bisa diartikan sebagai tanda musim hujan akan segera tiba. Biasanya.

Menurut prediksi BPPT, di sebagian daerah di Gunungkidul, pada akhir September hujan sudah mulai turun. Diperkirakan hujan akan turun merata pada bulan Oktober. Nah, bukankan sekarang sudah tanggal 25 September. 🙂

Meskipun kemarau pada tahun ini bukan termasuk musim kemarau yang sangat panjang yang pernah saya alami, tetapi dampak dari musim kemarau pada tahun ini sudah dirasakan masyarakat Gunungkidul secara luas.

Memang sekitar sepertiga dari volume sumur milik keluarga saya masih berisi air yang masih cukup digunakan untuk kebutuhan rumah tangga untuk 2 sampai 3 minggu lagi. Keluarga saya belum membeli air tangki. Tetapi banyak sekali tetangga saya yang sudah membeli air seharga antara Rp 60.000 – Rp 80.000 per tangki, yang mana tiap satu tangki air bersih hanya cukup digunakan untuk keperluan rumah tangga selama sekitar dua minggu. Bahkan ada tetangga yang sudah berbulan-bulan membeli air tangki.

Itu baru air untuk kebutuhan rumah tangga. Air untuk kebutuhan pertanian, dimana di Gunungkidul dan di desa dimana saya tinggal kebanyakan penduduknya hidup dari olah tanah, akan lebih panjang lagi ceritanya.

Pokoknya harapan saya musim hujan agar segera tiba. Lebih cepat lebih baik. 😀

Musim Hujan tlah Tiba, horeee …

Dedaunan di pekarangan kami telah mulai bersemi. Hujan yang mulai turun sejak beberapa hari yang lalu telah menitikan harapan akan tumbuhnya kehidupan. Mencurahkan rahmat Tuhan setelah selama beberapa bulan kehidupan harus melawan keras dan kering musim kemarau. Baca lebih lanjut