Camping Ceria, Goa Senen, Pantai Siung

Siang itu mendung masih menggelayut dan sesekali gerimis jatuh. Saya masih tidur-tiduran dibelai hawa malas akhir pekan. Keinginan saya untuk mengikuti caving Goa Senen, Camping Ceria di Pantai Siung dan eksplorasi Pantai Ngetun bersama teman-teman Photography Gunungkidul masih menggantung. Pikir saya apa asyiknya kemah dan eksplorasi pantai tanpa cuaca bagus. Apa enaknya tidur beratapkan tenda yang diguyur hujan. Sementara Goa Senen merupakan nama goa yang baru saya dengar. Belum ada yang membawa untuk saya kabar keindahan Goa Senen yang menghebohkan. Paling-paling Goa Senen itu biasa-biasa saja, dalam hati saya berguman.

Tetapi Sabtu siang itu tiba-tiba saya berangkat. Hanya dengan berbekal naluri. Bagaimana tidak. Jam satu lebih saya belum mempersiapkan apa pun. Dengan tergesa-gesa saya mengemas satu setel pakaian ganti, ponsel, kamera praktis dan toiletris. Ah iya saya juga harus membawa biskuit dan apel karena siang itu saya belum sempat makan siang. Saya segera memacu motor ke arah Lembah Ngingrong.

Dan benar saja, di Lembah Ngingrong sudah berkumpul beberapa orang teman GP, seingat saya Mas Joko, Depri, Hery Fosil, Totok dan Hari Widodo. Hore saya tidak jadi ketinggalan. Dan hore lagi masih menunggu beberapa teman yang masih di perjalanan. Ini bisa saya manfaatkan untuk “makan siang” saya yang tertunda.

Menempuh perjalanan jauh dengan mengendarai sendiri sepeda motor merupakan pengalaman tersendiri, pengalaman pertama saya. Desa Purwadadi Kecamatan Tepus dimana Goa Senen berada memang masih kabupaten Gunungkidul, tetapi bisa dibilang jarak yang jauh untuk ditempuh dengan motor. Apalagi jalanan pegunungan yang naik turun berkelok elok. Apalagi lagi beberapa kilometer terakhir menuju gua merupakan jalanan batu dan cor blok yang sangat ekstrim.

Perjalanan menuju goa harus dilanjutkan dengan berjalan kaki kira-kira 1 km. Motor kami parkir di pinggir jalan berbatu di sekitar ladang pertanian. Tidak perlu khawatir dengan keamanan motor yang ditinggal. Bapak Suroyo (Kabag Pembangunan Desa Purwadadi) menjelaskan keamanan sepeda motor yang diparkir di sini akan aman-aman saja. Suasana tanpa kekhawatiran memang nampak di kanan kiri jalan menuju goa. Sapi-sapi penduduk yang aman-aman saja dikandangkan di lokasi yang jauh dari pengawasan.

Kira-kira Pukul 16 WIB kami sudah mencapai mulut Goa Senen yang kecil yang terletak di suatu bukit.

Goa Senen adalah goa vertikal yang untuk mencapai dasar goa harus menuruni sekitar 30 meter ketinggian. Untuk aman menuruni ketinggian ini teman-teman memilih menggunakan teknik SRT (single rope transport). Saya sendiri awam terkait SRT. Apa yang perlu saya lakukan hanya mempercayakan diri pada kepiawaian Depri, Hery Fosil dan teman-teman saya yang berjam terbang jelajah alam tinggi.

senen_01

senen_02

Baca lebih lanjut

Iklan

Isi Ulang Korek Gas

Tukang Isi Ulang Korek Gas

Tukang Isi Ulang Korek Gas

Di tengah harga korek gas yang telah menjadi sangat murah sekarang ini, ternyata tidak serta merta mematikan profesi tukang isi korek gas. Seorang pemuda yang berprofesi tukang isi korek gas ini tetap ada di Pasar Paliyan, salah satu Pasar Tradisional di Gunungkidul Indonesia.

Keberadaan Tukang Isi Ulang Korek Gas ini merupakan indikator bahwa korek gas yang berharga murah tidak membuat semua orang menggunakan korek gas sebagai benda/alat sekali pakai. Mereka yang mengisi ulang korek gas bisa jadi adalah orang yang suka berhemat? atau orang yang berwawasan lingkungan tinggi. Ingin menunda korek gas yang mereka punya agar tidak cepat-cepat mengisi tempat sampah.

Apakah Anda masih menjumpai seseorang yang berprofesi tukang isi korek gas di lingkungan tinggal Anda.

Foto ini saya ambil pada Minggu pagi kemarin seselesainya saya menunaikan ibadah mingguan jogging.

Syarat Utamanya Monitor Bagus

Kali ini saya masih akan bercerita tentang penyuntingan foto. Maklum karena beberapa waktu terakhir ini saya memang sedang banyak mengotak-atik foto-foto jepretan kamera saya sendiri. Sedang belajar memotret dan post processing untuk mempermanis foto hasil jepretan.

Umumnya, bila kita selesai memotret, kita ingin cepat-cepat melihat hasil jepretan kita di monitor. Bila foto yang dihasilkan kurang memuaskan, biasanya kita akan cepat-cepat mengolahnya dengan bantuan software image editing. Tidak pernah cukup sabar untuk membiarkan foto yang kita dapatkan dengan bersusah payah lama-lama kurang memuaskan.

Saya sendiri begitu, entah pemotret-pemotret pemula yang lain. Setelah kamera dan kondisi pemotretan di lapangan, software yang baguslah biasanya yang dianggap akan membantu menentukan hasil akhir sebuah foto. Ini memang benar. Sama sekali tidak salah. Sehingga banyak orang berinvestasi untuk membeli software image editing yang canggih-canggih dan mahal-mahal.

Namun menurut saya sendiri ada satu komponen penting yang sangat menentukan, yaitu Monitor yang bagus. Monitor yang bagus mereproduksi warna, brightness dan contrast yang akurat. Monitor yang terkalibrasi dan terstandarisasi sehingga bisa menampilkan gambar/foto secara konsisten.

Untuk mendapatkan monitor yang bagus biasanya juga tidak sulit-sulit amat. Yang penting punya uang untuk membeli monitor high end. Syukur-syukur bisa beli monitor dengan pixel density serapat monitor-monitor retina display. Baiklah, hal yang susah dilakukan adalah mengkalibrasi monitor yang kita punya. Ini saya juga belum menemukan cara yang mudah. Saya sendiri sering tidak yakin apakah saturation, brightness, contrast dan hue dari monitor saya sudah benar-benar tepat.

Setting yang kurang tepat, apalagi monitornya memang jelek, akan menghasilkan tampilan yang tidak standar. Foto yang sudah terlihat bagus di monitor kita bisa jadi akan under exposure di monitor orang lain dan sebaliknya. Foto yang sebenarnya sudah bagus malah kita otak-atik dengan software yang ujung-ujungnya menjadi tidak menarik dilihat di monitor kline, katakanlah.

Monitor sangat penting. Bila harus berkompromi dengan budget yang pas-pasan, maka saya akan memilih menggunakan uang saya untuk membeli monitor bagus daripada software image editing yang mahal. Saya tidak bermaksud menggunakan software bajakan, tetapi software open source image editing GNU GIMP yang gratis sudah sangat cukup untuk kebutuhan penyuntingan foto buat saya sehari-hari

 

 

 

Google Reader Ditutup, Pindah Kemana?

Seharian kemarin, di jejaring sosial yang saya ikuti, terutama di twitter dan di google+ dihebohkan dengan akan ditutupnya satu layanan dari Google, yaitu Google Reader. Sesuka apa pun saya terhadap Google Reader, saya tidak akan bisa berbuat banyak. Kecuali menerima “takdir” ini. Meskipun dengan berat hati.

Google Reader merupakan aplikasi rss reader yang pertama kali saya gunakan dan satu-satunya saya gunakan sampai sekarang. Dengan segala alasan, terutama alasan karena kepraktisan Google Reader yang berbasis web dan single sign in untuk ke semua layanan google yang saya pakai.

Akan ditutupnya Google Reader langsung diikuti banyak saran untuk menggunakan RSS Reader alternatif. Pokok saya adalah ingin tetap mengikuti kabar dengan RSS Reader yang berbasis web demi alasan kepraktisan yang sama. Dan dari pengamatan singkat banyak saran yang ditawarkan di jejaring sosial, akhirnya pagi ini saya memutuskan untuk menggunakan Freedly.

Sangat mudah memang melongok apa yang saya taruh dari Google Reader dari Freedly. Saya membaca tutorial di sini sih. Sampai saya mendapatkan tampilan Freedly yang kelihatan lebih enak dipandang dibanding halaman berlatar putih milik Google Reader.

Namun hal ini tidak serta merta membuat saya lega. Ada kemudian yang selalu terbayang. Terlepas dari semua kepraktisan yang ditawarkan, saya tidak akan pernah bisa benar-benar mapan dengan layanan berbasis web. Apalagi yang gratisan.

Bila diingat-ingat sudah banyak sekali layanan online gratisan yang saya manfaatkan yang berjatuhan satu demi satu karena rugi atau lain hal. Saya tidak ingat semuanya, tetapi yang paling membuat merasa kehilangan bagi saya adalah ditutupnya layanan blog Multiply, Posterous, Dagdigdug, Frienster dan lain-lain. Google Reader pun bukanlah satu-satunya layanan google yang ditutup. Masih ingat dengan google wave, google buzz, dan lain-lain?

Freedly yang baru mulai saya gunakan pun tidak ada jaminan akan sampai kapan menyediakan layanannya. Jadi saya ingatkan diri saya untuk jangan pernah merasa mapan. WordPress.com yang ditempati blog saya ini pun tidak ada yang menjamin tidak akan tutup, hehehe

 

 

Berbagi Kepedulian di Ulang Tahun ke-5 Wonosari.com

Potong kue dan potong tumpeng merupakan bagian lekat dari setiap perayaan ulang tahun. Begitu pula dalam tiap kali ulang tahun Wonosari.com dirayakan. Minggu 10 Maret 2013 kemarin Forum Komunitas Online Gunungkidul telah memotong pucuk tumpeng untuk kelima kalinya, telah meniup nyala api pada lilin warna merah yang membentuk angka 5. 5 tahun telah berlalu. Lembaran baru dibuka.

Ulang tahun yang ke-5 tidak pernah akan bisa dipandang sebelah mata. Ada makna tersendiri di situ.

Di internet, yang segala sesuatu bisa terjadi serba instan, 5 tahun bukanlah usia anak-anak lagi. 5 tahun bukanlah perjalanan yang singkat. Ada banyak dinamika yang dilalui, yang mana segala dinamika itu diharapkan akan mendewasakan. Dinamika yang memperkokoh untuk kelangsungan hidup forum agar langgeng usia. Tentu saja ada kebanggaan tersendiri ketika suatu forum online merayakan ulang tahunnya yang ke-5, yang insya Alloh tahun depan akan merayakan yang ke-6, ke-7, ke-8 dan seterusnya.

Menjadi dewasa berarti belajar berbagi dan belajar peduli. Wonosari.com pun demikian.  Berbagi kepedulian ini berusaha diejawantahkan dengan cara baru yang mentemai Ulang Tahun Wonosari.com yang ke-5. Wonosari.com mengajak semua anggota dan masyarakat pada umumnya untuk berbagi kepedulian. Wujud dari berbagi kepedulian itu diantaranya adalah dengan berbagi dengan 2 Panti Asuhan di Gunungkidul, yaitu Panti Asuhan Anak Gembala dan Panti Asuhan Putri Al Islam Ngawu, Playen, Gunungkidul. Dana kepedulian yang digalang dalam waktu cukup singkat itu, syukur puji Tuhan bisa digunakan untuk berbagi sembako, perlengkapan harian dan buku-Buku. Semoga bermanfaat dan Semoga ke depan lebih bisa bersumbang sih untuk lebih banyak saudara-saudara yang membutuhkan dan masyarakat Gunungkidul pada umumnya.

Kegiatan offline berupa berbagi kepedulian di masa kini dan masa yang akan datang tentu tidak serta merta mudah. Itu merupakan tantangan di tengah-tengah dinamika komunitas. Namun saya sendiri mempunyai semacam optimisme tersendiri. Kehadiran wajah-wajah baru di tengah-tengah acara Syukuran Ulang Tahun Wonosari.com sekaligus Silaturahmi dengan Panti Asuhan Putri Al Islam membawa sekuntum senyum manis. Bahkan Panitia membawa perkenalan diri sebagai bagian penting setelah acara potong tumpeng dan berbagi peduli. Tidak tahukah bahwa banyak wajah yang belum saya kenal. Sekaligus pasti banyak yang belum mengenal saya. Padalah saya dan beberapa yang datang adalah muka lama Wonosari.com.

Baca juga tulisan tentang Ulang Tahun Wonosari.com sebelumnya di:

Semoga kehadiran mereka menjadi darah baru yang segar untuk komunitas. Semoga tahun yang akan datang saya bisa datang di Ulang Tahun ke-6 Wonosari.com. Semoga Wonosari.com makin dewasa dan makin bisa memberi kontribusi bagi tumpah darah kampung halaman yang lebih luas dan dalam arti yang seluas-luasnya.

279813_167565366727985_59359427_o

735098_580776738601469_1770102887_n

422974_580787105267099_227336881_n483711_580799918599151_1915252097_n

Foto-foto diambil oleh Mutia Kymoot. Foto foto lebih banyak bisa dilihat di Album facebook komunitas di sini.

Tulisan saya tentang Ulang Tahun Wonosari.com ke-4 bisa dibaca di sini.

Bermain-Main (Lagi) dengan GNU Gimps

Kali ini saya sedang selo untuk mengutak-atik foto yang saya jepret dengan ponsel saya. Setelah beberapa waktu saya malas melakukanya. Sebelumnya saya langsung meng-upload foto jepretan saya tanpa banyak manipulasi. Paling-paling saya sedikit memperbaiki saturasi dan level pada gambar. Dan seringnya pula saya melakukannya dengan software image manipulation pada ponsel atau pun Piknik di Google+

Untuk foto di atas saya menggunakan GNU Gimp 2.8. Apa yang saya lakukan pun cukup banyak (dibandingkan biasanya), yaitu mulai memperbaiki level, curves, saturation, sampai dengan layer blending. Padahal hanya untuk membuat suatu gambar hitam putih ya.

Baiklah, Foto aselinya bisa dilihat di bawah ini:

2013-03-13 08.51.45

Ganti Theme

Welcome to Ngobaran Beach - Gunungkidul

Welcome to Ngobaran Beach – Gunungkidul

Misty Look, theme yang paling lama saya pakai untuk blog saya yang ini akhirnya telah saya ganti. Theme yang sudah berumur tahunan, entah berapa tahun persisnya, akhirnya saya ganti dengan Misty Lake.

Misty Lake sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan Misty Look. Lay out nya pun persis sama. Termasuk header, kolom, side widget dan lain-lain. Jadi mengganti ke Misty Lake tidak merepotkan saya dengan banyak penataan ulang yang bisa menghabiskan waktu. Sejujurnya saya malas dengan hal-hal teknis karena saya ingin lebih fokus menulis konten saja.

Apa yang membuat saya mengganti ke Misty lake adalah tampilan yang lebih lega. Misty Look terkesan lebih sempit. Alasan yang tidak kalah penting adalah dukungan untuk image yang lebih besar untuk dijadikan bagian dari posting. Dulu orang suka mengakses web/blog yang ukuran gambar-gambarnya ramping. Sekarang secara umum kecepatan internet sudah lebih baik dari pertama kali saya punya blog. Jadi saya pikir mata tidak perlu terlalu diet untuk memanjakan visual dengan foto-foto bagus. Coba lihat foto di bagian awal post ini. Kelihatan indah bukan? Sebuah foto yang saya potret di Pantai Ngobaran – Gunungkidul pada Minggu siang kemarin.

Oh iya, satu-satunya perubahan yang saya lakukan pada theme Misty Lake ini adalah dengan menghilangkan Picture Header. Ini memang bukan keputusan final. Siapa tahu saya akan menambahkan picture header lagi kapan-kapan. Tapi kali ini saya ingin pengunjung blog saya lebih fokus ke tulisan-tulisan dalam blog saya.

2013-02-23Tentang Misty Lake bisa dibaca di sini.

Foto-foto dan Jogging

Kabut sudah turun sejak subuh. Akan tetapi kabut itu tidak membuat saya membatalkan niatan untuk jogging lebih pagi pada Minggu kemarin. Toh kabut tidak terlalu tebal. Minggu yang tidak terlalu santai meskipun tentu saja bukan Minggu yang sibuk. Minggu pagi sampai siang kemarin saya berencana mengikuti Bakti Sosial komunitas. Yaitu Wonosari.com yang bulan ini genap berusia 5 tahun.

Kurang dari jam 6 pagi (tepatnya jam 05:56) saya sudah selesai jogging. Jogging saya menempuh jarak sepanjang 4,2 km. Lintasan jogging sepanjang perempatan Karangmojo A ke selatan sampai depan Puslatpur Paliyan, yay. Detilnya bisa dilihat di link di kutipan tweet saya kemarin di atas itu.

Di ujung lintasan jogging, saya beristirahat sebentar, meluruskan kaki, dan menghirup sebanyak-banyaknya udara pagi yang segar dan terasa damai. Sampai perlahan-lahan sinar matahari pagi yang hangat membersihkan kabut di lintasan jogging saya sedikit demi sedikit. Langit dan panorama pun terlihat indah.

Tiap kali jogging saya biasanya membawa ponsel Android. Pertama untuk menjalankan aplikasi Nike Running+ yang sangat berguna untuk men-track jogging saya. Kedua untuk foto-foto. Tidak hanya raga saya yang perlu bugar dengan jogging. Jogging dengan foto-foto sekaligus membuat batin saya terasa lebih fresh. 🙂

Terlalu Banyak Aplikasi Instant Messaging di Ponsel

Akhir-akhir ini aplikasi Instant Messaging atau lebih dikenali sebagai program untuk chating semakin beragam, makin banyak pilihan dan makin getol bersaing. Terutama aplikasi chating untuk ponsel. Pangsa pasar yang besar yang mereka lihat di Indonesia sampai-sampai berbagai cara mereka gunakan untuk mempromosikan produk instant messaging milik mereka.

Apa yang tidak pernah saya duga beberapa tahun yang lalu adalah akan adanya aplikasi chating yang beriklan di Televisi konvensional, bukan IP TV atau internet TV. Sememasyarakat itu sekarang budaya chating di Indonesia.

Jauh sebelum chating marak, dan iklan chating belum menawarkan dagangan dari segala sisi, saya telah menggunakan aplikasi chating di ponsel. Seingat saya aplikasi instant messaging yang dulu saya pakai adalah Mig33, ebuddy dan shmessenger. Bila ada yang belum saya sebutkan mungkin saya yang lupa. Intinya aplikasi itu dulunya adalah agar saya bisa terkoneksi dengan Yahoo Messenger.

Beberapa waktu kemudian saya mulai menggunakan Blackberry Messenger. Sampai sekarang. Meskipun sekarang saya sudah jarang menggunakan BBM. BBM hanya saya gunakan untuk terkoneksi dengan circle tertentu dari pertemanan saya.

Balik berbicara Mig33, ebuddy, shmessenger sampai Y!M tiny mungkin kini sudah tidak banyak yang tahu. Di ponsel saya sendiri pun aplikasi itu sudah lama saya uninstall. Bukan berarti di ponsel saya sekarang sudah bersih dari aplikasi chating. Di ponsel saya sekarang ada banyak aplikasi chating. Sebut itu adalah Line, Whatsapp, Wechat, Samsung Chat On, Yahoo Messenger, Google Talk. GTalk sebenarnya dari kesemuanya yang paling sering saya pakai karena banyak alasan.

Sementara yang lain memang benar saya pakai. Untuk terkoneksi dengan beberapa teman saya. Ada pula yang saya pakai hanya untuk testing aplikasi, yang dari situ lama-lama juga mendapatkan teman yang lebih nyaman saya hubungi dengan suatu chat apps tertentu.

Banyak aplikasi chating seperti ini bagi saya jelas merepotkan. Saya sering kali sebel berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi yang lain. Belum lagi terlalu banyak aplikasi yang terpasang dalam satu ponsel akan menghabiskan banyak sumber daya di ponsel itu. Sumber daya itu bisa memory yang lebih banyak, tenaga komputasi pada ponsel, memboroskan konsumsi batere, sampai memboroskan pemakaian paket data. Sekarang ini operator telekomunikasi kebanyakan memaketkan data dalam paket volume tertentu.

Angan saya adalah andai masing-masing instant messaging service itu saling terkoneksi, sehingga misalnya saya hanya memasang wechat tetapi saya tetap bisa chating dengan pengguna line, whatsapp dan lain-lain. hehe