Terlalu Banyak Aplikasi Instant Messaging di Ponsel

Akhir-akhir ini aplikasi Instant Messaging atau lebih dikenali sebagai program untuk chating semakin beragam, makin banyak pilihan dan makin getol bersaing. Terutama aplikasi chating untuk ponsel. Pangsa pasar yang besar yang mereka lihat di Indonesia sampai-sampai berbagai cara mereka gunakan untuk mempromosikan produk instant messaging milik mereka.

Apa yang tidak pernah saya duga beberapa tahun yang lalu adalah akan adanya aplikasi chating yang beriklan di Televisi konvensional, bukan IP TV atau internet TV. Sememasyarakat itu sekarang budaya chating di Indonesia.

Jauh sebelum chating marak, dan iklan chating belum menawarkan dagangan dari segala sisi, saya telah menggunakan aplikasi chating di ponsel. Seingat saya aplikasi instant messaging yang dulu saya pakai adalah Mig33, ebuddy dan shmessenger. Bila ada yang belum saya sebutkan mungkin saya yang lupa. Intinya aplikasi itu dulunya adalah agar saya bisa terkoneksi dengan Yahoo Messenger.

Beberapa waktu kemudian saya mulai menggunakan Blackberry Messenger. Sampai sekarang. Meskipun sekarang saya sudah jarang menggunakan BBM. BBM hanya saya gunakan untuk terkoneksi dengan circle tertentu dari pertemanan saya.

Balik berbicara Mig33, ebuddy, shmessenger sampai Y!M tiny mungkin kini sudah tidak banyak yang tahu. Di ponsel saya sendiri pun aplikasi itu sudah lama saya uninstall. Bukan berarti di ponsel saya sekarang sudah bersih dari aplikasi chating. Di ponsel saya sekarang ada banyak aplikasi chating. Sebut itu adalah Line, Whatsapp, Wechat, Samsung Chat On, Yahoo Messenger, Google Talk. GTalk sebenarnya dari kesemuanya yang paling sering saya pakai karena banyak alasan.

Sementara yang lain memang benar saya pakai. Untuk terkoneksi dengan beberapa teman saya. Ada pula yang saya pakai hanya untuk testing aplikasi, yang dari situ lama-lama juga mendapatkan teman yang lebih nyaman saya hubungi dengan suatu chat apps tertentu.

Banyak aplikasi chating seperti ini bagi saya jelas merepotkan. Saya sering kali sebel berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi yang lain. Belum lagi terlalu banyak aplikasi yang terpasang dalam satu ponsel akan menghabiskan banyak sumber daya di ponsel itu. Sumber daya itu bisa memory yang lebih banyak, tenaga komputasi pada ponsel, memboroskan konsumsi batere, sampai memboroskan pemakaian paket data. Sekarang ini operator telekomunikasi kebanyakan memaketkan data dalam paket volume tertentu.

Angan saya adalah andai masing-masing instant messaging service itu saling terkoneksi, sehingga misalnya saya hanya memasang wechat tetapi saya tetap bisa chating dengan pengguna line, whatsapp dan lain-lain. hehe

 

Iklan

Masih Berlangganan Ring Back Tone?

Gambar di ambil dari sini

Tiba-tiba saya teringat dengan Pasya – Ungu dan beberapa artis Indonesia yang lain yang beberapa waktu lalu memprotes keputusan pemerintah untuk menghentikan sementara semua layanan SMS dan konten premium termasuk layanan RBT di semua operator telekomunikasi di Indonesia. Saya bergegas googling terkait dampak keputusan pemerintah ini dan mendapatkan berita di Detikinet.com akan menurunya pengguna RBT sampai susut sebanyak 88%. Beritanya dapat dibaca di Pelanggan Ringback tone susut 88%. Kekhawatiran Pasya dan kawan-kawan ternyata terbukti.

Terlepas dari banyak kabar miring tentang beberapa content provider dan operator yang curang dalam menggaet konten premium termasuk pelanggan Ring Back Tone ini, keengganan pelanggan untuk mendaftar ulang layanan Ring Back Tone setelah dihentikan sementara barangkali memang bisa diartikan bahwa sebenarnya saat ini sudah tidak banyak orang yang suka menggunakan RBT.

Saya sendiri dulu pernah mengaktivasi layanan Ring Back Tone, atau yang oleh operator yang saya langgani disebut Nada Sambung Pribadi. Tetapi kemudian saya tidak memperpanjang layanan RBT pada nomor seluler saya karena merasa RBT tidak banyak bermanfaat.

Kenapa? Karena lama kelamaan orang yang menelepon saya makin sedikit. Saya pun makin jarang menggunakan ponsel saya untuk menelepon, kecuali untuk urusan-urusan urgen. Jadi apa gunanya bila RBT tidak ada yang pernah atau jarang didengarkan. 🙂

Menurut saya seiring mempopulernya smart phone, ponsel saat ini sudah berubah fungsi. Kemampuan menelepon bisa jadi malah kelak berubah menjadi fitur tambahan. 😀 Nyatanya saat ini orang lebih sering menggunakan ponsel untuk texting. Bukan SMS, melainkan email, facebook, twitter, office apps, social games dan lain-lain.

Mungkin ada yang punya prediksi bisnis Ring Back Tone untuk 2 atau 3 tahun ke depan?

Kalau selama ini oleh bisnis Ring Back Tone, industri rekaman Indonesia tertolong oleh keterpurukan akibat maraknya teknologi pembajakan digital, maka mulai sekarang harus dipikirkan solusi kreatif ketika pelan-pelan trend Ring Back Tone sudah ditinggalkan orang.

Industri musik sebagai industri kreatif tidak hanya menggunakan proses kreatif dalam mencipta konten (musik), tetapi termasuk kreatif dalam menjual konten (musik) itu sendiri. 🙂