Iedul Fitri 1437 H: Hari Penuh Silaturahmi

Iedul Fitri 1437H di Desa Grogol

Iedul Fitri 1437H di Desa Grogol

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. Ja alanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin. 

Semoga Allah menerima amalanku dan amalanmu. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung.

Iedul Fitri 1437H : Berangkat shalat Ied ke lapangan

Iedul Fitri 1437H : Berangkat shalat Ied ke lapangan

Di desa dimana kami tinggal, Hari Raya Iedul Fitri 1437H jatuh pada awal bulan Juli, tepatnya 6 Juli 2016. Bulan yang seharusnya sudah kemarau, dingin sudah mulai jatuh sejak semalam, namun aroma basah sisa hujan bulan Juni masih terasa menusuk hidung.

Iedul Fitri yang jatuh pada musim kemarau  membuat shalat hari raya leluasa dilaksanakan di tanah lapang. Tidak di dalam Masjid Pemanahan sebagaimana bila Ied di desa kami jatuh di kala hujan. Tahun-tahun ini kami mensyukuri betul nikmatnya cahaya matahari yang menghangatkan punggung-punggung ketika kami mengikuti rangkaian shalat Ied. Baca lebih lanjut

Lurah Desa Grogol Habis Masa Jabatan

Pada pertengahan tahun 2014 ini, Lurah (atau disebut juga kepala desa) desa dimana saya tinggal telah habis masa jabatannya. Bila umumnya tiap lurah lama habis masa jabatannya segera dilangsungkan pemilihan kepala desa baru, pada tahun ini agak berbeda. Pemilihan Kepala Desa baru atau Pilkades ditunda diselenggarakan karena tahun 2014 ini bertepatan dengan tahun politik, tahun dimana negara sedang menyelenggarakan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Ini barangkali demi alasan stabilitas politik.

Karena lurah lama sudah habis masa jabatannya, sedangkan lurah baru rencananya baru akan dipilih pada tahun depan, tahun 2015, maka ketugasan kepala desa saat ini dipegang oleh seorang Plt (pelaksana tugas). Plt yang dipilih adalah salah seorang perangkat desa, yaitu Ngadiyono. Ngadiyono sehari-harinya merupan seorang perangkat desa yang memegan peranan Kaur Pembangunan.

Hingar bingar Pemilu 2014 ini membuat peristiwa penting di desa Grogol ini tertutupi. Tidak banyak masyarakat yang tahu tentang periode pergantian kepemimpinan di desa ini. Bahkan saya pun baru mengetahui hal ketika seorang teman memposting kabar ini di group pengguna Facebook untuk desa dimana kami tinggal. Kabar tentang adanya acara perpisahan lurah lama dengan warga dan perangkat desa pun baru saya ketahui melalui posting di sosial media Facebook.

Bagi saya, teman-teman pemuda pemudi yang sebagaya dan masyarakat, di desa dimana saya tinggal, habisnya masa jabatan kepala desa ini adalah sesuatu yang dinanti, harapan yang dinanti-nantikan. Kami menginginkan kepala desa yang lebih baik yang bisa memimpin perubahan ke arah kemajuan.

Adanya pergantian kepemimpinan di desa Grogol kami harapkan merupakan pintu masuk untuk tampilnya generasi muda untuk tampil menjadi pemimpin perubahan.

 

Meng-Ungu-kan Jari untuk Negeri? #Pemilu 2014

Hari ini, pagi tadi, akhirnya saya memutuskan untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara Pemilu 2014 yang bertempat di Balai Padukuhan di lingkungan dimana saya tinggal. Ada beberapa alasan kenapa saya akhirnya ke TPS. Di antaranya adalah karena petugas PPS di lingkungan saya merupakan tetangga dan teman-teman saya sendiri. Misalnya saya tidak datang pasti mereka akan bertanya-tanya ada apa gerangan. Celakanya kalau mereka mengira saya tidak datang karena sakit. Nah.

Pukul 09:30 WIB, waktu kira-kira, saya berangkat dari rumah. Beberapa puluh meter dari TKP eh dari TPS, ternyata saya tidak membawa Undangan Memilih. Ini membuat saya kembali ke rumah untuk mengambilnya. Sesampai di TPS mengantri beberapa bapak dan beberapa itu. Tidak banyak. Sampai giliran saya mendapatkan kartu suara dan mencoblosnya di bilik yang disediakan.

Nah, ceritanya sampai di sini dulu saja. Jangan tanya siapa dari partai mana yang saya coblos. Apalagi menanyakan apakah saya sudah benar mencoblosnya, hihi. Ini rahasia. Memilih (dan tidak memilih adalah hak saya sebagai warga negara. Asas Pemilu, kalau tidak salah dan belum berubah adalah langsung, umum, bebas, rahasa, jujur dan adil. Benar Ngga?

Foto-foto berikut ini adalah bukti saya tadi sampai di TPS di balai padukuhan Karangmojo B:

 

 

Nah tuh…

Sekarang saya akan ke TPS. Mungkin di sana sedang dilakukan penghitungan suara. 🙂

Gotong Royong Membangun Rumah untuk Lek Tini

Minggu pagi, 9 Maret 2014, warga pedukuhan Karangmojo B, Desa Grogol, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul bergotong royong membangun rumah sementara untuk Lek Tini. Dengan dikoordinasikan oleh kepala dukuh pedukuhan Karangmojo B, Latif Wahyudi, masyarakat dengan antusias dan penuh semangat menunaikan tanggung jawab sosial menolong korban musibah kebakaran rumah yang terjadi pada pekan lalu. Gotong royong yang berlangsung sehari penuh itu didukung oleh lebih dari 50 orang warga yang berpartisipasi. Jadi tidak heran pada sore harinya rumah tinggal sementara yang dibangun warga itu sudah bisa ditinggali oleh keluarga Lek Tini.

Masyarakat Berembug Bagaimana Rumah Sementara Akan Dibangun

Masyarakat Berembug Bagaimana Rumah Sementara Akan Dibangun

Gotong Royong pada hari Minggu kemarin  itu merupakan puncak gawe kepedulian berbagai elemen masyarakat. Usaha menggalang kepedulian sosial untuk menolong keluarga Lek Tini yang terkena musibah kebakaran sudah berlangsung bahkan ketika  kebakaran rumah itu sedang terjadi. Masyarakat sekitar yang mengetahui korban kebakaran terjadi langsung berusaha memberikan pertolongan dengan turut berusaha memadamkan api dan menyelamatkan benda-benda yang masih bisa diselamatkan. Masyarakat melalui pemerintah desa setempat berusaha menghubungi dinas-dinas terkait untuk menyampaikan kabar ini. Baca lebih lanjut

Iedhul Korban 1434 H

shalat ied01

Foto oleh Maryanto

Matahari pagi bulan Oktober sudah naik hampir sepenggalah. Pelan-pelan  menyingkirkan hawa dingin musim kemarau yang menusuk tulang. Alunan takbir bergema dimana-mana. Muslim di desa dimana saya tinggal telah mengisi shaf-shaf yang dipersiapkan untuk shalat Ied pagi ini. Pukul setengah tujuh masih kurang ketika Pak Edhi membacakan penguman-pengumanan sebelum shalat dimulai.

Ada beberapa pengumuman yang dibaca Pak Edhi, tetapi yang paling mendapat perhatian adalah jumlah hewan korban yang akan dipotong di masing-masing masjid di desa ini, Desa Grogol. Menurut yang dibaca Pak Edhi ada 22 ekor sapi dan 34 ekor kambing yang akan dipotong sebagai hewan korban. Angka yang banyak. Dan kenyataannya pada siang harinya terkonfirmasi hewan korban yang dipotong lebih banyak lagi. Menjadi 22 ekor sapi dan 48 ekor kambing.

Bila jumlah hewan yang dipotong digunakan untuk mengukur kualitas beragama penduduk Desa Grogol, tentu ini adalah suatu peningkatan kesadaran beragama. Jumlah hewan korban yang dipotong tahun lalu adalah: 20 ekor sapi dan 42 ekor kambing. Bertampah 2 ekor sapi dan 6 ekor kambing. Alhamdulillah sesuatu yang perlu disyukuri.

Di masjid di lingkungan saya sendiri tadi pagi dipotong 3 ekor sapi dan 5 ekor kambing. Untuk dibagi sekitar 100 keluarga. Dengan proporsi ini tentu semua keluarga akan menikmati menu daging yang bisa dikata lebih dari cukup. 🙂

Pengumuman yang dibaca Pak Edhi kemudian yang saya ingat adalah informasi perolehan dana Infaq shalat Iedhul Fitri yaitu Rp. 10.994.300,- . Juga naik dari perolehan Infaq Iedul Fitri 1433 H : Rp 8.709.300,- . Perolehan Infaq Iedhul Adha 1434 H pada pagi tadi juga sudah dihitung dan dikabarnyan oleh Pak Edhi dengan perolehan: Rp 4.773.000.

Bila dinilai dari nominal perolehan infaqnya, angka-angka yang saya tuliskan ini tidak terlalu seberapa. Apalagi bila dibandingkan dengan perolehan di daerah perkotaan atau daerah lain yang berperekonomian bagus. Angka kenaikan per tahun di sini yang patut disyukuri. Arti perjuangan tiap rupiah yang diinfaqkan oleh muslim yang tinggal di pedesaan di Gunungkidul yang terkenal kering, tandus dan tiap musim kemarau seperti sekarang ini harus berjuang mendapatkan air bersih.

Shalat Ied Adha nya sendiri diimami oleh Bapak H Suhari tepat pada pukul 06:30 WIB dan dilanjutkan Khotbah Iedul Adha disampaikan oleh Bapak Mardiyo. Selesainya rangkaian shalat Ied para jamaah segera membubarkan diri. Ada yang langsung pulang ke rumah. Ada yang langsung ke tempat pemotongan hewan korban di masing-masing masjid di dusun masing-masing.

Alih-alih ini tulisan ke-6 tentang Iedul Adha yang saya posting di blog ini. Berarti blog ini setidaknya telah berusia 6 tahun.

Korban tahun sebelumnya:

Catatan dari Pilihan Dukuh Karangmojo B

Kursi-kursi sudah dirapikan seperti semula. Sampah-sampah sudah dibersihkan. Piring dan gelas telah dicuci dan disimpan baik -baik. Semua orang telah kembali beraktifitas seperti sedia kala. Pesta telah selesai.

Bukan pesta kemenangan para pengusung calon dukuh yang keluar menjadi pemenang Pemilihan Dukuh Karangmojo B yang dihelatkan pada hari Minggu, 21 April 2013. Itu adalah pesta semua orang. Itu adalah pesta semua warga padukuhan Karangmojo B. Pesta yang sesungguhnya adalah pesta demokrasi yang dilangsungkan dengan sederhana namun penuh kemeriahan dalam bentuk pemilihan dukuh baru. Pesta yang oleh masyarakat dibuat sebaik-baiknya itu sekaligus merupakan bentuk rasa syukur masyarakat atas keberhasilan Dukuh Karangmojo B sebelumnya, Bapak Wono Suwito, dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik sampai akhir masa jabatannya.

Bapak Wono Suwito dalam catatan saya merupakan dukuh terbaik yang telah membawa banyak kemajuan di padukuhan dimana saya tinggal, Padukuhan Karangmojo B. Tentu masyarakat tidak ingin menyia-nyiakan apa yang telah diletakkan dan dicapai oleh Pak Dukuh Wono Suwito. Untuk itulah masyarakat ingin membuat transisi pergantian dukuh ini dengan sebaik-baiknya. Dengan cara melangsungkan penjaringan calon-calon dukuh dari putra-putra terbaik dusun Karangmojo B, untuk kemudian memilih yang terbaik dari putra-putra terbaik itu secara demokratis.

Dan benar saja, sebuah sistem yang demoktratis telah mengusung 4 pemuda yaitu: 1) Sarjono, 2) Agus Setiawan, 3) Winarto dan 4) Latip Wahyudi untuk menyampaikan visi dan misinya sebagai calon-calon dukuh yang berdedikasi tinggi. Saya sendiri menyimak dengan seksama paparan visi misi dan program kerja mereka di balai Padukuhan Karangmojo B pada Sabtu pagi tanggal 20 April 2013. Ada banyak hal baru yang mereka gali dan akan mereka garap dalam program kerja untuk memajukan Karangmojo B. Ada banyak harapan baru yang mereka sampaikan. Ini membuat saya optimis ketika selama ini saya sangat mengkhawatirkan tingginya urbanisasi akan menghambat regenerasi pimpinan dan kesinambungan pembangunan daerah dimana saya tinggal.

Kata simbok saya, membedakan yang baik dan yang buruk itu mudah, yang susah adalah memilih yang terbaik dari yang baik-baik. Saya pun bingung bila disuruh memilih yang terbaik dari keempatnya. Semua calon dukuh baik. Semua calon dukuh telah dinyatakan oleh panitia telah lulus test dengan hasil memuaskan. Jadi saya sendiri pasrah pada mekanisme demokrasi. Pemilihan Dukuh yang sangat demokratis pun akhirnya menyodorkan nama: Latip Wahyudi sebagai calon dukuh yang meraih suara terbanyak. Pendek kata, dialah yang menurut titah demokrasi diwajibkan membawa amanat pembangunan Karangmojo B, meneruskan segala kebaikan Pak Wono.

Bagi saya ada beberapa catatan penting selama proses pemilihan dukuh baru di padukuhan Karangmojo B, yaitu:

  • Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, ada 4 calon dukuh yang berpartisipasi pada pemilihan dukuh ini. Untuk ukuran pemilihan dukuh, empat calon bukanlah angka yang sedikit mengingat Karangmojo B sendiri adalah padukuhan kecil yang mana tercatat hanya ada sekitar 210 pemegang hak pilih. Di padukuhan-padukuhan lain yang berpenduduk lebih banyak seperti padukuhan Senedi dan Grogol pun sebelumnya hanya ada 2 dan 3 calon dukuh yang berpartisipasi. 4 kontestan adalah optimisme yang mana angka itu menunjukkan tingginya minat warga padukuhan Karangmojo B untuk turut membangun Padukuhan tanah tumpah darahnya. Yang lebih membuat saya lebih optimis adalah keempatnya berasal dari golongan pemuda. Bahkan yang termuda, Latip Wahyudi baru genap berusia 24 tahun. Pemuda adalah identik dengan idealisme. 4 calon dukuh muda yang maju dalam pencalonan tentu akan mengikis sedikit demi sedikit pesimisme sebagai dampak tingginya angka urbanisasi di padukuhan dimana saya tinggal.
  • Tingginya partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Dukuh Karangmojo B adalah catatan selanjutnya. Ada tercatat 171 warga yang datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Dan eloknya 171 pemegang hak pilih ini menggunakan suaranya dengan sangat baik. Tidak ditemukan satu pun kartu suara yang cacat. Dalam arti tidak ada suara yang gugur. Bila ditanyakan kemana selisih DPT yang berjumlah 210 dan pemilih yang menggunakan hak pilihnya yang berjumlah 171. 49 warga yang dengan menyesal tidak bisa hadir ke TPS adalah warga yang tinggal di perantuan yang jauh, di Jakarta dan bahkan di luar Jawa dan beliau-beliau yang sudah sepuh yang tidak datang ke TPS karena alasan kesehatan.
  • Catatan berikutnya adalah situasi menjelang, selama dan pasca pemilihan dukuh di Karangmojo B yang kondusif. Tidak ada bukti money politik, tidak ada bukti penggunaan kekerasan fisik, tidak ada bukti praktek-praktek curang yang ditemukan. Tidak ada gesekan antar pendukung calon dukuh seperti yang banyak diberitakan terjadi di padukuhan dan desa-desa lain. Masyarakat Karangmojo B telah cukup dewasa dalam berdemokrasi. Masyarakat tahu bagaimana menempatkan demokrasi di tengah-tengah nilai tepo sliro, nilai kegotong royongan, nilai unggah-ungguh dan ketekadan dalam memperlakukan tongkat estafet kepemimpinan dan pembangunan Karangmojo B.

Harapan saya sendiri sederhana, semoga calon dukuh terpilih, Latip Wahyudi bisa mengikuti jejak  Pak Wono dengan menorehkan lebih banyak prestasi, meluruskan yang masih bengkok-bengkok, menambal yang masih bocor-bocor dan memperkuat kerekatan dan kegotong royongan dalam masyarakat.

Selamat Pagi

Kedua foto ini saya potret tadi pagi. Di suatu langit di antara jalan di depan rumah saya sampai jalan raya dimana saya akan menunggu angkot.

Bila pada pagi hari langit menunjukkan cuaca cerah, seharusnya mood sepanjang hari akan lebih baik. Pertanyaan untuk diri saya sendiri adalah apakah sampai hampir menjelang siang ini saya lebih produktif dari kemarin. Pertanyaan yang susah dijawab oleh diri saya sendiri.

Semangat. 🙂

Kapan Masuk Waktu Shalat?

Di desa dimana saya tinggal, desa yang bahkan kebanyakan penduduknya adalah muslim, masih menggunakan patokan yang sangat sederhana dalam menentukan kapan memasuki waktu shalat. Mereka belum berusaha menggunakan patokan yang lebih presisi, sebagaimana yang kita ketahui di-ikhtiarkan dalam jadwal shalat. Banyak ormas Islam, bahkan pemerintah melalui departemen agama yang telah membuat jadwal shalat.

Di desa dimana saya tinggal seringkali pukul tujuh malam dianggap sudah waktunya shalat Isya, pukul empat pagi waktu Subuh, pukul 12 waktu Dhuhur, pukul 3 sore waktu Ashar dan waktu Maghrib adalah jam enam petang. Jadi tidak heran bila pada jam-jam itu di masjid-masjid di desa dimana saya tinggal, adzan dikumandangkan.

Kita semua tahu, bahwa waktu shalat yang sebenarnya bisa lebih awal atau setelah jam-jam itu. Maksud saya, misalnya waktu masuk Isya, bisa kurang dari jam tujuh malam atau pada hari ini jatuh pada pukul tujuh lewat delapan belas menit. Berarti bila jam tujuh tepat sudah Adzan, kita sudah mendahului waktu shalat.

Memang ketidak tepatan ini bukan sesuatu yang disengaja oleh masyarakat. Mereka umumnya karena belum tahu. Namun mensosialisasikan jadwal shalat juga bukan hal mudah. Tidak mudah menanamkan kebiasaan membaca jadwal shalat yang bahkan telah ditempel di papan-papan pengumuman di masjid-masjid.

Beberapa waktu lalu ketika saya akan shalat Dhuhur di suatu masjid, saya lupa nama masjidnya, yang jelas masjid itu terletak di sebelah tenggara Bioskop XXI Yogyakarta, saya melihat sebuah LED panel besar yang memampang dengan sangat jelas jadwal shalat, dilengkapi count down timer menuju waktu Iqamah. Count down timer ini dimaksudkan agar orang-orang segera bergegas mengikuti shalat jamaah di masjid itu atau agar barangkali orang tidak melakukan shalat sunnat bila waktu shalat jamaah sudah mepet.

Apa yang terbayang oleh saya begitu melihat LED panel itu adalah masjid-masjid di desa dimana saya tinggal yang masih sangat ketinggalan dalam menentukan kepresisian adzan. Lah ada yang azan saja sudah bagus kok. Kemudian saya membayangkan lagi bila LED panel itu ada di setiap masjid, kemudian terkoneksi ke suatu server waktu shalat. Tentu waktu adzan akan lebih presisi. Masjid-masjid akan beradzan pada waktu yang sama. Tidak ada yang mendahului dan tidak ada yang ketinggalan seperti yang banyak terjadi sekarang ini.

OK bila masing-masing masjid mempunyai patokan penghitungan waktu masuk shalat tersendiri, tapi perbedaan keyakinan kapan memasuki waktu shalat itu belum pernah saya dengar, maka suatu masjid bisa memilih sendiri untuk terhubung ke server waktu shalat yang mereka percayai. Misalnya terhubung ke server waktu shalat milik Departemen Agama, atau server milik Nahdatul Ulama, atau ke server milik Muhammadiyah, dan lain-lain.

LED panel yang terkoneksi seperti ini bisa digunakan untuk kepentingan yang lebih luas lebih dari untuk mensinkronisasikan jadwal adzan. Misalnya untuk broadcast suatu pengumuman, untuk pengumuman dalam keadaan darurat dan penanggulangan bencana, dan sebagainya.

Suka Menyalahgunakan

Kita sering mendengar kabar penyalahgunaan drug yang menimbulkan banyak petaka bagi manusia. Sebenarnya bukan hanya drug saja yang orang sering salah gunakan. Orang senang mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan permasalahan. Jalan pintas yang sebenarnya sama sekali tidak menyelesaikan, malah-malah menimbulkan masalah baru yang lebih rumit.

Rumput-rumput di pinggir jalan dan di jalan yang tiap hari saya lalui pada pagi tadi terlihat semua menguning secara tidak wajar. Rumput menguning bukan karena kekeringan kurang air. Sekarang sedang pada cuaca curah hujan tinggi. Semua rumput di jalan menguning itu karena ulah manusia. Manusia sengaja menyemprotkan herbisida ke rumput-rumput itu. Herbisida itu saudaranya Insektisida. Kalau Insektisida adalah racun pemberantas serangga. Sedangkan Herbisida adalah obat untuk mengendalikan gulma pada tanaman.

Kali ini manusia menyalahgunakan penggunaan herbisida untuk membunuh rumput-rumput di jalan-jalan desa. Penyemprotan herbisida dianggap oleh manusia sebagai solusi untuk membersihkan jalan-jalan dari rumput secara cepat dan praktis. Dianggapnya lebih baik dari bekerja bakti membersihkan rumput dengan cara menyiangi.

Apa yang saya ceritakan ini hanya salah satu contoh penyalahgunaan teknologi pertanian saja. Contoh lain adalah penggunaan insektisida untuk mencari ikan di sungai atau di kolam. Banyak orang yang sengaja meracuni sungai agar ikan-ikan terkapar dan mudah ditangkap tanpa berpikir bahwa sebenarnya racun insektisida itu akan meracuni si penangkap ikan itu sendiri dalam jangka panjang maupun pendek, belum kerusakan alam dan ancaman kepunahan biota sungai dan kolam sampai kerusakan ekosistem.