Saya sendiri datang ke TPS bukan untuk mencoblos calon legislatif pada Pemilu 2014 yang berlangsung pada tanggal 9 April 2014 yang lalu. Saya datang ke TPS bermaksud untuk merusak/menggugurkan kartu suara yang menjadi hak saya. Saya merusak kartu suara dengan cara mencoblos logo KPU dan mencoblos tanpa membuka kartu suara. Ini saya pikir penting agar surat suara yang tidak tercoblos, tidak digunakan oleh pemilih tidak disalah gunakan.
Pada pemilihan legislatif 2014 ini saya memang memutuskan untuk golput, untuk tidak memilih calon anggota legislatif. Karena menurut saya tidak ada calon anggota legislatif dan partai yang baik yang bisa mewakili suara saya di DPR/MPR/legislatif. Jangankan memilih caleg yang bagus, yang baik, memilih yang tidak terlalu jelek dari yang jelek-jelek sekalipun saya tidak punya ide. It is almost impossible to determine even the lesser evil.
Betapa tidak, tiap hari kita melihat tontonan banyak anggota DPR yang ditangkap KPK karena kasus korupsi, anggota DPR yang tertangkap media berselingkuh, janji-janji yang mereka ingkari, tidak ada terlihat niat baik dan keberpihakan para anggota DPR kepada pemilih mereka sendiri, tidak ada keperpihakan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat yang konon mereka wakili. Para “wakil rakyat” itu pasti lebih taat pada kepentingan partai daripada yang ingin disuarakan masyarakat. Juga tingkah banyak anggota DPR yang memamerkan watak kekanak-kanakan mereka di sembarang tempat.
Jadi apa salahnya bila saya menggunakan hak pilih saya untuk memilih untuk tidak memilih. Untuk memilih tidak mempunyai wakil sama sekali di gedung DPR.
Pemilu Paling Brutal
Entah kata apalagi yang tepat saya gunakan untuk menyebut Pemilihan Umum kali ini. Kali ini saya menyebutnya sebagai Pemilu yang paling brutal yang pernah saya alami. Sesuatu yang bahkan tidak saya lihat atau baca pada Pemilu-Pemilu pada jaman orde baru.
Kebrutalan itu adalah penularan kebatilan yang dilakukan oleh para anggota DPR dan para calon anggota DPR. Saat ini mengenai bobroknya para anggota DPR seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Sudah jelas, cetha wela-wela, begitu kata orang Jawa. Harapan orang-orang yang hampir putus asa dengan tingkah para anggota DPR adalah hendaknya jangan menularkan kebobrokan itu kepada masyarakat. Tabiat korupsi dan rendah moral itu “pek pek’en dhewe”. Kenyataannya tidak demikian. Cela-cela itu ditularkan dari para calon anggota DPR kepada masyarakat dengan cara politik uang, dengan cara bagi-bagi duit secara terang-terangan tanpa tedheng aling-aling, dengan cara menyuap Panitia Pemilihan untuk memanipulasi hasil penghitungan suara, dan lain-lain.
Yowis, sudahlah …