Membakar Sampah

Sepulang dari shalat Isya berjamaah di masjid tadi malam, di jalan yang saya lalui menuju rumah, saya terganggu oleh bau asap pembakaran sampah yang menyengat. Bau menyengat yang oleh orang Jawa disebut “sangit”. Ada tetangga yang membakar sampah dalam jumlah banyak di pekarangan.

Sampah itu bukanlah sampah rumah tangga. Sampah itu berupa daun-daun yang digugurkan oleh pohon yang sedang meranggas. Saat ini di desa dimana saya tinggal sedang berada di musim kemarau yang sangat kering yang memaksa pepohonan untuk seirit-iritnya menggunakan air di tanah yang sangat terbatas.

Membakar sampah dedaunan di pekarangan sudah turun temurun terjadi di desa dimana saya tinggal. Saya tidak tahu apakah ada orang lain yang merasa terganggu dengan asap pembakaran ini sebagaimana yang saya rasakan. Bila pun atau yang merasa atau pun tidak, barangkali yang tetap perlu diubah adalah cara memperlakukan sampah daun, sampah organik seperti ini menjadi lebih baik dan lebih ramah lingkungan.

Kalau tidak bisa mengolah sampah organik menjadi semacam pupuk organik, kalau bisa mengolah menjadi pupuk organik tentu menjadi berharga di desa pertanian, setidaknya tidak dibakar yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Misalnya dengan mengubur sampah-sampah daun itu dipekarangan tanpa perlu khawatir sampah daun mencemari tanah.

Memang, tidak mudah untuk bahkan sekedar menawarkan ide manajemen pengelolaan sampah lingkungan di pedesaan. …

Sampah dari Jaman Pembajakan

CD Bekas

CD Bekas

Tumpukan CD ini saya temukan di bagian almari yang sudah lama tidak saya buka pada saat saya pagi ini sedang bersih-bersih rumah. CD – CD yang saya simpan rapat-rapat ini mulanya saya pikir suatu saat akan ada manfaatnya.

Ternyata saya salah. Pada kenyataannya CD-CD itu tidak pernah saya pakai lagi. CD-CD berisi master-master program bajakan yang saya buat pada sekitar tahun 2002 itu sekarang sama sekali tidak berguna. Ya, saya akui pada jamannya saya adalah seorang pembajak. Sekarang saya sudah insyaf. Kecuali bila terpaksa. 😀

Membuat duplikat program bajakan dalam CD paling tidak sudah menciptakan beberapa kerugian bagi saya:

1) Uang yang saya keluarkan untuk membeli keping CD ternyata pengeluaran sia-sia. Katakanlah jaman itu 1 keping CD harganya Rp 5.000,- maka tumpukan-tumpukan CD yang berisi 300-an CD itu telah merogoh uang sekurangnya 1.500.000,- belum waktu dan tenaga saat burning, dll

2) CD-CD yang tak berguna itu sekarang mau diapakan. Kecuali hanya jadi polutan. Kalau tidak disingkirkan segera hanya bikin penuh tempat saja 😦

3) … (apa lagi)

4) Dosa

Speedy Suka Nyampah, Pantesan Sering Lemot

Melihat sampah – sampah berserakan di pinggiran jalan lintasan jogging pagi ini, saya jadi heran ngga habis pikir. Kok bisa – bisanya ada kertas – kertas brosur speedy yang berserakan. Entah siapa yang membuangnya. Sepertinya ngga masuk akal, di Paliyan, di sebelah selatan pasar Tahunan, di selatan pos Polsek Paliyan ada promo speedy. Setahu saya, di sekitaran sini tidak ada jaringan telepon kabel Telkom atau sinyal CDMA Flexy.

Entah pencemaran lingkungan akibat brosur – brosur sampah ini tanggung jawab Telkom atau “oknum” tak bertanggung jawab. Yang pasti itu tanggung jawab moral kita semua. Dan yang lebih pastinya bumi tidak akan menggunakan jasa pengacara untuk menuntut pembuang sampah ini ke meja hijau. Hehehe

Pantesan speedy terkenal lemot. Apa karena suka nyampah? Baca lebih lanjut

Perongrong Kehidupan Kita

Sampai siang ini, saya sudah menemukan dua hal yang tidak menjengkelkan. Mudah – mudahan tidak menemukan yang ketiga.

Pertama, sangat menyesakan merayap di jalanan yang padat berada di belakang truk dengan asap hitam. Siang yang panas terik. Lengkap sudah merongrong syaraf kesabaran.

Kedua, masih di siang yang panas itu, melihat kendaraan yang menyebar brosur promosi produk di jalanan ramai. Menyebar dalam arti sebenarnya. Mereka tidak memberikan brosur – brosur mereka kepada orang – orang tertentu. Melainkan berharap ada yang memungut dan kemudian membaca dan tertarik membeli.

Musuh – musuh lingkungan …

MILO, sama rupa tapi beda

milo

Kedua kemasan Milo saset ini nampak sama. Tapi beda. Bukan hanya beda takaran isi tapi juga spesifikasinya. Dan beda harga pula.

Sebenarnya ini bukan masalah dan memang tidak ada masalah yang terjadi. Hanya saya heran juga, mengapa perusahaan sekelas Milo kurang mempertimbangkan aspek desain produk dan kemasan agar setiap spesifikasi lebih terarah pada konsumen yang tepat. Baca lebih lanjut