Iedul Fitri 1436 H, Merayakan Kemenangan, Menyebarkan Kebahagian

11717482_10206738365765084_8126820530962927721_o

1 Syawal 1436 di Indonesia jatuh serempak bertepatan pada tanggal 17 Juli 2015. Muslim di Indonesia dari Meraoke sampai Sabang, sepanjang yang saya tahu, sudah shalat Ied kemarin pagi. Saya pada Sabtu pagi ini sudah tidak mendengar ada takbir Ied berkumandang. Kabar bahwa Ied di Indonesia yang akan jatuh pada dua hari yang berbeda yang berhembus sejak pertengahan Ramadhan tidak benar-benar terjadi.

Bagi saya sebenarnya tidak masalah apakah Ied dilaksanakan secara serampak atau dilaksanakan pada hari yang berbeda sesuai dengan pendapat dan keyakinan masing-masing. Umat Islam di Indonesia sudah terbiasa dan dewasa menyikapi perbedaan jatuhnya hari raya seperti ini. Bahkan kemarin, ketika wacana hari raya akan jatuh pada hari yang berbeda, saya sudah berencana untuk memotret/mendokumentasikan shalat Ied yang dilaksanakan oleh jamaah yang merayakan berbeda dengan hari saya melaksanakan shalat Ied. Ini yang tidak mungkin bisa saya lakukan ketika lebaran jatuh serempak seperti sekarang. Karena saya akan lebih memilih shalat Ied daripada meninggalkannya demi foto-foto.

Hari Raya Iedul Fitri, atau keluarga kami menyebutnya sebagai Lebaran merupakan momen kebahagiaan. Saya percaya semua muslim merayakan hari kemenangan ini dengan riang gembira. Islam sendiri mengajak menyebarkan kebahagian Iedul Fitri dengan mewajibkan ummatnya membayar zakat fitrah agar fakir miskin pun bisa dan turut merayakan hari bahagia dengan gembira sepenuhnya.

Alhamdulillah, pada tahun ini Allah memberikan kepada kami nikmat hari raya ini sepenuhnya tak kurang suatu apa.  Semua anggota keluarga saya bisa berkumpul di rumah dalam keadaan lengkap dan sehat. Tidak akan pernah kami lupakan bagaimana selama bertahun-tahun kami merayakan lebaran tanpa adik saya, bahkan tanpa kabar darinya. Tahun ini sejak beberapa tahun lalu adik sudah kembali ke pelukan keluarga. Sehat adalah nikmat yang tiada tara. Masih lekat di ingatan keluarga kami bagaimana beberapa tahun lalu keluarga kami mendapatkan ujian berupa merayakan lebaran di rumah sakit. Lebaran kali ini saudara-saudara bapak dan ibuk saya pun, alhamdulillah sehat-sehat. Puji syukur ya Allah atas semua nikmat dan bahagia ini.

Nuansa bahagia lebaran kali nampak terlihat dimana-mana. Baca lebih lanjut

Iklan

Nikmat dan Hikmah Ramadhan

Saya menutup makan sahur saya tadi dengan segelas air putih ketika tanda Imsya’ diperdengarkan dari pengeras suara di masjid-masjid. Ini adalah makan sahur saya yang ke-29 dan Insya Allah merupakan sahur tarakhir Ramadhan kali ini. Tanpa terasa bulan penuh kemuliaan ini berlangsung begitu cepat. Tamu agung akan segera meninggalkan. Insya Allah nanti malam takbir kemenangan akan bergema dimana-mana.

Dibandingkan dengan setidaknya dua bulan Ramadhan sebelumnya ada beberapa hikmah, pelajaran dan nikmat Allah yang diberikan kepada saya sekeluarga kali ini.

Mulai dari berbuka puasa. Dari 28 buka puasa yang dilalui 26 diantaranya kami langsungkan di rumah bersama keluarga yang lengkap: Bapak, Simbok, Saya dan Adik Saya. Hanya dua kali saya berbuka puasa di luar mengikuti acara buka bersama. Ini anugerah yang jarang terjadi mengingat sebelumnya selalu saja ada kegiatan sampai tidak memungkinkannya setiap hari bagi kami untuk makan berbuka puasa dalam satu meja.

Sahur. Sampai makan Sahur yang ke-29 kami sekeluarga belum pernah satu kali pun terlambat bangun. Alhamdulillah.

Nikmat Sehat. Puasa yang bertepatan dengan pergantian musim di lingkungan dimana saya tinggal merupakan ujian tersendiri bagi kami. Awal puasa adiklah satu-satunya yang tidak tumbang didera pergantian musim yang dingin. Alhamdulillah atas kehendak Allah, di penghujung puasa ini kami lebih sehat sehingga memungkinkan kami berusaha beribadah Ramadhan dengan lebih baik.

Ada beberapa peristiwa yang terjadi semata atas kehendak Allah dan bisa dijadikan pelajaran hikmah. Salah satunya adalah terjadi pada hari Minggu, 5 Juli 2015.

Sesampai di rumah sepulang dari Pantai Kesirat dan Woh Kudu di desa Girikarto, kecamatan Panggang, kabupaten Gunungkidul saya sadari dompet yang saya bawa tidak berada di saku lagi. Kemungkinan terjatuh di sepanjang jalan dari tempat parkir Pantai Woh Kudu sampai di rumah saya. Jaraknya kira-kira 30 km. Mencari dompet yang terjatuh di suatu tempat di rentang jarak 30 km saya ibaratkan mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Namun saya tetap berusaha mencarinya. Ini adalah ikhtiar saya menjaga amanah Allah yang berupa rejeki yang dititipkan kepada saya.

Baca lebih lanjut

Khotbah Jum’at: Tingkatan Puasa

IMG_3970

Saya tadi kebetulan shalat Jum’at di Masjid Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Cik Ditiro Yogyakarta. Kebetulan saya sedang ada sedikit urusan di kantor Muhammadiyah itu.

Memasuki ruangan masjid pada pukul 11 lebih saya mendapatkan masjid itu masih belum banyak terdapat jamaah. Jadi saya setidaknya masuk 10 besar orang yang datang lebih awal di majelis shalat Jum’at. Ini peristiwa cukup jarang karena biasanya saya datangnya menjelang adzan. Baca lebih lanjut

Marhaban ya Ramadhan

Tidak terasa Ramadhan, puasa Ramadhan sudah akan segera tiba lagi. Tinggal kira-kira satu Minggu. Tepatnya tanggal 9 bulan ini. Benar ngga Ramadhan akan jatuh pada tanggal 9 Juli ini?

Tak heran akhir-akhir ini di televisi sudah ada banyak iklan sirup, nah. Di masjid-masjid pun sudah diselenggarakan kegiatan-kegiatan untuk menyambut Ramadhan. Kegiatan itu seperti Pengajian Menyambut Bulan Ramadhan. Juga di lingkungan di desa dimana saya tinggal pun semalam juga mengadakan kegiatan serupa. Pengajian Menyambut Bulan Ramadhan tingkat padukuhan. 🙂

pengajian karangmojo b

 

pengajian karangmojo b 2Meskipun kedengaran monoton, sesuatu yang rutin, namun menurut saya ini lebih positif. Terlihat ada antusiasme umat untuk meningkatkan kualitas ibadahnya, menyambut bulan seribu bulan bagi umat Islam. Makin beragamnya tantangan hidup, makin mahalnya kebutuhan-kebutuhan sehari-hari karena kenaikan harga BBM yang baru diberlakukan oleh pemerintah ternyata tidak menyurutkan semangat umat untuk beribadah. Barangkali bila apa-apa sulit mungkin umat akan sejak diri mempersiapkan sesuatunya. Mempersiapkan sejak awal dengan apa saja akan berbuka dan makan sahur. Sejak awal mempersiapkan lebaran pula. hehe

Jadi apa saja yang sudah dan akan kita siapkan untuk menyambut Ramadhan yang akan segera tiba? 🙂

 

Lebaran, Malah Jadi Masalah Kesehatan

Lebaran, berlebaran memang sebuah kearifan lokal (tradisi Indonesia) yang membawa tantangan tersendiri. Tradisi Lebaran dan Syawalan telah menjadi tantangan untuk melaksanakan puasa sunnah Syawal. Saya pernah menceritakannya dua tahun yang lalu di sini. Sekaligus menantang pola hidup sehat yang kita inginkan.

Ini sebenarnya terlalu pribadi dan masalah pribadi saya. Bagi Anda yang lebih disiplin dibanding saya tentu tidak masalah.

Saya sendiri langsung mengalami gangguan kesehatan seketika pada hari pertama lebaran. Asam lambung saya meningkat. Perut saya sakit. Gara-gara apalagi kalau bukan kecerobohan saya menuruti selera lidah. Beberapa hari berikutnya, menyusul masalah pencernaan adalah radang tenggorokan. Hewduh. 😀 Masih disebabkan hal yang sama, makanan. Lebaran membuat seolah ngemil aneka gorengan, makanan berlemak, camilan serba manis dan cokelat menjadi halal. Memang halal ya, tidak haram, hanya mungkin kurang Thoyibah. hehe

Untungnya hari ini kesehatan saya sudah mulai membaik. Indikatornya saya sudah bisa menulis blog lagi. Saya bisa memulai aktifitas sehari-hari sebagaimana mestinya.

Tantangannya bagaimana meneruskan disiplin dan hal baik yang dengan mudah bisa dilaksanakan selama Ramadhan di hari-hari pada bulan-bulan berikutnya. Yang sekarang saya rasakan sangat tidak mudah.

Semalam saya berniat untuk bangun dini hari untuk ber-shalat Tahajud. Benar saya bisa bangun. Hanya untuk mematikan alarm dan tidak jadi shalat, melainkan tidur lagi. 😦 Puasa sunnah Syawal juga belum saya mulai. Niat saya baru akan saya mulai pekan depan. Setelah hajatan di tempat saudara selesai. Tantangan kali ini bertambah lagi. Bukan hanya acara Syawalan tetapi juga hajatan. 😀

Menonton Upacara 17 -an

Upacara 17 Agustus 2012 di Kecamatan Playen

Upacara 17 Agustus 2012 di Kecamatan Playen

Untuk ketiga kalinya kemarin saya menonton Upacara 17 Agustus -an yang dilaksanakan bertepatan dengan bulan Ramadhan sekaligus bertepatan dengan musim kemarau yang kering dan panas.

Upacaranya sendiri berlangsung lancar. Hanya saja kelihatan kurang khitmad dan tertib. Barisan kurang terlihat tegap dan rapi. Tidak mudah melaksanakan Upacara Bendera di lapangan di tengah lapangan terbuka di bawah terik matahari yang mana sebagian besar peserta upacara merupakan siswa-siswa yang kebanyakan juga sedang menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Peserta upacara dari kelompok masyarakat umum pun tidak ubahnya seperti siswa-siswi itu.

Tidak banyak kemeriahan sepanjang peringatan tahun (tahun) ini.

Saya jadi membayangkan, betapa penuh perjuangan dan dedikasinya para founding father dan pahlawan pejuang kemerdekaan yang mempersiapkan kemerdekaan kita 67 tahun yang silam yang juga dilaksanakan bertepatan dengan bulan Ramadhan. Sekaligus berhadapan dengan ancaman Jepang dan Belanda. 🙂

 

 

Iedul Fitri di Lapangan Desa Grogol

Iedul Fitri 1432 H

Alhamdulillah, pagi ini kami, warga Desa Grogol telah menyelenggarakan shalat Iedul Fitri di bawah cuaca yang sangat bagus, khusuk sekaligus meriah. Hanya ucapan Mohon Maaf Lahir Batin yang bisa saya tuliskan dan foto – foto yang dapat saya bagikan. Untuk foto – foto lebih banyak, silakan click thumb nail di atas.

Preview nya satu foto saja ya, hehe

Dari Iedul Fitri 1432 H

Kapan Hari Raya Iedul Fitri Pada Tahun 2011

Sebagai orang awam yang tidak tahu apa – apa tentang penentuan awal dan akhir Ramadhan, saya selalu kebingungan mendengar dan membaca pendapat – pendapat yang hampir tiap tahun bersikukuh dengan dalil masing – masing. Termasuk perbedaan kapan Iedul Fitri jatuh di Indonesia pada tahun 2011 kali ini. Apakah akan dijatuhkan pada tanggal 30 Agustus 2011 atau pada tanggi 31.

Dalam tulisan ini saya menggunakan patokan Masehi karena bisa jadi ada yang tidak sepakat kalau sekarang adalah tahun 1432 Hijriyah. Hehehe.

Bagi saya, kalau ditanya kapan akan ber-shalat Ied, jawaban saya sederhana. Tergantung kapan di lapangan di desa dimana saya tinggal menyelenggarakan shalat Ied. Untuk sementara saya melupakan Indonesia.

Sepanjang yang saya ingat, di desa dimana saya tinggal belum pernah menyelenggarakan baik shalat Iedul Fitri atau Iedul Adha sebanyak lebih dari satu kali. Bagi saya, bila saya tidak sepakat dengan hari kapan shalat Ied dilaksanakan di desa dimana saya tinggal, kemudian saya mengajak orang – orang menyelenggarakan shalat Ied pada hari yang saya anut, itu tidak akan lebih maslahat. Malah – malah menambah mudharat baru.

Tidak kalah pentingnya, saya menghormati siapapun yang menyelenggarakan Shalat Ied dengan keyakinan pada hari apapun. Saya tidak pernah menganggap penyelenggaran Shalat Ied di desa dimana saya tinggallah dilaksanakan pada hari dan tata cara yang paling benar.

Tadi saya membaca pendapat di link ini yang menuliskan bahwa bila shalat Ied diselenggarakan secara seragam oleh lebih banyak orang akan lebih baik untuk syiar Islam, maka pendapat saya adalah meskipun Shalat Ied dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan kekhusukan pada hari yang berbeda – beda tetapi di antara sesama umat bisa saling berdampingan, rukun, dan saling menghormati  perbedaan itu adalah bentuk syiar yang amat sangat bagus.

Asal dilaksanakan dengan penuh keyakinan, menurut saya, penyelenggaraan shalat Ied di desa saya tidak perlu disamakan dengan apa yang diselenggarakan di desa tetangga. Dan tidak perlu menganggap hari dan tata cara shalat Ied di desa dimana saya tinggal lebih benar dari desa – desa sekitar.

Apa jelek misalnya ada warga di desa saya yang mudik dari Jakarta dan terjebak macet sehingga terlambat shalat Ied di lapangan desa kemudian ikut melaksanakan shalat Ied di desa tetangga yang kebetulan pada lebaran kali ini diselenggarakan pada hari setelah desa saya menyelenggarakan. Dan sebaliknya, bila kebetulan di desa dimana saya tinggal menyelenggarakan belakangan. 😀

Saya menyicil mengucapkan Salam Iedul Fitri dari desa yang sedang dilanda kekeringan rutin musim kemarau. 🙂

Rebutan Sembako

Melihat di beberapa daerah banyak orang berebut sembako sumbangan yang ditayangkan berturut – turut pada beberapa hari terakhir dalam acara berita di televisi, simbok saya jadi terheran-heran sekaligus prihatin. Orang susah ternyata ada dimana – mana. Ada banyak orang yang lebih susah dibandingkan keluarga kami di desa yang hidup pas-pasan.

Saya bertanya pada simbok, apakah bila di balai desa kita ada pembagian sembako, simbok juga akan datang mengantri untuk mendapatkan sembako gratis/murah. Apakah kira-kira para tetangga kita akan berbondong-bondong ke balai desa untuk mengantri untuk mendapatkan sembako gratis/murah?

Berbagi, apalagi itu dilakukan di bulan Ramadhan memang amaliyah mulia. Wujud peri kemanusiaan kita. Tetapi kenapa kita tidak memanfaatkan cara-cara berbagi yang moderen seperti penyelenggara LAZIS dan sejenisnya agar apa yang kita bagikan lebih memberi kontribusi bagi kemaslahatan.

Siapapun tidak ingin menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan pameran kemiskinan bangsa. Saya kira …