3 Sapi 3 Kambing Dipotong di Masjid At Taqwa

Menguliti Kambing

Menguliti Kambing

Benar apa yang saya duga dalam postingan saya sebelum ini, biasanya ada shohibul kurban yang menuntun hewan korban ke tempat pemotongan tanpa mendaftarkan ke panitia terlebih dulu. Ini terjadi di tempat pemotongan di Masjid At Taqwa Karangmojo B. Kalau tadi saya tuliskan di Karangmojo B ada 3 sapi dan 2 kambing. Menjelang detik-detik pemotongan ada jamaah membawa seekor kambing. Jadi jumlah hewan yang dipotong menjadi 3 sapi dan 3 kambing.

Angka kesadaran berkorban yang bagus untuk ukuran dusun Karangmojo B yang berpenduduk kurang dari 100 KK.

Untuk prosesi pemotongan hewan kurban sendiri berjalan lancar dan lebih profesional. Jagal/tukang sembelih dipercayakan kepada orang yang benar-benar kompeten, yaitu Pak Suradi. Mengingat kualitas daging dan tata cara pemotongan sesuai syar’i itu sangat penting, tidak semua orang dipercayakan mengemban tugas ini. Jadi memotong hewan itu tidak asal mati. Atau si penyembelih bukan orang yang asal berani.

Untuk pembagian daging kurban, mulai tahun ini juga mulai diterapkan beberapa penertiban. Penertiban itu meliputi siapa saja yang berhak menerima daging kurban. Apa saja hak yang akan diterimakan kepada shohibul kurban, tata cara penyembelihan dan pembagian, dan lain lain.

Sekitar jam 11 siang, proses mragat kambing dan sapi selesai dan bisa dibagikan kepada yang berhak.

Saya sebenarnya siang tadi ingin mencicipi tongseng kambing buatan rumah. Tapi  aturannya keluarga yang sudah berkurban sapi itu tidak berhak menerima pembagian daging kambing. Keluarga shahibul kurban hanya berhak menerima maksimal sepertiga bagian dari hewan yang dikorbankan. Jadi saya dan simbok mencoba bereksperimentasi untuk membuat gulai daging sapi. Sebenarnya bisa-bisa saja sih saya meminta secara pribadi daging kambing kepada tetangga yang berkorban kambing. Atau bertukar daging. hehe

Dan Alhamdulillah, saya, bapak dan simbok melahap tanpa sisa gulai daging sapi eksperimentasi simbok tadi. Enaaaaak … 😀

Cerita Idul Adha pada tahun-tahun sebelumnya:

Shalat Jum’at: Jamaah Kurang

Jum’at kali ini, alhamdulillah saya bisa shalat Jum’at di Masjid At Taqwa dusun Karangmojo B. Muadzin adalah Surono. Iman sekaligus Khotip adalah H Watiman. Tema khotbah Jum’at adalah Haji.

Tapi kali ini saya tidak akan menuliskan kembali inti khotbah Jum’at seperti biasanya. Saya akan bercerita tentang jumlah jamaah Jum’at di Masjid At Taqwa.

Menjelang diserukan adzan saya sudah berada di dalam Masjid. Jumlah jamaah yang sudah datang terlihat sedikit. Saya menghitungnya dan mendapatkan angka 16 termasuk imam, muadzin dan anak-anak yang belum baligh. Ketika Iqamah dikumandangkan dan semua saya hitung lagi ketemu angka 32 termasuk imam, muadzin dan anak-anak.

Kenapa saya cape-cape menghitung jumlah jamaah? Karena saya pernah mendengar kalau shalat Jum’at itu sah dikerjakan bila jumlah jamaah sedikitnya 40 orang. Juga pernah dengar, orang jamaah yang terlambat datang Jum’at itu bisa sah kalau jamaah yang datang sudah sama dengan atau lebih dari 40 orang.

Singkatnya dalam hati saya tadi mempertanyakan keabsahan dan pendapat-pendapat tentang syarat sah Shalat Jum’at.

Ternyata setelah sampai di rumah dan googling masalah ini, pendapat tentang jumlah minimal jamaah shalat Jum’at itu ada bermacam-macam. Salah satu penjelasanya bisa dibaca di forum tanya jawab di Eramuslim di sini. Anda bisa googling sendiri untuk mendapatkan penjelasan yang lain.

Yang saya ingat jumlah jamaah Jum’at minimal 40 orang dari tanya jawab ini ternyata adalah pendapat Syafi’i dan Hambali. Sedang Ulama Maliki berpendapat minimal 12 orang. Bahkan Abu Hanifah dan Muhamad berpendapat minimal 3 orang selain imam.

Mana yang benar? Wallahualam. Selagi ada ulama yang berpendapat 3 atau 12 saja sudah sah, maka saya tidak perlu ragu. Untuk pendapat seperti ini menurut saya diperlukan kompetensi ulama. Atau ada yang sudah pernah mendengar pendapat Majelis Ulama Indonesia?

Barangkali perlu diketahui kenapa jamaah Jum’at di Masjid At Taqwa dusun Karangmojo B sedikit. Penduduk di dusun Karangmojo B sendiri 100% beragama Islam tapi jumlah KK -nya relatif sedikit. Pemuda-pemudanya kebanyakan merantau. Pelajar, mahasiswa dan karyawan/pekerja kebanyakan menunaikan Shalat Jum’at di lingkungan kerja dan kampus masing-masing. Umumnya yang shalat Jum’at di At Taqwa adalah bapak-bapak petani, pini sepuhan dan anak-anak. Kadang-kadang siapa yang mau menjadi khotib dan imam saja kesulitan dan terjadi saling tunjuk jamaah yang datang.

Jamaah Shalat Jum’at kurang dari 40 orang. Jadi menurut Anda sah atau tidak?

Khotbah Jum’at: Laksanakan Perintah -Nya

Pokoknya laksanakan saja perintah -Nya. Tidak usah repot-repot berpikir apa untungnya melaksanakan perintah-perintah Alloh. Alloh Maha Tahu apa yang terbaik bagi ciptaan -Nya. Kalau kita taat melaksanakan kebaikan itu pasti akan datang mengikuti.

Misalnya puasa. Dulu pada jaman belum banyak penemuan dalam bidang kesehatan, puasa itu dianggap tidak baik bagi tubuh. Belakangan ditemukan banyak kebaikan berpuasa bagi kesehatan. Orang akan menjalani operasi bedah pun sekarang oleh dokter disuruh berpuasa.

Larangan. Pokoknya tinggalkan saja semua yang diharamkan oleh Alloh. Semua yang dilarang pasti jelek dan membawa kejelekan. Tidak usah berpikir macam-macam. Titik.

Kira-kira seperti itu apa yang dapat saya tangkap dan saya ingat dari khotbah Jum’at pada siang kali ini. Pada beberapa Jum’at sebelumnya, kalau saya tidak mengantuk terkadang suara sound system di masjid kurang bagus sehingga saya tidak bisa menuliskan ringkasan khotbah di sini.

Satu pertanyaan untuk meringkas khotbah Jum’at barangkali “Apakah pertanyaan-pertanyaan terkait kebenaran agama yang kita yakini itu haram?”

 

Ngantuk dan Khotbah Jum’at

Duduk di shaf belakang majelis shalat Jum’at dengan jamaah lebih dari 500 orang tidak selamanya enak. Enaknya duduk di shaf belakang adalah lebih mudah untuk lebih dulu meninggalkan masjid tanpa merasa risih melewati  jamaah-jamaah lain yang sedang berdoa atau bershalat sunnat.

Tidak enaknya adalah seperti yang saya alami tadi, pengeras suara atau sound system di masjid dimana saya shalat Jum’at kurang bagus. Jadi saya yang mulanya ingin menulis blog tentang materi yang disampaikan khotib terpaksa mengurungkanya. Alasan. 😀 Menurut kuping saya, volume terlalu kecil untuk disimak dari shaf dimana saya duduk dan sekitarnya. Apalagi shaf yang lebih belakang. Saya kira kecuali shaf terdepan persis di depan mimbar akan cukup susah untuk mendengarkan khotbah.

Akibat susahnya mendengar suara khotib itu membuat banyak jamaah lain termasuk saya yang malah ngantuk dan tidak mendapatkan pesan-pesan inti khotbah. Kecuali wasiat-wasiat default seperti pesan takwa dan lain-lain sebagai syarat dan rangkaian khotbah Jum’at yang mana hampir tiap muslim sudah hafal di luar kepala.

Bila khotbah Jum’at adalah content, Khotib adalah content creator, dalam khotbah Jum’at tadi perkara gagalnya content sampai ke audiens adalah terutama karena masalah infrastruktur. Walaupun bukan jaminan kalau infrastruktur bagus pesan-pesan khotib bisa ter-deliver dengan baik.

Kata orang Content is the King. Agree! but …  King can’t do things worth all alone 😀

Iedul Fitri di Lapangan Desa Grogol

Iedul Fitri 1432 H

Alhamdulillah, pagi ini kami, warga Desa Grogol telah menyelenggarakan shalat Iedul Fitri di bawah cuaca yang sangat bagus, khusuk sekaligus meriah. Hanya ucapan Mohon Maaf Lahir Batin yang bisa saya tuliskan dan foto – foto yang dapat saya bagikan. Untuk foto – foto lebih banyak, silakan click thumb nail di atas.

Preview nya satu foto saja ya, hehe

Dari Iedul Fitri 1432 H

Kapan Hari Raya Iedul Fitri Pada Tahun 2011

Sebagai orang awam yang tidak tahu apa – apa tentang penentuan awal dan akhir Ramadhan, saya selalu kebingungan mendengar dan membaca pendapat – pendapat yang hampir tiap tahun bersikukuh dengan dalil masing – masing. Termasuk perbedaan kapan Iedul Fitri jatuh di Indonesia pada tahun 2011 kali ini. Apakah akan dijatuhkan pada tanggal 30 Agustus 2011 atau pada tanggi 31.

Dalam tulisan ini saya menggunakan patokan Masehi karena bisa jadi ada yang tidak sepakat kalau sekarang adalah tahun 1432 Hijriyah. Hehehe.

Bagi saya, kalau ditanya kapan akan ber-shalat Ied, jawaban saya sederhana. Tergantung kapan di lapangan di desa dimana saya tinggal menyelenggarakan shalat Ied. Untuk sementara saya melupakan Indonesia.

Sepanjang yang saya ingat, di desa dimana saya tinggal belum pernah menyelenggarakan baik shalat Iedul Fitri atau Iedul Adha sebanyak lebih dari satu kali. Bagi saya, bila saya tidak sepakat dengan hari kapan shalat Ied dilaksanakan di desa dimana saya tinggal, kemudian saya mengajak orang – orang menyelenggarakan shalat Ied pada hari yang saya anut, itu tidak akan lebih maslahat. Malah – malah menambah mudharat baru.

Tidak kalah pentingnya, saya menghormati siapapun yang menyelenggarakan Shalat Ied dengan keyakinan pada hari apapun. Saya tidak pernah menganggap penyelenggaran Shalat Ied di desa dimana saya tinggallah dilaksanakan pada hari dan tata cara yang paling benar.

Tadi saya membaca pendapat di link ini yang menuliskan bahwa bila shalat Ied diselenggarakan secara seragam oleh lebih banyak orang akan lebih baik untuk syiar Islam, maka pendapat saya adalah meskipun Shalat Ied dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan kekhusukan pada hari yang berbeda – beda tetapi di antara sesama umat bisa saling berdampingan, rukun, dan saling menghormati  perbedaan itu adalah bentuk syiar yang amat sangat bagus.

Asal dilaksanakan dengan penuh keyakinan, menurut saya, penyelenggaraan shalat Ied di desa saya tidak perlu disamakan dengan apa yang diselenggarakan di desa tetangga. Dan tidak perlu menganggap hari dan tata cara shalat Ied di desa dimana saya tinggal lebih benar dari desa – desa sekitar.

Apa jelek misalnya ada warga di desa saya yang mudik dari Jakarta dan terjebak macet sehingga terlambat shalat Ied di lapangan desa kemudian ikut melaksanakan shalat Ied di desa tetangga yang kebetulan pada lebaran kali ini diselenggarakan pada hari setelah desa saya menyelenggarakan. Dan sebaliknya, bila kebetulan di desa dimana saya tinggal menyelenggarakan belakangan. 😀

Saya menyicil mengucapkan Salam Iedul Fitri dari desa yang sedang dilanda kekeringan rutin musim kemarau. 🙂

Tadarus Pagi …

Posted with WordPress for BlackBerry 1.5 via Telkomsel network

Rebutan Sembako

Melihat di beberapa daerah banyak orang berebut sembako sumbangan yang ditayangkan berturut – turut pada beberapa hari terakhir dalam acara berita di televisi, simbok saya jadi terheran-heran sekaligus prihatin. Orang susah ternyata ada dimana – mana. Ada banyak orang yang lebih susah dibandingkan keluarga kami di desa yang hidup pas-pasan.

Saya bertanya pada simbok, apakah bila di balai desa kita ada pembagian sembako, simbok juga akan datang mengantri untuk mendapatkan sembako gratis/murah. Apakah kira-kira para tetangga kita akan berbondong-bondong ke balai desa untuk mengantri untuk mendapatkan sembako gratis/murah?

Berbagi, apalagi itu dilakukan di bulan Ramadhan memang amaliyah mulia. Wujud peri kemanusiaan kita. Tetapi kenapa kita tidak memanfaatkan cara-cara berbagi yang moderen seperti penyelenggara LAZIS dan sejenisnya agar apa yang kita bagikan lebih memberi kontribusi bagi kemaslahatan.

Siapapun tidak ingin menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan pameran kemiskinan bangsa. Saya kira …

 

Menunggu Bedug Buka Puasa

Bedug berbuka puasa masih lama. Baru beberapa adzan Ashar berkumandang. Bagi saya usia Sekolah Dasar sudah berulang kali melihat jam dinding di rumah Pakdhe . Untuk hitungan menit lagi tidak jarang saya balik ke rumah Pakdhe untuk menjenguk jam yang sama. Maklum pada waktu itu di rumah kami tidak ada jam.

Jam adalah barang mahal. Sementara menit demi menit terasa melimpah. Begitu kata batin saya kecil. Sebelum “inflasi” yang terjadi dalam rentang 20 tahun kemudian. Dimana kini tiap menit yang dulu bingung akan dihabiskan untuk apa? 😀

Oh iya, dulu, di kampung dimana saya tinggal, indikator utama waktu berbuka puasa adalah bunyi “ngiiiiing” alarm dari Toa – Toa yang ada di Masjid Masjid yang me-relay sebuat stasiun radio MW (medium wave) lokal. Radio yang jadi andalan pada waktu itu adalah radio GCD yang merupakan satu – satunya radio di Gunungkidul. he he he

Allahomma laka sumtu wa bika aamantu wa ‘alaa rizqika afthartu birahmatika ya arhamarrohimin. Zahabaz zama’u wab tal latil ‘u ruu qu wa sa batal ajru InsyaAllah

“Ya Allah bagi Engkau aku berpuasa dan dengan Engkau aku beriman dan dengan rezeki Engkau aku berbuka dengan rahmat Engkau wahai yang Maha Pengasih dan Penyayang. Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat dan telah tetap pahala, insya Allah.”

Eh, masih lama ya … 🙂

 

Pengin Buat Video Ramadhan

Melihat posting foto blog di The Big Picture yang berjudul Ramadhan Begins di http://www.boston.com/bigpicture/2011/08/ramadan_begins.html, saya pun jadi tertarik ingin ikut – ikutan membuatnya. Tapi saya ingin membuatnya dalam versi video. Dan inginnya sih bisa saya upload ke youtube pada pertengahan bulan Ramadhan.

Tapi kemudian saya jadi bertanya – tanya, bukankah bercerita dengan foto itu tidak sama dengan gaya bercerita dengan video. Sampai di sini saya masih sebatas keinginan saja. Saya belum punya ide/gambaran untuk membuat story board nya. Apa saja yang perlu saya tampilkan juga masih bingung untuk menentukan.

Atau begini, saya kemana – mana bawa camcorder. Kemudian saya rekam apa saja yang menurut saya saat itu menarik. Kemudian videonya akan dibuat seperti apa, itu ditentukan pada saat editing. Setelah dirasa mempunyai cukup footage. Nah, kalau kemudian sudah ada ide untuk penambahan adegan yang belum tersedia, baru hunting video. Tanpa Perencanaan seperti ini bukan ide yang baik ya? hehehe

Nah, mumpung juga Ramadhan, akan berlipat – lipat pahala apalagi Anda berkenan untuk bersedekah ide – ide atau barangkali link video di youtube yang menurut anda relevan. Terimakasih