Duduk di shaf belakang majelis shalat Jum’at dengan jamaah lebih dari 500 orang tidak selamanya enak. Enaknya duduk di shaf belakang adalah lebih mudah untuk lebih dulu meninggalkan masjid tanpa merasa risih melewati jamaah-jamaah lain yang sedang berdoa atau bershalat sunnat.
Tidak enaknya adalah seperti yang saya alami tadi, pengeras suara atau sound system di masjid dimana saya shalat Jum’at kurang bagus. Jadi saya yang mulanya ingin menulis blog tentang materi yang disampaikan khotib terpaksa mengurungkanya. Alasan. 😀 Menurut kuping saya, volume terlalu kecil untuk disimak dari shaf dimana saya duduk dan sekitarnya. Apalagi shaf yang lebih belakang. Saya kira kecuali shaf terdepan persis di depan mimbar akan cukup susah untuk mendengarkan khotbah.
Akibat susahnya mendengar suara khotib itu membuat banyak jamaah lain termasuk saya yang malah ngantuk dan tidak mendapatkan pesan-pesan inti khotbah. Kecuali wasiat-wasiat default seperti pesan takwa dan lain-lain sebagai syarat dan rangkaian khotbah Jum’at yang mana hampir tiap muslim sudah hafal di luar kepala.
Bila khotbah Jum’at adalah content, Khotib adalah content creator, dalam khotbah Jum’at tadi perkara gagalnya content sampai ke audiens adalah terutama karena masalah infrastruktur. Walaupun bukan jaminan kalau infrastruktur bagus pesan-pesan khotib bisa ter-deliver dengan baik.
Kata orang Content is the King. Agree! but … King can’t do things worth all alone 😀
akhir2 ini juga saya malah ngga tau apa isi khutbah jumatnya… 😀
hehehe makanya pelajaran utk lain kali: usahakan duduk di depan 😉
semoga ke depan di tempat sholat jumat anda bisa dibangun infrastruktur yg lebih memadai
Manusiawi yg jika konsentrasi di arahkan pada sesuatu yg sulit di respon ileh otak kita akan mengantuk
Wah, saya meski dengar keras pun masih sering ngantuk kalau dengerin khotbah. Piye ngene ki, Mas? 😀
ternyata ini adalah masalah ygsama untuk setiap orang…
🙂
Sayang sekali ya… 😐
Padahal esensi dari jumatan ya dari khotbahnya… 😦