Banyak orang terutama para pelari pemula menyepelekan manfaat dari Easy Run. Mereka mengira berlari dengan kecepatan lambat dan intensitas ringan tidak akan membawa manfaat, nir faedah.
Kenyataannya easy run merupakan pondasi dimana kita akan meletakkan bangunan kemampuan berlari seutuhnya. Itulah mengapa dalam program latihan lari yang kekinian, easy run selalu menempati alokasi terbanyak dengan porsi terbanyak pula.
Program latihan lari jarak jauh moderen umumnya berpegang pada prinsip alokasi 80/20. 80 persen easy effort dan 20 persen hard effort atau high intensity.
Dalam menyusun program latihan pribadi untuk program marathon bahkan saya mengisikan hampir semuanya dengan jenis latihan easy run dan long run. Bila sesekali dalam seminggu saya menambahkan jenis latihan interval, fartlek dan tempo, kesemuanya itu sebenarnya optional saja. Sekedar add on yang sangat boleh dilewatkan.
Sejujurnya meskipun misalnya saya menjadwalkan interval pada hari Selasa prakteknya saya tak akan ragu menggantinya dengan sebuah sesi easy run yang sangat nyaman.
Mungkin ada pertanyaan begini, apakah praktek ini terbukti memberi buah latihan setidaknya bagi diri saya sendiri?
Semoga sedikit cerita ini bisa memberi gambaran. Pertengahan April tahun ini saya mengikuti Mandiri Jogja Marathon 2018 kategori Full Marathon. Saya mempersiapkannya dengan latihan kurang lebih 10 minggu (2.5 bulan). Rata-rata mileage saya per bulan kurang lebih 140 km. Tanpa Interval dan tanpa Fartlek. Kesemuanya Easy Run dan beberapa kali Long Run pada akhir pekan. Hasilnya saya bisa finish 4 jam 5 menit.
Pertangahan bulan depan saya menjadwalkan diri mengikuti Bank Jateng Borobudur Marathon 2018 dengan kategori Full Marathon. Dengan tetap menyakini bahwa latihan saya harus berdiri di atas pondasi aerobik yang kuat, dengan mengisi sebagian besar program saya dengan easy run. Memang untuk program latihan kali ini saya membuatnya lebih panjang, kurang lebih 4 bulan dengan menambahkan sedikit add on berupa interval, fartlek, tempo dan hill. Semoga pada percobaan kali ini saya bisa menciptakan Personal Best, finish sub 4.
Apakah yang disebut Easy Run?
Padanan kata yang menurut saya paling pas untuk Easy Run adalah: “pace gosip run”. Disebut easy run menurut saya adalah ketika kita bisa berlari sekaligus sambil ngobrol panjang lebar bergosip dengan teman lari kita.
Easy Run sulit diukur dengan pace sebagai metric -nya. Kemampuan masing – masing orang berbeda – beda. Pace 4.30 menit/km bagi Agus Prayoga bisa jadi adalah Easy Pace, akan tetapi bisa jadi merupakan jenis Lactate Treshold bagi saya.
Bagi orang yang sama pun Easy Pace sering kali berbeda dari waktu ke waktu. Pace 6.00 menit/km bagi saya umumnya cukup Easy tapi bisa berubah menjadi hard atau moderate bila kondisi tubuh saya kurang prima. Kurang prima bisa jadi karena masih lelah karena program sebelumnya yang demanding atau pasca sakit atau cidera.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa detak jantung (heart rate) bisa digunakan untuk menentukan intensitas lari seseorang. Dengan ukuran detak jantung seseorang dianggap berlari dalam easy run ketika jantung berdetak dalam rentang zona 2 ke bawah.
Dalam banyak kasus bisa jadi pendapat ini benar. Akan tetapi bisa pula menjadi kurang akurat dalam suatu keadaan tertentu. Misalnya ketika seorang pelari sedang mengalami cidera/pasca cidera kaki. Seorang pelari dengan cidera kaki bisa jadi berada dalam kondisi aerobik yang prima, namun bisa pula berlari dengan pace 6 memberi beban berat bagi kaki meski katakanlah jantung berdetak pada kisaran 120 bpm.
Bila ditanya apakah saya termasuk aliran pengguna by feel atau by metric dalam menentukan intensitas latihan, so I stand somewhere in the middle, my easy run is something in between. Saya umumnya akan menggunakan pace dan detak jantung sebagai metric namun bila perasaan saya mengatakan berat maka saya tak segan menurunkan intensitas latihan.
Sebaliknya bila perasaan saya mengatakan saya cukup nyaman sekaligus bisa bergosip dengan suatu pace, namun ketika menengok sport watch mendapati angka detak jantung yang meninggi, saya pun tak akan segan menurunkan kecepatan dan intensitas latihan.
Itulah kenapa ketika melakukan Easy Run saya mengatur jam tangan Garmin saya untuk menunjukkan 2 metric terpenting yaitu: pace dan heart rate, ditambah satu lagi Cadence.
Bagaimana Mengoptimalkan Manfaat Easy Run?
Setelah tahu dan mampu menempatkan Easy Run secara proporsional, memasuki tema blogpost kali ini adalah melakukan optimasi dari jenis latihan ini.
Easy run berarti pula kita berlari dengan nyaman sehingga memberi ruang untuk mengendalikan secara sadar banyak aspek berlari. Sebagaimana kita tahu berlari bukan hanya perkara cara cepat berpindah dari satu titik ke titik berikutnya bermodalkan semata ayunan langkah kaki. Namun ada nafas untuk memasok kebutuhan oksigen, ayunan lengan, posisi mata dan kepala, tolakan kaki dan lain sebagainya.
Mengoptimalkan Pengaturan Nafas
Dalam berlari salah satu kuncinya adalah nafas/pernafasan. Ketika berlari bisa jadi mekanisme pernafasan berlangsung serba otomatis tanpa kita sadari. Namun bayangkan, bisakah kita berlari tanpa bernafas.
Saya yakin tidak. Karena proses metabolisme untuk memproduksi energi yang dibutuhkan untuk berlari salah satu bahan bakarnya adalah oksigen. Bernafas adalah salah satu mekanisme pemenuhan oksigen untuk kebutuhan metabolisme. Makin cepat kita berlari maka metabolisme akan semakin intensif, pun kebutuhan oksigen akan semakin demanding. Itulah mengapa makin cepat berlari, ketika kebutuhan energi makin banyak, nafas pun semakin terengah.
Easy Run merupakan ruang untuk melatih tubuh memenuhi pasokan oksigen secara lebih efektif dan efisien. Adalah kesempatan untuk mengambil alih proses pernafasan yang sebelumnya serba otomatis menjadi lebih terkendali.
Ketika berlatih Easy Run cobalah untuk menghirup nafas melalui mulut dan hidung, kemudian menghembuskannya kembali secara sadar. Ketika melakukan Easy Run cobalah bernafas dengan irama satu tarikan nafas untuk 2 – 3 langkah kaki. Cermati betul pengaturan ritme nafas ini sampai suatu saat akan berlangsung secara otomatis.
Untuk diketahui bila kita berlari makin cepat maka kebutuhan pasokan oksigen pun makin intensif. Bila dalam pace gosip kita bisa perlari dengan pola 1 tarikan nafas untuk 3 langkah kaki, tidak usah khawatir bila kita berlari dalam pace 5K atau 10K satu tarikan nafas hanya mencukupi untuk satu langkah kaki. Itu sangat normal.
Mengoptimalkan Ayunan Lengan
Gestur lari yang baik adalah ketika kita bisa menyelaraskan antara ayunan kaki dengan ayunan lengan. Ayunan lengan yang baik dan selaras memberi sumbah sih yang besar dalam meningkatkan efisiensi dan kecepatan kita berlari.
Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pelari – pelari pemula adalah malas mengayunkan lengan ketika berlari. Alih – alih malah menahan lengan tidak bergerak/ menjadi kaku. Ini akan memberikan beban tersendiri bagi tubuh ketika berlari.
Saat terbaik untuk memperbaiki ayunan lengan adalah ketika kita berlatih easy run. Sesuatu yang sulit dilakukan ketika ketika berlatih dalam intensitas tinggi. Ketika berlari santai cobalah untuk mengayunkan lengan. Taruhlah konsentrasi sepenuhnya namun tetaplah rileks/santai. Ayunan lengan yang baik hanya bisa dicapai ketika keseluruhan tubuh dan pikiran kita dalam kondisi rileks.
Ayunannya bagaimana? Ayunkan lengan kanan ketika kaki kiri mengayun. Begitu pula sebliknya, lengan kiri ketika kaki kanan mengayun.
Untuk melatih ayunan lengan yang baik pelatih di komunitas saya mengajarkan untuk memulainya dengan berlatih secara stasioner. Pelari dilatih untuk mengayunkan lengan sambil berdiri diam/tidak berlari. Ayunan lengan mulanya dimulai dengan pelan-pelan, kemudian kecepatan ayunan ditingkatkan secara progresif.
Mengoptimalkan Posisi Kepala
Posisi kepala ketika berlari seharusnya mempunyai fokus yang terjaga, menghadap ke depan dengan sudut 45 derajat. Tidak baik bila tengok kanan kiri atau atas bawah terlalu sering. Pandangan membentuk sudut 45 derajat akan membantu fokus yang lebih baik, membantu posisi keseluruhan tubuh forward leaning, dan memudahkan untuk mengambil dan memroses nafas.
Pelari pemula kebanyakan, termasuk saya, umumnya abai dengan hal ini. Itulah kenapa hal ini harus dilatih sejak kita menjalani sesi easy run.
Mengoptimalkan Cadence dan Stride Length
Di bagian awal blogpost ini saya menyebutkan untuk menampilkan metric: pace, heart rate dan cadence. Ketika membacanya mungkin Anda mengira saya hanya iseng, tapi di sini saya akan menjelaskan apa faedahnya.
Secara singkat Cadence merupakan jumlah langkah kaki tiap menit ketika kita berlari. Umumnya Cadence mempunya satuan spm (step per minute) atau jumlah langkah per menit. Berlari dengan baik berarti langkah kaki yang kita ambil tidak terlalu panjang/tidak over stride. Over stride merupakan salah satu penyebab gait/gerak gerik yang tak baik.
Ketika kita berlari santai Cadence yang secara umum bisa diterima akan terentang umumnya di antara 160 – 170. Memang ini juga terpengaruh oleh kondisi fisik seseorang dalam menentukan berapa angka cadence nyaman bagi mereka.
Untuk mendapat wawasan yang lebih lengkap mengenai Cadence dan Stride Length bisa membaca artikel saya terdahulu di sini.
Mengoptimalkan foot strike
Foot Strike, singkatnya merupakan cara kaki kita menapak. Ini terkait apakah kaki kita pertama kaki menapak/mendarat menggunakan tumit (heel strike), bagian depan kaki (forefoot strike), atau bagian tengah kaki (mid foot strike).
Mana yang paling benar selalu menjadi perdebatan tak berkesudahan. Meskipun kebanyakan pelari berpengalaman menggunakan pendaratan fore foot dan mid foot toh ada juga pelari elit seperti Dennis Kimetto yang mampu berlari tanpa kendala dengan heel strike nya.
Saya sendiri menganut aliran fore foot strike. Terlepas apa pilihan pendaratan kaki Anda, pastikan untuk mengenalinya dengan baik dan melatihnya secara konsisten.
Prinsip dasar berlari tanpa cidera adalah jangan menjatuhkan telapak kaki ketika melakukan pendaratan (landing) dengan menghentakannya. Landing yang benar adalah dengan mengais. Semoga para pembaca yang budiman paham dengan maksud saya. Kelak bila sempat saya akan membuatkan video agar lebih mudah dipahami secara visual.
Semoga blogpost kali ini bermanfaat. 🙂
Example of Training Plan consist of mostly Easy Run:
Ping balik: Mencegah Cidera Dalam Berlari – Gadget, Running & Travelling Light
memang ngaruh sih mas latihan bervariasi.. beberapa bulan lalu saya pengennya kenceng sampe di hari yang berbeda pun kecepatannya hampir sama, lalu lama-lama mikir ada yang harus cepat ada yang dilambatkan.. sampe akhirnya sekarang milih 1 hari untuk lari dengan membatasi HR di zona 3 untuk 5-6 km, meski kadang bosen karena muter lapangan.. disisipi jarak lebih panjang kala weekend.. hasilnya sudah mulai terasa sih.. kecepatan bisa naik dan stabil meski HR masih di zona 4-5.. 😀
Ping balik: Memasuki Minggu Tapering untuk Program Persiapan Marathon – Gadget, Running & Travelling Light
Keren nih penjabarannya,saya jadi ngerti
Ping balik: Benarkah Olahraga Lari Bisa Membakar Lemak Daging Korban – Gadget, Running & Travelling Light