Race Review: Sermo Challenge 3

24831182_754626041401613_9211568975695919348_oLomba lari yang bertajuk Sermo Challenge untuk yang ketiga kalinya sudah selesai dihelat pada hari Minggu, 3 Desember 2017. Untuk yang ketiga kalinya pula saya mengikuti event yang selalu digelar pada penghujung tahun itu.

Saya mengikuti event lomba ini secara berturut-turut. Jadi jangan tanyakan apakah Sermo Challenge merupakan lomba yang bagus atau bukan. Saya pasti punya alasan yang kuat untuk mengikuti satu event lari sampai berturut – turut 3 kali. Bahkan seingat saya baru gelaran Sermo Challenge ini, dalam seumur hidup, yang pernah saya ikuti sampai tiga kali.

Sermo Challenge 3 sempat membuat saya galau. Event yang jauh-jauh hari saya ketahui akan diselenggarakan secara lebih kaya dan akan diperbagus dari banyak sisi ini hampir tidak bisa saya ikuti.

Awal November, salah seorang anggota keluarga saya mengabari akan berkunjung pada awal Desember. Antara bahagia dan dilema, saya harus memilih salah satu. Saat itu saya memutuskan untuk menanggalkan Sermo Challenge 3 berharap event ini akan terus diadakan pada tahun berikutnya. Tak dinyana, keluarga kami mengabari tentang perubahan jadwal kunjungannya. 

Ini mungkin merupakan takdir ketika kesempatan mengikuti Sermo Challenge 3 terbuka lagi bagi saya. Untung memang tidak bisa ditolak ketika pada sekitar seminggu sebelum hari H pendaftaran event lomba ini masih dibuka. Bahkan ada diskon 30% untuk kategori Half Marathon. Saya tidak menyiakan. Hitung-hitung untuk mencicipi pengalaman baru berlari mengelilingi waduk Sermo dengan extra KM++.

Tulisan saya mengenai Race Review yang lain:

1. Sermo Challenge 1 : Run For Nepal
2. Sermo Challenge 2 : Beat the Record
3. Mandiri Jogja Marathon: Alon Alon Waton Marathon

Beberapa saat setelah menyelesaikan proses pendaftaran, saya bertanya kepada diri sendiri: Apakah saya tidak sedang bergurau ketika mendaftar kategori Half Marathon Sermo Challenge 3?

Half Marathon memang bukan sesuatu yang baru bagi saya. Tapi separo rute Half Marathon Sermo Challenge yang elevatif apakah bukan sesuatu yang berlebihan. Masih segar diingat oleh dengkul saya tentang “tanjakan cinta” di KM 14 Sermo Challenge 1 dan Sermo Challenge 2 yang belum bisa saya takhlukkan. Apalagi pasca Jakarta Marathon 2017 saya sama sekali tidak pernah berlatih long run. Lari terjauh saya sebelum Sermo 2017 ini adalah Malioboro Kulinerun. Itu pun sejarak 10 KM saja. Sepanjang bulan November 2017 seingat saya, saya baru berlari-lari kecil sebanyak 5 kali.

Seperti yang sudah-sudah, lomba Sermo Challenge membuat saya bangun lebih pagi. Minggu dini hari saya bangun pukul 02.00. Persiapan ala kadarnya dan berangkat dari rumah menuju pick up point shuttle bus pada jam setengah tiga. Kali ini saya tidak berangkat sendiri. Saya janjian dengan Amri Wahyudin untuk bertemu di pertigaan Gading dan berangkat bersama-sama menuju titik kumpul yang terletak di depan Masjid Syuhada – Kota Baru – Yogyakarta.

Perjalanan  bus dari Kota Yogyakarta menuju ke Waduk Sermo sekira membutuhkan waktu 1.15. Tiba di area race central pukul 5 pagi membuat suasana tergesa. Saya harus menyelesaikan urusan toilet, shalat subuh, drop bag dan registrasi sebelum pukul setengah enam. Karena lomba kategori Half Marathon akan dilepas jam 05.30 wib.

24837427_754567634740787_5846105077141044455_o

Begitu singkatnya waktu terasa. Dalam beberapa menit setelah saya menyelesaikan semua urusan itu, para pelari sudah berjajar rapi di garis start.

Seperti tahun sebelumnya, saya memilih untuk mengambil start di belakang. Saya yang tidak ingin berlari cepat tidak ingin mengganggu para pelari yang sudah ancang-ancang dengan pace terbaik mereka.

Saya menunggu beberapa jenak setelah bendara start dikibarkan sampai para pelari di depan saya terpencar. Saya berlari dengan perasaan santai, rileks dan bahagia dengan kecepatan semampunya. Saya memilih sela di antara pelari dengan hati, sambil sesekali ngobrol santai dengan pelari-pelari yang seiring berdekatan.

24831260_754111064786444_2293841571852359920_o.jpg

Hampir satu kilometer dari garis start saya bertemu dengan Sri Kustadi dan Fauzi, dua orang pelari yang sering chit chat di media social. Kami berlari bareng dengan bahagia menikmati tiap sudut, hampar waduk dan tetes-tetes embun pagi.

Berlari konstan dalam pace 5 tidak terasa water station demi water station terlalui. Sampai memasuki KM 9 saya dikejutkan oleh tanjakan aduhai yang tidak pernah saya duga. Ini bukan tanjakan cinta pada KM 14 yang menantang kejantanan itu. Tanjakan berupa jalan makadaman merupakan rute alternatif mengingat ada bagian “rute seharusnya” yang terdampak longsoran karena gerusan hujan lebat beberapa hari sebelumnya.

Tanjakan ini adalah mula saya terpaksa “walking break”. Bukan masalah sebenarnya. Toh saya sedang tidak berburu Personal Best, apalagi podium. Nikmati saja. Apalagi di antara KM 11 – KM 13 terdapat water station/fruit station dan fotografer.

24879741_754628068068077_1737712059091019876_o

Di KM 13 ini suasana terasa semakin semarak ketika para pelari kategori HM bertemu berpapasan dengan para pelari kategori 10K. Rute kategori 10K untuk diketahui mengambil arah yang berlawanan. Ini membuat para pelari komunitas seperti kami menikmati saat-saat saling menyemangati di antara tanjakan dan turunan.

Sesampai di KM 14 saya berpapasan dengan 2 pelari tercepat, Amri Wahyudin dan Rizki. Sambil menyemangati mereka saya menjadi was – was. Mereka yang biasa berlari dengan pace 3.30 saja baru sampai KM 19. Berarti sepertiga terakhir rute memang berat. Saya berpikir saya harus lebih berhati-hati.

Benar saja. Di sepertiga akhir rute ini antara tanjakan dan turunan sama-sama melelahkan. Di tanjakan, saya yang mengenakan sepatu soft, League Ghost Runner, harus memperkuat tolakkan kaki. Di bagian turunan, saya harus sangat berhati-hati dalam mengontrol foot landing agar saya tidak tergelincir atau lebih parahnya keseleo.

Matahari pagi makin terasa hangat ketika saya harus menakhlukkan bagian yang menghabiskan energi ini. Untuk di tiap water station saya berusaha minum air mineral dan isotonik secara proporsional. Buah pisang, melon dan semangka tak boleh disiakan. Saya bahkan semakin rajin mengguyurkan air untuk mendinginkan badan.

24879728_754243511439866_716805012612422829_o.jpg

Hampir di separo rute saya berlari berbarengan dengan Bowo. Kadang saya di depan, terkadang di belakang. Terkadang saya berlari, kadang pula dia berjalan. Saya suka dengan Bowo yang berlari dengan penuh totalitas. Itulah kenapa saya melihat Bowo berhak finish lebih dulu. Saya hanya tersenyum ketika di KM 18 diberi tahu salah seorang marshall, Hansaluft, bila mau mendahului Bowo hanya sedikit di depan.

Benar saja, saya menginjak garis finish sekitar 1 menit di belakang Bowo. Saya kali ini finish no. 8 dengan catatan waktu 2 jam 7 menit.

Di area finish saya segera menemukan kawan saya Amri yang merupakan finisher pertama (1 jam 26 menit).

Sermo Challenge merupakan race yang telah membawa tradisi tersendiri. Race ini merupakan lomba yang erat dengan ulang tahun Playon sekaligus meneguhkan suatu semangat charity. Bila Sermo Challenge 1 merupakan ajakan untuk bersolidaritas dengan korban gempa di Nepal, Sermo Challenge 2 sebagai dukungan untuk Nusantara Run, begitu juga dengan yang ketiga ini. Sermo Challenge 3 dengan keuntungannya akan didonasikan dalam event amal Nusantara Run Chapter 5 yang bertajuk: Guruku Maju.

Menurut saya, penyelenggaraan lomba lari Sermo Challenge 3 jauh lebih baik dibandingkan 2 event sebelumnya.

Apa yang paling saya rasakan adalah water station yang lebih banyak. Saya menemukan WS hampir di tiap 3 KM. Bila tidak salah di challenge tahun lalu water station tersedia di tiap 7 KM.

Hadirnya 2 kategori baru, yaitu kategori 10K dan HM. Kategori 10K memberi kesempatan kepada pelari yang belum biasa mengambil jarak lebih jauh. Sedangkan kategori Half Marathon yang berarti banyak bagi yang sudah dua kali menikmati rute 16,8 KM seperti saya.

Sermo Challenge, apalagi kategori Half Marathon banyak dikeluhkan karena tanjakan-tanjakannya. Tanjakan yang pasti akan dikenang dengan baik oleh betis, angkle dan pinggul. Untungnya di sepanjang rute cukup steril dari kendaraan bermotor. Walau sesekali pelari masih berpapasan dengan sepeda dan sepeda motor warga yang beraktifitas.

24883621_754706891393528_7151853330536610154_o.jpg

Finisher Tee untuk semua finisher untuk semua kategori. Panitia Sermo Challenge 3 ini unik. Pelari dalam racepack tidak diberikan race jersey, melainkan finisher tee bagi yang menamatkan lomba saja. Sesuatu yang belum dilakukan pada challenge sebelumnya.

Fotografer. Banyaknya fotografer adalah cara Sermo Challenge memanjakan pelari hore seperti saya. Manja-manja yang berbuah dengan banyaknya foto narsis yang pada beberapa hari kemudian diunggah ke jejaring sosial fan page facebook Sermo Challenge.

Jadi akankah tahun depan masih antusias mengikuti Sermo Challenge 2018 yang di-organize oleh Playon Jogja?

Selamat Ulang Tahun ke-5 Playon Jogja. Terus Berjayalah menebar semangat sehat!

Tinggalkan komentar