Sebenarnya saya tidak pernah berniat untuk mengikuti ajang lomba lari ini. Saya mengikutinya karena “kecelakaan”. Kecelakaan itu berupa salah kirim biodata. Saya salah mengirimkan biodata saya kepada teman yang celakanya adalah seorang petugas pendaftaran kolektif komunitas untuk Malioboro Kulinerun.
Terlanjur, saya pun memilih kategori 10K. Biar uang pendaftaran yang saya bayarkan pas, Rp 100.000,-. Lagi pula bagi pendaftar kolektif komunitas mendapatkan potongan harga Rp 25.000,- dari harga umum Rp 125.000,-
Sehari menjelang lomba, di grup komunitas ada update informasi. Berisi mengenai perubahan jadwal/rundown acara Malioboro Kulinerun. Bila di website, lomba lari akan dimulai pukul 07.00 pagi, disebutkan di grup lomba ini akan dimulai pukul 06.00 pagi. Saya yang rumahnya berjarak 50 km dari tempat lomba terpaksa berangkat lebih awal dari yang sebelumnya kami rencanakan.
Sampai di Hotel Grand Inna Malioboro dimana lomba akan diselenggarakan pada sekitar pukul 05.20 baru nampak sedikit peserta dan panitia di lokasi. Bagi saya ini menguntungkan karena saya masih bisa memarkir motor di lingkungan hotel.
Malioboro Kulinerun 2017 tidak benar-benar dimulai pada pukul 06.00 pagi. Peserta lomba baru mulai berkumpul di garis start sekitar pukul 06.10. Melewati beberapa rangkaian acara seperti pemanasan berupa senam Zumba, pementasan tari tradisonal dan sambutan-sambutan, bendera start dilakukan sekitar pukul 06.30 pagi. Untuk kategori lomba 5K dan 1.5K akan dilepas kemudian.
Untungnya, cuaca Jogja, 26 November 2017 itu cukup sejuk, tidak panas karena sisa-sisa hujan yang mengguyur selama beberapa hari terakhir.
Menurut saya Malioboro Kulinerun 2017 adalah cara lain menikmati kota Jogja. Saya sebagai orang Jogja merasa heran merasakan sendiri Jalan Malioboro bisa benar-benar ditutup, bisa dinikmati karena steril dari kendaraan bermotor. Andai saya tidak berlari pemandangan bebas kendaraan di area O KM, cityscape Gedung DPRD Propinsi, Gedung Kepatihan, Gedung Istana Negara sampai Gedung BNI merupakan obyek foto yang ciamik.
Namun berlari mengikuti rute 10K di sepanjang jalan KH Ahmad Dahlan, jalan KH Wahid Hasyim, jalan MT Haryono, jalan Kol Sugiyono, jalan Taman Siswa sampai jalan Mataram, para pelari harus berbagi jalan dengan pengguna lalu lintas. Meski saya tidak merasa khawatir karena marshall dan polisi bisa menjalankan tugas dengan baik mengamankan para pelari.
Water Station untuk kategori 10K saya menemukan ada 3. Masing-masing menyediakan air mineral dan isotonik dalam jumlah yang melimpah. Saya bahkan selalu mengguyurkan beberapa gelas air mineral untuk mendinginkan tubuh.
Cek poin untuk kategori 10K saya jumpai ada 1 saja, terletak di ujung Jalan Taman Siswa. Di Cek poin untuk masing-masing pelari diberikan satu kalung warna ungu sebagai bukti pelari itu telah melintasi rute seharusnya.
Semua ruas jalan yang dipilih sebagai rute Malioboro Kulinerun 2017 adalah jalan aspal yang bagus. Setengah rute 10K cenderung menurun. Setengah terakhir cenderung menanjak tipis. Pelari yang sudah jarang latihan seperti saya akan menikmati kecepatan di setengah rute. Setengah berikutnya adalah masalah. Berlari di jalan yang menanjak tipis di KM akhir tidak mudah. Saya berhenti beberapa kali sampai akhirnya saya memberikan sedikit push di KM terakhir. Bukan untuk mengejar Personal Best melainkan agar seolah – olah saya nampak seperti pelari.
Sayangnya di area finish gate saya tidak melihat banyak photographer. MC pun suaranya tidak saya dengar menyambut pelari yang akan menginjakkan kaki di garis finish.
Di garis finish pelari tidak bisa langsung mendapatkan minuman. Pelari harus mengantri untuk mengambil air mineral, refreshment fruit, medal dan finisher tee. Saya yang masih terengah – engah menjadi frustasi melihat ularan antrian pelari kategori 5K yang sudah finish lebih dulu.
Saya memilih minggir untuk mematikan aplikasi tracking di handphone. Sambil terengah-engah saya mendapatkan Strava menginformasikan bahwa saya baru saja selesai berlari sejauh 9.8 KM dengan pace 4.42. Sambil sepatah dua patah kata ngobrol dengan teman yang finish duluan, saya pun menenggak air mineral yang saya minta darinya.
Merasa tenggorokan sudah cukup basah, saya kemudian ikut masuk ke dalam antrian. Bila menundanya saya khawatir antrian akan memanjang. Dalam beberapa menit saya pun bisa mendapatkan sebotol air mineral, satu paket refreshment fruit dan sepotong kaos finisher.
Masih mendapatkan bagian kaos finisher berarti saya masih masuk 25 pelari 10K yang paling awal mencapai finish. Melihat masih banyak tumpukan kaos finisher 10K saya memprediksi saya mencapai garis finish antara no 10 – 15.
Untuk lomba lari dengan biaya pendaftaran yang murah, Rp 125.000,-, menurut saya fasilitas yang didapatkan pelari selama mengikuti Malioboro Kulinerun cukup baik. Sebut saja medal yang cukup baik, race jersey, finisher tee, aneka makanan seperti gudeg, pecel dan soto yang kesemuanya bisa dinikmati gratis.
Sambil menunggu awarding, karena salah seorang anggota komunitas kami podium 2 untuk kategori 2.5K, kami pun duduk di depan panggung menikmati aneka band performing.
Mengusung konsep Fun Run, Malioboro Kulinerun yang diikuti sekitar 1.500 pelari itu memang tidak dilengkapi dengan chip time dan official race result, namun demikian bila tahun depan akan diadakan lagi, Malioboro Kulinerun adalah salah satu event yang saya rekomendasikan.
Sedikit saran saya untuk panitia sebaiknya Malioboro Kulinerun dilengkapi dengan official photographer. Jadi event ini akan membuat peserta terkesan lebih lama.
Ping balik: Race Review: Sermo Challenge 3 – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Review: League Volan Evo – Gadget, Running & Travelling Light