Telepon Umum Kartu, Masih Ada

Telepon Umum Kartu

“Kotak Ajaib” warna biru ini pernah populer pada era 90 an. Untuk kemudian tergeser dengan kehadiran ponsel berharga merakyat pada awal tahun 2000-an. Beruntunglah  ketika kotak-kotak ajaib berwarna biru ini masih mudah ditemukan di pinggir-pinggir jalan, saya pernah mencobanya. Saya katakan mencoba karena memang di sepanjang hidup, saya baru menggunakan beberapa kali. Kurang dari 10 kali seingat saya.

Kotak ajaib yang pernah saya coba sebenarnya tidak persis seperti di atas. Apa yang saya coba adalah saudara kandungnya. Di atas merupakan foto Telepon Umum Kartu, disingkat TUK. Sedang yang pernah saya pakai adalah Telepon Umum Coin, disingkat TUC.

Kenapa dulu saya tidak mencoba kotak Telepon Umum Kartu. Karena perlu uang lebih untuk membeli kartu telepon. Berbeda dengan Telepon Umum Coin yang mana saya sudah bisa menelepon cukup dengan membawa beberapa receh coin Rp 100. Telepon Umum Kartu saya kira lebih memberi manfaat bagi yang mempunyai kebutuhan sering nelpon.

Oh, iya, Telepon Umum Kartu ini saya potret di depan Rumah Sakit Umum dr Ismangun yang terletak di Patang Puluhan, Yogyakarta. Saya tidak tahu apakah piranti penghubung suara jarak jauh ini masih berfungsi. Yang jelas ketika saya mengangkat gagang telepon dan mendekatkan di telinga, suara nada panggil masih terdengar.

Pun bila kotak Telepon Umum Kartu ini masih berfungsi, tidak banyak pula yang tahu dimana membeli kartu telepon untuk dimasukan ke dalam piranti ini.

Ungkrung, Ekstrim Kuliner di Gunungkidul

Ungkrung Goreng

Ungkrung Goreng

Gunungkidul, selain dikenal sebagai daerah yang tandus, kering dan identik dengan kekurangan air juga dikenal dengan terdapatnya beragam sumber pangan dan aneka kuliner. Mulai dari kuliner yang biasa-biasa saja seperti thiwul, gethuk, nasi gaga dan lain-lain.  Sampai kuliner yang luar biasa. Atau orang-orang menyebutnya sebagai ekstrim kuliner.

Beberapa waktu lalu, teman-teman blogger yang diajak jalan-jalan jelajah gizi oleh Nutrisi Bangsa sudah banyak bercerita tentang pengalaman mereka mencicipi aneka panganan khas Gunungkidul. Termasuk pengalaman mencicipi belalang goreng. Teman-teman blogger itu menyebut khusus belalang goreng sebagai kuliner ekstrim yang pernah mereka coba. Menyebut belalang goreng sebagai ekstrim kuliner memang tidak salah.

Namun apabila teman-teman blogger itu melakukan jalan-jalan jelajah gizi pada pekan-pekan ini, tentu mereka akan berkesempatan mencicipi kuliner yang lebih ekstrim dari belalang goreng. Yaitu ungkrung goreng. Atau orang-orang menyebutnya enthung goreng. Enthung atau ungkrung adalah bahasa Jawa, yang dalam bahasa Indonesia disebut kepompong. Enthung goreng pada kenyataanya bukan hanya kepompong saja, Enthung goreng terdiri dari campuran antara kepompong dan ulat yang dalam proses menjadi kepompong, dalam bahasa Jawa disebut mudhel, yang digoreng.

Kuliner ungkrung (enthung) goreng adalah jenis kuliner ekstrim yang musiman. Ungkrung goreng tidak bisa ditemukan sewaktu-waktu di Gunungkidul. Ungkrung goreng hanya bisa ditemukan di awal musim penghujan dimana daun-daun pohon jati sedang mulai tumbuh menghijau. Ungrung yang digoreng ini berasal dari metamorfosa ulat pemakan daun pohon jati. Orang-orang Gunungkidul menyebutnya “ulat jati” atau “uler jati”.

Kuliner ekstrim dimana-mana membawa pengalaman sendiri-sendiri bagi masing-masing orang, ada yang menyebutnya menjijikan, ada yang menyebutnya bikin ketagihan, ada yang biasa-biasa saja. Pengalaman mencicipi kuliner ungkrung goreng tentu bukan untuk saya jawab. Sebagai putra Gunungkidul, saya merasakan biasa-biasa saja. Saya sudah terbiasa menikmati ungkrung goreng sejak masih anak-anak dulu. 🙂

Ungkrung goreng di dalam piring yang fotonya saya pasang di atas saya nikmati kemarin petang sambil nonton TV, hihi. Saya mendapatkan ungkrung-ungkrung itu dengan mudah dengan mencari di sekitar pepohonan jati di lingkungan dimana saya tinggal. 🙂

Anda tertantang mencicipi?

 

Kuesioner yang Baik itu Seperti Apa?

Kuesioner yang baik seperti apa? Kalau pertanyaan ini ditujukan untuk saya, saya tidak mempunyai jawaban pasti. Tapi setidaknya saya baru saja mengisi kuesioner yang menurut saya sebagai responden tidak baik.

Kemarin siang ketika saya sedang akan memesan makanan di The house of Raminten, Kota Baru, Yogyakarta, ada seorang pria yang menghampiri kami dan menyodorkan dua bendel kertas dan pulpen. Saat itu ada dua orang di meja saya. Bendel kertas itu merupakan kuesioner yang saat itu hendaknya kami isi. Kuesioner berisi tentang segala sesuatu tentang Raminten, mulai dari tempat, pelayanan, harga, rasa makanan dan lain-lain.

Saya meletakan bendel kuesioner di meja tanpa menyelesaikan semua pertanyaannya. Saya merasa terganggu dengan kuesioner ini. Kenapa? Karena jumlah pertanyaan yang harus saya jawab banyak sekali. Jumlah pertanyaannya kalau tidak salah sebanyak 22 butir. Saya di raminten ingin makan siang dan ngobrol-ngobrol dengan teman saya dari Jakarta yang belum tentu setahun dua kali bertemu santai. 😦

Itu saja yang membuat kecewa? Tidak. Dalam beberapa waktu pria tadi meminta kuesioner yang diberikan dan menanyakan apakah kuesioner sudah selesai diisi? Makanan-makanan yang kami pesan saja belum tiba di meja. Bagaimana saya bisa menjawab pertanyaan dalam kuesioner tentang enak dan tidaknya makanan menurut selera kami. 😦

Saya pikir saya lebih baik diam-diam memotret gadis cantik di meja seberang yang saya dengar santun bertutur krama bahasa Jawa itu. Ini lebih menyegarkan suasana. 🙂

Wedhang Sereh berpemanis gula aren ini enak.

Wedang Sereh

Tetapi terlepas dari kuesioner itu, The House of Raminten adalah tempat yang nyaman untuk ngobrol-ngobrol santai dengan menu makanan, tata ruang dan musik uyon-uyon yang serba njawani. 🙂

Indosat Super Wifi untuk Keputusan Super Nekat

Indosat Super WifiBulan Desember adalah bulan laporan. Begitulah yang  terjadi di banyak perkantoran dan instansi, baik instansi swasta maupun pemerintah. Berdasarkan laporan tahunanlah performa suatu instansi diukur. Laporan yang buruk, tidak akurat dan tidak tepat waktu adalah indikator buruknya performa instansi itu.

Awal bulan ini saya diminta mendampingi bos besar untuk mempresentasikan laporan bantuan tahunan ke kantor pusat di bilangan Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Presentasi laporan itu bukan satu-satunya yang ingin dikerjakan pada saat itu. Jakarta bukan jarak yang dekat yang bisa ditempuh dalam waktu singkat. Kami, setelah selesai presentasi laporan bantuan, berencana untuk mendiskusikan rancangan program tahun berikutnya dengan beberapa korporat mitra instansi di Jakarta.

Stasiun Tugu Yogyakarta. Pukul delapan malam kurang. Menunggu jadwal keberangkatan kereta Taksaka Malam. Suatu percakapan telepon singkat membuat bos besar gugup, kalau tidak mau dikatakan panik.

“Kita tidak jadi berangkat ke Jakarta malam ini” kata bos besar dengan mimik kecewa. Bos besar dengan singkat menjelaskan bahwa kantor pusat tiba-tiba mengharuskan laporan dibuat dengan format baru. Format baru itu membutuhkan banyak sekali data pendukung yang belum dipersiapkan. Kelengkapan seperti keharusan melampirkan file draft proposal dari versi 1 sampai versi di setujui, file scan semua dokumen perijinan, perjanjian, transaksi dan foto-foto serta video dokumentasi proyek.

Saya sepenuhnya bisa memahami apa yang menjadi kepanikan bos besar. Baca lebih lanjut

Kertas Lem Lalat

Kertas Lem Lalat

Kertas Lem Lalat

Lalat selalu menjadi penyerta setiap musim hujan tiba. Sebenarnya tidak selalu demikian. Itu kata saya saja. Karena sebenarnya lalat bisa ada baik di musim hujan maupun musim tidak hujan. Misalnya di pasar-pasar banyak lalat terjadi kapan pun tanpa pandang musim.

Kapan pun ada banyak lalat, baik pada musim hujan maupun musim bukan hujan, tidak ada orang yang suka lalat. Saya pun sangat jijik melihat kerumuman lalat. Lalat identik ketidak bersihan dan ke-non higienis-an. Banyak lalat identik dengan lingkungan yang kurang mempedulikan kesehatan.

Sangat sulit untuk mensterilisasi suatu lingkungan dari lalat. Apa yang bisa orang-orang lakukan hanya mengurangi lalat. Yang saya lakukan kali ini adalah dengan memasang lem lalat. Kertas Lem Lalat ini baru saja saya beli dari warung tetangga. Berharga seribuan rupiah per lembar.

Saya sengaja memasang foto Kertas Lem Lalat yang belum digunakan. Lalat-lalat yang tertempel di atas kertas lem lalat alih-alih malah akan menampilkan kesan jorok bila fotonya saya pasang di sini. hehehe

 

Mencicipi WeChat for Black Berry

Melalui group  Indonesia WeChat Blogger, Zoe, salah seorang member group itu mengabarkan akan hadirnya WeChat for Blackberry. WeChat sebenarnya belum benar-benar hadir di Blackberry. WeChat for BB saat ini masih versi beta dan sedang mamasuki tahap untuk diuji secara terbatas.

Versi Beta WeChat ini tersedia untuk OS 5, OS 6 dan OS 7. Untuk sementara dapat diunduh di http://wechat.okezone.com

Saya sudah sejak bulan lalu menggunakan WeChat untuk ponsel Android dan siang tadi saya mencoba memasang WeChat di Blackberry Bold 9000 yang menjalankan Blackberry Operating System 5. Mengunduh file instalasi dari http://wechat.okezone.com berjalan lancar. Ukuran file instalasi cukup ramping. Hanya seukuran 2.3 Mb. Proses instalasi pun lancar-lancar saja.

Sampai saya dihadapkan pada halaman login, saya lupa apa username dan password WeChat saya. Saya bermaksud mencoba login dengan akun yang sama yang saya gunakan untuk ponsel Android saya. Saya sempat berpikir untuk me-reset password, namun ini saya urungkan karena saya malas mengatur ulang password pada ponsel utama saya, ponsel Android. Ada banyak pilihan cara untuk login WeChat. Akhirnya saya mencoba login dengan Facebook Connect. Yay, saya bisa login. 🙂

Dengan ID yang sama saya bisa login dalam waktu yang bersamaan baik di ponsel Android maupun ponsel Blackberry. Ini keren.

Saya kemudian mencoba-coba chating dari Blackberry. Saya mencoba berkirim terima pesan dengan kontak-kontak saya. Saya mencoba chating dengan group Indonesia WeChat Blogger. So far semua berjalan lancar dan stabil. WeChat for Blackberry meskipun masih versi beta tetapi lancar dan ringan dijalankan di handset blackberry saya yang sudah kuno.

Menu demi menu, fitur demi fitur WeChat for Blackberry pun saya coba-coba. Tidak perlu waktu lama untuk menjelajahi tiap menu pada WeChat for Blackberry. Memang saya rasakan ada banyak fitur pada WeChat for Android yang tidak saya temukan di WeChat for Blackberry. Menurut Dennis memang WeChat for Blackberry ini masih versi awal yang mengedepankan menghadirkan fungsi dasar dan kestabilan dari sebuah aplikasi. Saya sendiri lebih suka dengan aplikasi instant messaging yang sederhana namun lebih reliable.

SC20121208-205236

Yang menjadi poin bagi saya adalah di Indonesia (masih) ada banyak sekali fun berat Blackberry. Ini pasar yang potensial. Bila WeChat ingin potongan kue yang besar dari pengguna Blackberry, apa yang perlu dilakukan adalah membuat cukup alasan agar orang mencoba WeChat for Blackberry.

Menurut saya sendiri WeChat adalah aplikasi chating yang lebih baik dari beberapa aplikasi yang chating pada ponsel yang telah saya pakai lebih dulu.

WeChat lebih baik dari Blackberry Messenger karena user ID/username tidak tergantung pada perangkat/device. BBM sangat tergantung pada PIN yang melekat pada perangkat Blackberry.

WeChat lebih baik dari Whatsapp karena userID/username tidak tergantung pada nomor ponsel dan operator seluler yang kita gunakan. Kita masih bisa menggunakan nomor yang sama meskipun berganti nomor, bahkan nomor dari operator seluler yang berbeda.

WeChat lebih inklusif, lebih baik dari banyak aplikasi chating, karena bisa berjalan baik di ponsel Symbian, Blackberry, iOS maupun Android.

Sebenarnya saya ingin menuliskan review WeChat secara menyeluruh, namun kali ini spesifik untuk WeChat for Blackberry dulu.

Bila Anda belum mencoba WeChat silakan segera mencoba. Untuk Android bisa langsung dicari di Google Play, di iOS bisa dicari di AppStore dan di WeChat for Blackberry bisa diunduh di http://wechat.okezone.com

Jangan lupa tambahkan ID saya sebagai kontak ya. 😀 ID WeChat saya: jarwadi

A Guru, A Hero, A Suwarjono

A Guru, A Suwarjono

Guru biasa-biasa saja mengajar kita selama kurang dari setahun, setahun, atau beberapa tahun. Guru yang luar biasa akan mengajar selama hayat kita masih di kandung badan.

Saya merasa beruntung karena datang seorang guru luar biasa dalam hidup saya. Kehadiaran beliau adalah hal penting dalam karir pendidikan saya sampai saat ini. Susah dibayangkan apa jadinya saya sekarang tanpa 20 tahun yang lalu seorang pemuda bujangan asal kabupaten Bantul yang mengabdikan diri menjadi pengajar di sekolah kecil di desa dimana saya tinggal.

Guru muda itu adalah Bapak Suwarjono. Murid-murid memanggil beliau Pak War.

Apa sebenarnya yang membuat Pak War begitu luar biasa dan begitu menginspirasi bagi teman-teman sebaya, terutama saya? Baca lebih lanjut

Belajar itu Dimana Saja Bisa

Belajar di Dalam Angkot

Saya lihat ada pemandangan berbeda yang saya lihat di Angkot yang saya naiki pagi tadi. Pemandangan anak-anak sekolah yang membaca-baca buku dan catatan-catatan di dalam Angkot. Bukan erat-erat memegangi dan mengulik gadget mereka seperti biasa. Malah saya yang memegang gadget. Mengambil foto ini. hihi

Ternyata hari-hari belakangan ini sekolah-sekolah sedang melaksanakan semesteran/ujian semester. Pantas saja. Mudah-mudahan adik-adik kita ini tidak hanya belajar menjelang ujian saja. Saya khusnudzan mereka rajin belajar dan makin intensif belajar di waktu-waktu ujian seperti ini. 🙂

Kamera di Samsung Galaxy Ace Duos

Sepeninggal ponsel Sony Ericsson K810i saya, ponsel yang saat ini saya gunakan untuk foto-foto adalah Samsung Galaxy Ace Duos. Ponsel yang pada beberapa bulan lalu saya dapatkan dari Mas Rama Klik IT. Hampir semua foto yang saya ambil sendiri yang saya gunakan untuk blog ini, saya unggah ke jejaring facebook, twitter, google+, posterous, dan lain-lain merupakan hasil memotret saya dengan Galaxy Ace Duos.

Inline image 2

Kamera pada Samsung Galaxy Ace Duos menurut saya cukup bagus untuk pengambilan gambar luar ruang dengan cahaya di sekitar yang memadahi.

Inline image 3

Inline image 5

Kekurangan yang paling saya rasakan ketika memotret dengan Samsung Galaxy Ace Duos diantaranya adalah: Baca lebih lanjut

Perlakukan Air Seperti Dirimu Ingin Diperlakukan, Demi Kualitas Kehidupan

Di desa dimana saya tinggal, kekeringan dan pemenuhan kebutuhan air bersih adalah masalah tersendiri bagi masyarakat. Masalah yang sudah terjadi sejak jaman nenek moyang. Masalah yang salalu berulang setiap tahun. Sampai sekarang belum ditemukan solusi terpadu yang benar-benar bisa mengentaskan masyarakat di desa dimana saya tinggal dari permasalahan ketercukupan air bersih. Kabar akan dibangunnya pipa-pipa jaringan distribusi air bersih oleh pemerintah untuk mengalirkan air dari situs Ngobaran, kabar pengangkatan air dari sungai bawah tanah di gua  Bribin dan kabar-kabar manis yang lain, semua sebatas masih kabar burung yang begitu cepat dibawa angin lalu.

Masyarakat di desa dimana saya tinggal tidak perlu diajari bagaimana berhemat air. Alam sudah mengajarkanya dengan baik, kalau tidak bisa disebut alam memaksakan bahwa hemat air itu prinsip. Bagaimana tidak, di desa dimana saya tinggal, setiap tahunnya air akan segera menghilang beberapa waktu begitu musim hujan berakhir, begitu musim kemarau tiba. Apalagi bila terjadi kemarau panjang, seperti yang baru saja berakhir bulan ini. Lapisan tanah berbatuan kapur pegunungan dimana di atasnya desa saya berdiri tidak pernah bisa menahan kandungan air dalam jumlah yang cukup dalam waktu lama.

Sumur-sumur tadah hujan tradisional yang dibuat oleh masyarakat di desa dimana saya tinggal, baik itu sumur-sumur yang digali di pekarangan masing-masing maupun sumur-sumur umum yang dibuat di tempat-tempat yang diperkirakan merupakan sumber air, dirasakan saat ini menjadi lebih mudah kering begitu musim kemarau tiba. Air di sumur-sumur dirasakan lebih cepat habis dibandingkan 5 apalagi 10 tahun yang lalu. Padahal sumur-sumur inilah penopang utama kebutuhan air bersih untuk air minum, kebutuhan rumah tangga, sanitasi dan lain-lain.

Bila air di sumur-sumur ini dirasakan mulai menipis, maka sebagian masyarakat di desa dimana saya tinggal akan mulai memanfaatkan air di sungai yang membentang membelah desa kami. Masyarakat di desa dimana saya tinggal terpaksa berbagi menggunakan air yang yang tersisa di sungai. Jangan membayangkan air mengalir di sungai ini di musim kemarau. Air pada musim kemarau di sungai ini merupakan air yang diam dan sudah tidak jernih, tidak mengalir karena sungai ini dibendung agar air tidak cepat habis. Dan jangan pula  membayangkan air yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga itu melewati proses pengolahan air seperti yang kita lihat di instalasi pengolahan air bersih seperti milik PT Jababeka Water Treatment Plant di Bekasi itu. Bahkan air kebutuhan rumah tangga merupakan air yang sama yang digunakan untuk mencuci, menyiram tanaman, mandi dan memandikan hewan ternak sekalipun.

Bagi Anda, saya percaya akan sulit untuk membayangkan bagaimana hidup sehat dan higienis di sini dijaga. Baca lebih lanjut