Di desa dimana saya tinggal, kekeringan dan pemenuhan kebutuhan air bersih adalah masalah tersendiri bagi masyarakat. Masalah yang sudah terjadi sejak jaman nenek moyang. Masalah yang salalu berulang setiap tahun. Sampai sekarang belum ditemukan solusi terpadu yang benar-benar bisa mengentaskan masyarakat di desa dimana saya tinggal dari permasalahan ketercukupan air bersih. Kabar akan dibangunnya pipa-pipa jaringan distribusi air bersih oleh pemerintah untuk mengalirkan air dari situs Ngobaran, kabar pengangkatan air dari sungai bawah tanah di gua Bribin dan kabar-kabar manis yang lain, semua sebatas masih kabar burung yang begitu cepat dibawa angin lalu.
Masyarakat di desa dimana saya tinggal tidak perlu diajari bagaimana berhemat air. Alam sudah mengajarkanya dengan baik, kalau tidak bisa disebut alam memaksakan bahwa hemat air itu prinsip. Bagaimana tidak, di desa dimana saya tinggal, setiap tahunnya air akan segera menghilang beberapa waktu begitu musim hujan berakhir, begitu musim kemarau tiba. Apalagi bila terjadi kemarau panjang, seperti yang baru saja berakhir bulan ini. Lapisan tanah berbatuan kapur pegunungan dimana di atasnya desa saya berdiri tidak pernah bisa menahan kandungan air dalam jumlah yang cukup dalam waktu lama.
Sumur-sumur tadah hujan tradisional yang dibuat oleh masyarakat di desa dimana saya tinggal, baik itu sumur-sumur yang digali di pekarangan masing-masing maupun sumur-sumur umum yang dibuat di tempat-tempat yang diperkirakan merupakan sumber air, dirasakan saat ini menjadi lebih mudah kering begitu musim kemarau tiba. Air di sumur-sumur dirasakan lebih cepat habis dibandingkan 5 apalagi 10 tahun yang lalu. Padahal sumur-sumur inilah penopang utama kebutuhan air bersih untuk air minum, kebutuhan rumah tangga, sanitasi dan lain-lain.
Bila air di sumur-sumur ini dirasakan mulai menipis, maka sebagian masyarakat di desa dimana saya tinggal akan mulai memanfaatkan air di sungai yang membentang membelah desa kami. Masyarakat di desa dimana saya tinggal terpaksa berbagi menggunakan air yang yang tersisa di sungai. Jangan membayangkan air mengalir di sungai ini di musim kemarau. Air pada musim kemarau di sungai ini merupakan air yang diam dan sudah tidak jernih, tidak mengalir karena sungai ini dibendung agar air tidak cepat habis. Dan jangan pula membayangkan air yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga itu melewati proses pengolahan air seperti yang kita lihat di instalasi pengolahan air bersih seperti milik PT Jababeka Water Treatment Plant di Bekasi itu. Bahkan air kebutuhan rumah tangga merupakan air yang sama yang digunakan untuk mencuci, menyiram tanaman, mandi dan memandikan hewan ternak sekalipun.
Bagi Anda, saya percaya akan sulit untuk membayangkan bagaimana hidup sehat dan higienis di sini dijaga. Baca lebih lanjut