Khotbah Jum’at: Nasehat Sukses

Berbicara mengenai sukses dan definisinya, seorang khotib dalam khotbah Jum’at menyampaikan sebuah nasihat yang diberikan oleh Rosullulah Muhammad SAW kepada Ibnu Umar. Seperti biasa saya lupa bagaimana persisnya apa yang disampaikan oleh khotib, tetapi dari yang ‘nyantol’ diingatan, saya bisa googling dan menemukanya kembali:

Dari Ibnu Umar ‎رضي الله عنه  beliau berkata: “Rosululloh صلى الله عليه وسلم  pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”. Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori) . Sumber dari sini.

Khotib secara singkat menjelaskan begini: Seorang musafir pasti mempunyai tujuan yang jelas ke tempat mana ia ingin mencapai. Seorang musafir tidak boleh berhenti terlalu lama. Begitupun ketika seorang musafir bertamu, singgah di suatu tempat. Ia singgah tidak untuk selamanya. Ia harus kemudian melanjutkan perjalanan. Tatkala ia singgah bertamu, dia harus tahu diri dengan mengikuti peraturan si tuan rumah/si pemilik rumah. Seorang Musafir mampir di dunia, bertamu di dunia ini harus tahu diri bahwa dunia itu milik Alloh dan Musafir harus taat dengan aturan Alloh SWT.

***

Jum’at masih besok, tetapi saya sekarang sudah menuliskan ringkasan khotbah Jum’at seperti yang biasanya saya tuliskan sepulang dari shalat Jum’at. Ringkasan ini saya buat untuk khotbah Jum’at lalu. Saya masih ingat ketika seminggu hampir berlalu. Berarti khotib sukses menciptakan suatu kesan dalam diri saya.

Semoga menjadi amal kebaikan bagi beliau. Oh, iya nama sang khotib adalah Bapak Sandi Rochman, SAg 🙂

Google Search dan Twitter

Beberapa waktu lalu, sudah agak lama,  bila saya ingin mencari tweet – tweet lama seseorang (tweet itu sudah berselang bulan atau tahun), saya tinggal mengetikan beberapa kata yang masih saya ingat dari tweet itu di google dengan syntax kurang lebih seperti ini:

when there is love site:http://twitter.com/iwan9s10a

Silakan klik untuk melihat hasil penelusuran Google! Namun ternyata, cara ini sekarang tidak bisa digunakan untuk mencari tweet-tweet yang relatif baru. Katakanlah tweet dalam satu minggu atau satu bulan yang lalu. Saya sudah mencoba googling kata yang baru saja di twit beberapa jam dan beberapa hari.

Apakah sekarang Twitter sudah membuat aturan baru tentang tweet mana saja yang boleh diindex oleh Google. Atau malah sudah tidak boleh? Saya kira yang dihentikan hanya real time search update.

Gempa Lagi di Gunungkidul – Yogyakarta

Sekitar 30 menit yang lalu, saya merasakan sebuah gempa yang cukup mengagetkan. Posisi saya di lantai dua di suatu perkantoran di kota Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta. Teman-teman saya di sini juga terkejut karena gempa pagi ini.

Tidak beberapa lama kemudian, di facebook dan twitter menjadi ramai dengan update gempa yang baru saja terjadi. Gempa rupanya terasa di Yogyakarta dan sekitarnya. (berdasar update dari teman-teman saya di jejaring sosial).

Saya penasaran berapa SR intensitas gempa pada pagi hari ini. Saya mengecek twitter @infoBMKG. Namun gempa yang terakhir diupdate oleh BMKG terjadi pada tanggal 17 Maret 2012, 2 hari yang laluu. Begitupun dengan USGS yang biasanya lebih responsif dari BMKG. Pantauan gempa world wide secara real time pun tidak melaporkan gempa pagi ini. Jadi harus kemana mencari tahu.

Pak Yahya Kurniawan hanya bisa bilang kalau pusat gempa biasanya di Gunungkidul. Memang sumber gempa yang paling sering terjadi di perbatasan Gunungkidul – Bantul. Pusat gempa terdahsyat beberapa tahun lalu.

Kalau kata Mas Joko, kita jangan hanya mengandalkan BMKG dan USGS tapi harus mengembangkan sistem tengara dini dengan teknologi lokal. Kata Mas Joko ada ramalan seorang tua/kyai dari Panggang akan terjadi gempa/lindu antara hari Senin sampai Selasa ini. 😀

Sampai saat ini memang saya belum mendengar ada berita/laporan kerusakan. Semoga tidak terjadi. Semoga tidak terjadi gempa susulan/gempa berikutnya yang lebih besar.

UPDATE:

Rilis resmi BMKG : Kekuatan 4,2 SR 8.0 LS – 110.35 BT 20km Tenggara Bantul Kedalaman 10km, Jam 09:19:30 WIB

SUMBER dari sini.

 

Kecapean, Stres, Depresi

Saya kemarin sore berkonsultasi dengan dr Cahya Legawa tentang depresi dan obat anti depresan. Karena akhir-akhir ini rasanya saya menemukan beberapa gejala depresi yang menimpa. Tidak bisa tidur (susah tidur). Tidak enak makan, padahal banyak yang nraktir makan-makan. Sering freeze. Kecepatan membaca menurun drastis dan otak tidak bisa dipakai untuk berpikir logis. Untuk memecahkan masalah sederhana saja seolah semua computing power otak tidak mencukupi. Dan sangat sensitif dan mudah marah dengan orang-orang di sekitar saya.

Malam Sabtu kemarin saya emosi tinggi hanya gara-gara suara burung malam. Rasanya saya ingin menyewa snipper untuk mengenyahkan nyawa burung yang bersuara tak henti-henti di kebun saya. 😀

Penyebabnya saya kira karena Baca lebih lanjut

Memperbaiki Power Charger Laptop Acer

Ada sedikit masalah dengan Power Charger Laptop Acer lama saya. Menurut saya masalahnya hanya sederhana, yaitu kabel DC out -nya nyambung-putus melulu. Ini tidak baik. Apalagi ketika baterai si Acer Travel Mate juga sudah tidak bagus.

Saya mengira, sebagai anak elektronika *menepuk dada*, memperbaiki kerusakan seperti ini mudah. Namun permasalahn muncul. Setelah saya amati, saya tidak menemukan ada skrup di sekujur tubuh power adapter ini. Kemudian membongkarnya bagaimana. Dicongkel? Sambungan diantara kedua bagian casing plastik ini saya amati sangat rekat. Mungkin direkatkan dengan mesin pabrikasi sewaktu merakitnya.

Saya tadi sudah googling buat mencari tutorial di web maupun di youtube untuk menemukan cara yang elegan membongkar Power Charger ini, sayang, Tuhan belum memberikan petunjuk. Ada yang punya pengalaman membongkar? 🙂

Tidak Perlukah Test Kelancaran Berbahasa Indonesia?

Sejak saya masih duduk di bangku SMA, saya sudah mengenal TOEFL, test kelancaran berbahasa Inggris bagi non English native speaker. Teman-teman sebaya saya saat itu berusaha bagaimana caranya agar mendapatkan skor TOEFL bagus. Untuk ukuran anak SMA pada saat itu, bisa dapat skor 400-450 saja sudah membuatnya berani menepuk dada.

Beberapa waktu kemudian selain TOEFL, kami mengenal  TOEIC, dan lain-lain. Ada banyak sekali. Saat itu di kota saya, Yogyakarta, banyak sekali lembaga kursus yang menawarkan kelas-kelas sukses mendapatkan nilai TOEFL dan TOEIC tinggi. Buku-buku sukses TOEFL juga bertebaran di kios-kios buku murah di  kompleks Shopping Center sampai Gramedia.

Seiring perkembangan teknologi sampai kini banyak sekali layanan untuk belajar dan uji coba test TOEFL dan TOIC secara online. CD/DVD program e-learning untuk komputer bahkan marak lebih mendahului layanan belajar dan test TOEFL/TOEIC online.

Artinya (di sekitar kita, di Indonesia ini) minat terhadap TOEFL/TOEIC tinggi. Minat untuk bagus berbahasa Inggris bagus.

Saya jadi mempunyai suatu pertanyaan, kenapa saat ini tidak ada (belum ada) semacam test standard kelancaran berbahasa Indonesia, baik untuk native maupun non native. Atau sudah ada tetapi saya belum mengetahui, hehe. Apakah karena bahasa Indonesia itu dianggap mudah sehingga semua orang menganggap kurang penting untuk mengukur kemampuan berbahasa Indonesia-nya?

Saya sendiri tidak lahir dan dibesarkan dengan bahasa Indonesia. Saya mulai belajar bahasa Indonesia ketika memasuki kelas satu Sekolah Dasar. Bahasa sehari-hari saya mulai dari ayunan sampai sekarang adalah Bahasa Jawa. Kalau tidak salah ingat, saya mulai bisa agak lancar berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia ketika  memasuki kelas dua Sekolah Dasar.

Saya ingat betul bagaimana perjuangan saya agar bisa berbahasa Indonesia. Kelas dua Sekolah Dasar ketika saya sudah merasa bisa berbahasa Indonesia, saya pernah harus belajar menerima kenyataan ternyata saya tidak bisa berbuat banyak ketika seorang anak tetangga dari Jakarta berbicara Bahasa Indonesia. Saya hanya bisa ‘ndomblog‘ tidak sepenuhnya paham apa yang diucapkan anak itu. Anak itu adalah Andry Prastyawan, sekarang bekerja sebagai IT support di istananya pak sby.

Belajar dari pengalaman itu, sampai sekarang saya tidak yakin dengan kelancaran berbahasa Indonesia saya. Kalau ada standardnya, saya ingin tahu Bahasa Indonesia saya ada di level mana, skor saya berapa.

Saya pikir bukan hanya kelancaran berbahasa Indonesia saja yang perlu dibuat standard dan instrumen pengujiannya, bahasa Jawa dan bahasa lain pun perlu. 🙂

Sebenarnya, apa tidak memalukan bila kita bangga dengan skor TOEFL 600-an, tapi giliran ditanya skor kelancaran berbahasa Indonesia dan skor bahasa daerah yang digunakan sehari-hari saja tidak tahu.

Ngomong-ngomong berapa skor TOEFL Anda? 🙂

Wish You Were Here

Remember the first time when I saw you
Thinking one day we’ll be the lucky two
I look at you with your beautiful hair
Give me your hand and we’ll go somewhere

I would take you down the city for a ride
Spend the night together by the river on the west side
Wish you were here, I wish you were here, I wish you were here

If I knew then what I know now
And that one day we would say goodbye
So many things that we’ve left unsaid
Remember your naked back on my back

video and lyric are pasted from Hanny Kusumawati‘s facebook  🙂

Eling nalika sepisanan nyumurupi endahing pasuryanmu
Nedya tuwuh ing ati samangsa-mangsa mengko sakloron bakal linuberan ing kabegjan
Tansah dak sawang endahing pasuryanmu saka klebat2ing rikmamu
Oh cah ayu, daya2 ulungna tanganmu tumuli ayo enggal2 lumayu sangendi-paran…..

Aku nedya anganthi sliramu mlaku2 ing tengahing kutha
Napisake sisaning wengi, trus lumaku sapinggiring kali ing brang kulon
umpama saiki aku sumandhing sliramu, umpama saiki aku sumandhing sliramu, umpama saiki aku sumandhing sliramu…

Umpama aku nyumurupi samubarang kang dak ngerteni ing wanci iki,
Lan samangsa2 bakal tumeka wancine pepisahan
Iba akehe wewayangan kang agawe pinggeting ati kang tan kena kineplasake mawa pepethan apa,
Kelingan nalika gigirmu ing brantaning gigirku……..

Jika lagu ini berkisah tentang cinta pandangan pertama, maka saya katakan saya suka lagu ini pada pendengaran pertama. Saya menemukan lagu ini di timeline facebooknya Hanny Kusumawati.

Tidak puas dengan memutarnya untuk kesekian kalinya, saya men-share lagu ini beserta lirik teksnya di timeline facebook saya. Kemudian Pak Hery Nugroho Wibisono menerjemahkanya bait pertama ke dalam bahasa Jawa. Keren sekali. Saya suka.

Saya kemudian berusaha menerjemahkan bait kedua dan ketiga. Hasil terjemahan saya jelek. Dan yang saya cantumkan di atas itu pastinya apa yang mengalir dari beliau. 🙂

*sebenarnya saya ingin menyisipkan foto punggung siapa gitu yang pernah saya ambil dengan handphone saya, tapi khawatir komplain seperti posting saya di lapak sebelah*

Sedikit Masalah Privacy di Google+

Apa yang selama ini saya pahami, konten yang kita share di google+ hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang kita kehendaki, kecuali kita membagikan suatu konten secara public. Itu benar.

Masalah Privacy yang sedikit mempermalukan saya pada beberapa hari yang lalu, setelah saya pikir-pikir merupakan kesalahan saya sendiri. Ceritanya begini:

Saya meng-upload semua foto dari kamera digital saya ke Google+. Setelah foto-foto selesai diupload, Google+ mencoba mengenali wajah-wajah orang yang ada di foto-foto itu. Google+ menawarkan diri untuk membantu mengirimkan tag request ke seseorang yang ia anggap mirip. Saya menerima tawaran ini. Kemudian saya memberikan Nama Album dan mengatur privacy agar hanya bisa dilihat oleh orang-orang dalam circle tertentu. Selesai.

Beberapa saat kemudian. Mas Ikhlasul Amal tiba-tiba mengomentari salah satu foto dalam Album itu. Mas Amal bilang, kenapa dia yang saya mintai untuk men-tag foto itu. Saya kaget sekaligus merasa malu. Mas Amal tidak berada dalam circle dimana saya berbagi foto itu. Kenapa bisa? Ada masalah apa dengan Privacy Setting milik Google+?

Setelah agak lama sampai tidak bisa tidur memikirkan hal itu. Permasalahanya bisa saya temukan. Permasalahanya adalah face recogniton yang dimiliki Google+ tidak akurat. Kesalahan yang dilakukan Google+ adalah mengidentifikasi wajah seorang wanita dalam foto itu sebagai Ikhlasul Amal. Kesalahan parah menurut saya.

Kesalahan saya yang tidak kalah parahnya adalah saya hanya klak klik tombol next tanpa membaca siapa saja yang diduga Google+ memiliki wajah dalam foto-foto itu. Saya tadi mengira Google+ hanya akan mengirimkan tag request kepada orang-orang yang masuk dalam circle dimana saya berbagi album itu. Ternyata tidak.

Lesson Learned: Lain kali saya tidak akan menggunakan fitur face recognition di Google+ untuk membantu photo tagging dan lebih berhati-hati dalam men-share content di Google+.

Ngantuk Tetapi Susah Tidur

Sejak hari Kamis pekan lalu saya tidak bisa memenuhi waktu tidur dengan baik. Saya sering mulai tidur setelah jam satu dini hari dan bangun jam 5, malam minggu kemarin saya tidur jam setengah empat, dan bangun jam lima lebih sedikit, malam seninnya saya bisa tidur malam sekitar 5 jam, gilanya, malam selasa kemarin saya tidak tidur semalaman. Saya tidak punya tidur siang selama seminggu terakhir ini.

Saya tidak tidur bukannya tanpa alasan. Ada saja yang harus saya kerjakan dan selesaikan. Apakah saya tidak cape dengan tidur yang tidak berpola seperti itu? Tentu saja sangat cape. Tetapi secape-capenya saya, kalau ada sesuatu yang harus dikerjakan dan agak menantang, rasa kantuk akan sirna seketika. Apalagi ditantang berdebat untuk topik-topik yang saya suka. 😀

Mata memerah, kelopak mata berkantung dan berair, muka terasa tebal, kusut, kucel, menggelap legam, tumbuh dua jerawat di pipi kanan saya sudah saya rasakan sejak Jum’at malam lalu. Padahal sesekali saya juga sudah mandi.

Sekarang, tepatnya mulai tadi malam, sebenarnya saya sudah bisa tidur karena apa yang saya kerjakan sudah hampir sepenuhnya selesai. Senang. Pikiran sudah tidak overloaded lagi. Tapi, entahlah, saya tetap harus melewati semalam insomnia sehingga sekarang tubuh belum terasa bugar.

Kecapean dan kurang tidur seperti ini membuat saya akhir-akhir ini menjadi temperamental, reaktif,pemarah dan cenderung destruktif gara-gara dipicu hal-hal yang sebenarnya sepele dan sangat bisa diabaikan ketika saya sedang berkecukupan stok kebugaran. Jadi sebelum menimbulkan lebih banyak korban, haruskah untuk nanti malam saya menggunakan bantuan obat tidur? Saya belum pernah sih menggunakan obat tidur.

Membangun Emosi Untuk Tulisan Fiksi

Kekuatan sebuah novel, roman, cerpen atau tulisan fiksi lainnya ditentukan terutama  bangunan emosional yang diciptakan oleh penulisnya melalui sebuah cerita. Berbeda dengan tulisan non fiksi yang kualitasnya sangat tergantung data yang bisa dihimpun dan analisis secara tajam, kemudian dituliskan dengan sistematis. Mana yang lebih cerdas dari keduanya. Saya tidak tahu dan kali ini bukan mana yang lebih cerdas yang ingin saya bahas.

Saya ingin tahu siapa saja yang bisa membuat tulisan-tulisan non fiksi. Apa semua orang bisa menulis non fiksi yang bagus? Apa menulis cerpen atau novel bisa dipelajari dan dilatih? Tentu saja hal ini tidak perlu saya tanyakan untuk tulisan ilmiah dan non fiksi. Sedangkal pengetahuan saya, tulisan non fiksi bisa ditulis oleh siapa saja yang bisa mengumpulkan data dan membuat analisis yang bagus yang seluruhnya bisa dipelajari.

Katakanlah novel pembangun semangat yang best seller di Indonesia seperti 9 Summers 10 Autumns -nya Iwan Setyawan dan Laskar Pelangi -nya Andreas Hirata ditulis sendiri oleh pelaku yang mengalami sendiri kisah yang diceritakan. Apakah “mengalami” itu kunci sukses untuk membuka ruang emosi dalam sebuah tulisan?

Kalau Negeri Lima Menara? Saya belum baca Negeri Lima Menara. Jadi saya tidak tahu apakah penulis menjadi bagian dari kisah novel atau tidak. hehehe

Saya tadi sebenarnya tergelitik untuk menulis posting ini karena terbersit  sebuah  penasaran. Apakah kisah tragedi cinta yang menguras air mata itu hanya bisa dituliskan oleh orang yang pernah merasakan jatuh cinta, merasakan cemasnya semalam tidak bisa tidur karena cemburu, merasakan ulu hati yang nyeri karena putus cinta. Apakah pengalaman emosional seperti itu tidak bisa datang hanya dari imajinasi seorang penulis yang bisa jadi didapatkan dari membaca cerita non fiksi lain atau mengamati apa yang terjadi di sekitar?

Sebaliknya apakah fiksi cinta duka nestapa akan lebih bisa dinikmati oleh orang yang pernah mengalaminya. Sehingga ketika selesai membaca orang itu akan berkomentar, “Novel ini saya banget”. Menurut Anda bagaimana?