Menikmati Petang di Watu Lumbung

Rupanya sudah lama di blog ini saya tidak menulis tentang jalan-jalan. Memang saya sudah cukup lama tidak jalan-jalan. Alasannya saya sedang fokus latihan mempersiapkan lomba lari Jakarta Marathon. Meski kenyataannya sungguh-sungguh latihan juga tidak, jalan-jalan pun tidak. Terus ngapain saja selama beberapa bulan ini?

Saya harus lekas insyaf. Kembali jalan-jalan lagi dengan benar. Sabtu siang akhir pekan lalu saya menghubungi Dwi Susanti. Saya memintanya menemani saya jalan-jalan. Bisa jalan-jalan untuk menikmati sunrise,  bisa jalan-jalan menikmati sunset.

Watu Lumbung pun disarankan oleh Susanti. Saat itu saya masih bingung Watu Lumbung yang mana. Setahu saya Watu Lumbung adalah salah satu pantai di Gunungkidul. Saya salah. Rupanya Watu Lumbung yang dimaksud merupakan sebuah bukit untuk menikmati senja di bilangan Kretek kabupaten Bantul. Sedikit menelisik Instagram saya langsung tahu kalau tempat ini sudah cukup lama ngehit. Saya saja yang tidak tahu. Minggu sore kami sepakati untuk ke sana.

Berangkat dari rumah tepat sehabis shalat Ashar, saya bisa sampai di depan Balai Desa Selo Harjo (Pundong – Bantul) dimana Susanti menunggu sekitar pukul 16:00 WIB. Menurut Susanti bila langsung ke Watu Lumbung yang jaraknya tinggal 10 km lagi akan masih cukup siang. Bisa kelamaan menunggu sunset. Ia pun mengajak saya untuk berkeliling melihat-lihat Gua Jepang yang merupakan salah satu andalan wisata kecamatan Pundong – Bantul. Ini menarik. Kebetulan saya belum pernah ke Gua Jepang.

Kami pun membawa motor kami naik ke perbukitan dimana Gua Jepang terletak. Perbukitan yang bisa dibilang cukup tinggi. Perbukitan yang membawa kami pemandangan indah berupa lanskap persawahan, pemandangan gumuk pasir Pantai Parangtritis sampai Pantai Depok.

Gua Jepang itu sendiri rupanya bukanlah seperti gua-gua yang saya tahu seperti Goa Rancang, Goa Tritis, Goa Ngingrong, Goa Senen dan sejenisnya. Goa Jepang adalah goa buatan. Goa yang sebenarnya merupakan bunker persembunyian (atau pengintaian) tentara Jepang pada jaman pendudukan Jepang, pada jaman Perang Dunia II dulu.

Gua Jepang (Bunker Peninggalan Tentara Jepang) di Pundong - Bantul

Gua Jepang (Bunker Peninggalan Tentara Jepang) di Pundong – Bantul

Gua Jepang (Bunker Peninggalan Tentara Jepang) di Pundong - Bantul

Gua Jepang (Bunker Peninggalan Tentara Jepang) di Pundong – Bantul

Gua Jepang (Bunker Peninggalan Tentara Jepang) di Pundong - Bantul

Ada banyak sekali bunker atau gua-gua di kompleks Goa Jepang di perbukitan ini. Mengamati salah satu bunker ini lebih dekat, saya bahkan memasukinya, mengingatkan saya akan dua buah film yang saya tonton beberapa tahun yang lalu. Film itu adalah The Flag of Our Father dan A Letter from Iojima. Kedua film yang sama-sama menggambarkan Perang Dunia II. Menggambarkan perjuangan tentara jepang di suatu kepulauan di Asia Pasifik menghadapi gempuran tentera Sekutu, Amerika Serikat dan kawan-kawannya. Barangkali Goa Jepang di Pundong ini dibangun pada tahun yang sama sebagai usaha membangun proxy untuk menghadapi tentara sekutu.

Di kompleks Gua Jepang ada satu spot keren selain gua yang kami kunjungi. Spot yang untuk menujunya harus ditempuh dengan jalan kaki melewati setapak itu adalah “Bukit Kahyangan”.

Bukit yang seharusnya merupakan tempat terbaik untuk menikmati Sunset. Menikmati matahari tenggelam di atas hamparan pasir dan pantai Parangtritis nun jauh di sana. Mungkin kami akan menikmati sunset di sana lain waktu. Bukankah kali ini kami ingin ke Watu Lumbung.

Puncak Bukit Kahyangan di Kompleks Gua Jepang  - Pundong Bantul

Puncak Bukit Kahyangan di Kompleks Gua Jepang – Pundong Bantul

View dari Bukit Kahyangan kira-kira seperti ini. Ini beberapa jam sebelum indah. Sinar Matahari masih cukup “harsh”. Meskipun apa yang kami rasakan adalah kesejukan angin pantai berbaur angin pegunungan.

Kesejukan dan keindahan Puncak Bukit Kahyangan tidak boleh membuat kami terlena keenakan. Kalau kelamaan berleha bisa jadi kami tidak jadi ke Watu Lumbung yang jaraknya tinggal hitungan menit lagi. Segera meluncur ke sana dan kami memilih salah satu spot menikmati senja. Tempat yang menjadi pilihan adalah: Alas Kuliner.

Alas Kuliner - Watu Lumbung - Kretek - Bantul

Alas Kuliner – Watu Lumbung – Kretek – Bantul

Petang itu Alas Kuliner tidak ramai. Ini sebuah kebetulan yang harus disyukuri. Kebetulan yang memungkinkan kami memilih meja dan tempat duduk sesuka hati. Kurang apa coba kalau bisa mendapatkan meja seperti ini:

Alas Kuliner - Watu Lumbung - Kretek - Bantul

Sebuah tempat duduk berhadap Jembatan Kretek yang “iconic” dan bentang alam yang hijau. Duduk di tempat seperti ini coba apa yang ingin kami pesan. Es Degan? Pisang Bakar? Sayang keduanya habis. Ini adalah pesanan alternatif sebagai teman menunggu senja. 🙂

Menikmati Teh Poci di Watu Lumbung - Kretek - Bantul

Menikmati Teh Poci di Watu Lumbung – Kretek – Bantul

Menikmati Teh Poci dan Gorengan di Watu Lumbung - Kretek - Bantul

Menikmati Teh Poci dan Gorengan di Watu Lumbung – Kretek – Bantul

Menikmati Senja di Watu Lumbung - Kretek - Bantul

Menikmati Senja di Watu Lumbung – Kretek – Bantul

Matahari perlahan turun meninggalkan semburat warna jingga di ufuk barat. Sampai ia paripurna bertugas menerangi. Tugas yang tak beberapa lama digantikan oleh lampu-lampu …

Menikmati Pentang dan Jembatan Kretek di Watu Lumbung - Kretek - Bantul

Menikmati Pentang dan Jembatan Kretek di Watu Lumbung – Kretek – Bantul

Menikmati Pentang dan Jembatan Kretek di Watu Lumbung - Kretek - Bantul

Menikmati Pentang dan Jembatan Kretek di Watu Lumbung – Kretek – Bantul

Keindahan waktu petang yang membuat kami terdiam. Bukan apa-apa. Mengambil foto seperti ini tidak boleh berisik bukan. Sedikit saja kamera yang diatur dalam mode slow speed tergetar akan menghasilkan foto yang tidak keren sama sekali. Foto ini tidak keren amat. Maklum hanya diambil dengan handphone, ASUS Zenfone 3 yang disandarkan di punggung cangkir yang tadi digunakan untuk menikmati teh poci panas.

Kita tidak boleh khilaf karena keindahan ciptaan-Nya. Adzan Maghrib sudah berkumandang sedari tadi. Saatnya mencari mushala untuk menunaikan ibadah Maghrib. Untungnya mushala tidak susah ditemukan. Ia ada di komplek Watu Lumbung ini.

Nah, jadi pengen ke sana lagi kan 🙂

15 komentar di “Menikmati Petang di Watu Lumbung

  1. Pertama kali tau tentang Goa Jepang malah dari novel Sersan Grung-grung (yg seumuran pasti tau hihiii). Kapan2 ntar pengin ke sana tolong temani ya Kaka J, pengin juga merasakan romantisme Watu Lumbung saat senja merayapi bumi.

  2. Wehehe makasih mas sudah mau mereview salah satu tempat di Pundong 🙂
    Sayangnya di sini masih susah ditemukan tempat yang pas buat menyunrise

Tinggalkan komentar