Bukan Race Review: Anak Desa Menikmati Euphoria Jakarta Marathon 2016

Menjejak Garis Finis Jakarta Marathon 2016

Menjejak Garis Finis Jakarta Marathon 2016

Jakarta Festival City Marathon 2016 sudah lebih dari satu minggu berlalu, tetapi derap ribuan kaki berlari menghentak jalanan ibukota masih terus terngiang di telinga. Menyisir jejaring sosial Instagram dan Facebook untuk menemukan aneka ekspresi curahan rasa sampai sekarang bagi saya tak ada bosannya. Festival City Marathon tahunan yang banyak dihujat orang itu rupanya malah membuat saya (saya saja?) larut dalam euforia.

Berangkat menuju Jakarta Marathon 2016 saya tidak membawa banyak target. Satu-satunya target saya adalah mencapai garis finish dengan selamat tanpa cedera. Cukup finish strong.

Saya tahu diri. Untuk lomba lari Half Marathon pertama ini saya kurang baik mempersiapkan segala bekal yang dibutuhkan. Terutama bekal berupa menjalankan program latihan secara disiplin. Saya akui saya bolong-bolong menjalani program yang disusun oleh Nike+ Running Club yang saya pilih. 30% saja sepertinya kurang.

Bahkan sepanjang tahun 2016 ini saya hanya bisa sekali melakukan long run sepanjang 21KM dengan pace santai. Penurunan drastis dibanding tahun sebelumnya yang mana saya bisa berlatih finish HM jalanan raya beberapa kali.

16 Oktober 2016 seyogyanya merupakan latihan HM terakhir yang akan saya gunakan sebagai benchmark.

Untung tak bisa dipungut, malang tak bisa diluruskan begitu saja. Kamis 13 Oktober sakit gigi saya kambuh untuk ke sekian kalinya. Menurut dokter gigi, solusinya adalah operasi cabut gigi petang itu juga. Berarti sampai hari lomba saya sudah tidak punya kesempatan untuk latihan. Pilihan yang tersisa sambil menunggu hari H adalah jogging-jogging cantik.

Menjelang berangkat ke Jakarta saya galau urusan sepatu. Apakah saya akan membawa sepatu latihan harian: Nike Pegasus 33 atau sepatu lari lomba: Nike Zoom Streak, atau Kumo Racer.

Tidak begitu percaya diri dengan stamina saya saat berlomba HM di Jakmar kelak, akhirnya saya membawa Pegasus 33 dan Kaos kaki Nike Chusioned Dry-fit. Agar kaki-kaki saya terproteksi secara maksimal. Konsekuensinya saya tidak bisa berharap banyak mendapatkan catatan waktu yang baik.

Kata-kata penghiburan yang saya bacakan komat kamit berulang-ulang adalah: Ingat, race goal saya kali ini adalah finish strong.

Iseng-iseng melihat-lihat running gears di Nike Grand Indonesia Mall saya mulai berubah pikiran. Di sini saya membeli kaos kaki Nike Elite Dry-fit. Kaos kaki yang peruntukannya memang untuk lomba lari, untuk menggantikan Chusioned yang saya bawa dari rumah.

Minggu, 23 Oktober 2016, saya keluar dari hotel setelah menunaikan shalat subuh. Sampai di Monas sekitar pukul 04:45 WIB. Waktu semepet ini tidak memungkinkan kami PB, photo banyak. Apalagi sesampai di garis start saya sudah mendengar alarm Full Marathon dibunyikan dan melihat pelari kategori Full Marathon berhamburan koloni kelelawar keluar dalam kegelapan.

Saya segera merapat ke garis start. Sadar akan kemampuan, saya pun memilih berdiri di barisan belakang. Jauh di belakang pacer-pacer HM yang membawa balon warna biru. Bila saya terlalu ke depan, saya takut menghalangi pelari yang lebih cepat.

Masih ada waktu beberapa menit sebelum flag off category half marathon. Saya memanfaatkannya dengan baik. Menenangkan hati yang mulai gulana dan jantung yang mulai berdetak hebat bak mau  bertemu calon mertua.

Wasiat nenek moyang penepis gundah yang berusaha erat saya pegangi adalah: Better stand on the start line under training rather than over trained. Tolong koreksi bila saya salah tulis kalimat. Inti wasiat kaki nini di desa singkatnya adalah lebih baik baik berdiri di garis start kurang latihan daripada kecapean berlatih berlebihan.

Saya mengucapkan Bismillah dengan hikmat penuh keyakinan. Go!

garmin-jakarta-jarwadi-02

KM 1 sampai KM 2 adalah perjuangan terberat saya. Saya harus berlari zig zag menerobos pelari-pelari di depan saya untuk bisa berlari di sub pace 3:30. KM 2.5 saya merasa lega. Saya sudah berhasil keluar dari kerumunan pelari. Saya mempertahankan sub pace 3:30 sampai water station pertama di KM 2.5. Di WS ini saya bisa berhenti, minum dan bernafas lega.

Sepanjang 2.5 KM berlari dalam pace 3:30. Kemudian istirahat hampir 1 menit. Hasilnya pace 4:00 jua. Yowis orapopo ojo digeguyu.

KM 2.5 sampai KM 5 saya mencoba berlari dengan sub pace 4:00. Saya sengaja menurunkan kecepatan dibanding 2,5 KM pertama, untuk menghemat tenaga.

Hujan turun makin deras di KM 6. Saya mencari tempat berteduh. Saya menyelamatkan iPhone (untuk menjalankan aplikasi Nike+ Run Club) di saku celana. iPhone saya pindahkan ke dalam waist bag waterproof pemberian Bank Mandiri. Saya jadikan satu dengan Asus Zenfone 3. Lho lari kok bawa banyak handphone? Niat saya lari memang mau bersenang-senang sambil motret semua saja bila bisa.

Saya kembali melanjutkan berlari di bawah guyuran air hujan. Mulai KM 6 ini saya tidak bisa mengetahui dalam pace berapa saya berlari secara pasti. Saya hanya menggunakan instuisi dan memperhatikan pola nafas. Berlari dengan cara seperti ini menyenangkan juga, meski tidak pernah lazim saya lakukan sebelumnya.

_a631673

Sampai di WS di KM 7.5 saya berhenti minum. Memang di tiap WS saya benar-benar berhenti sekitar setengah menit sampai satu menit untuk minum isotonik dan air mineral.

Melihat kanan kiri ketika meneruskan berlari lagi saya baru ngeh, baru tersadar. Saya sekarang berlari di antara para pelari Full Marathon. Saya hanya melihat ada satu atau dua pelari kategori saya.

Dari kejauhan saya mulai melihat balon biru pacer FM. Saya mengejar mereka dengan santai. Saya berhasil mendahului pacer kategori FM kira-kira menjelang KM 10. Seperti biasa di tiap WS saya berhenti minum di WS KM 10. Kalau tidak salah di KM 10 ini pula saya harus berjuang menembus kerumunan pelari kategori 10K.

Lepas dari kerumuman pelari 10K saya merasakan lintasan lari yang lega. Berlari di jalanan jakarta sehabis hujan kemudian terasa menyenangkan. Saya menikmati iseng menginjakkan kaki di genangan air, kemudian air itu terciprat kemana-mana. Ini mengingatkan romantisme “keceh” masa kecil. Termasuk air yang muncrat dari ujung sepatu tiap kali kaki menghentak aspal.

jakarta-marathon-hujan

Terlalu enjoy menjalani berlari bersama bayangan banyangan kenangan masa kecil saya terlewat untuk sekedar membasahi tenggorokan di WS di KM 12.5. Sampai kemudian saya harus meningkatkan pace untuk mengejar WS di KM 15.

Kebetulan melihat cowok-cowok ganteng berseragam Pocari Sweat di pinggir jalan, hati saya tersentuh, untuk memberi kode untuk meminta sebotol Isotonik. Kode bersambut. Si cowok ganteng menghampiri sambil senyum manisnya mengulurkan sebotol Pocari Sweat.

jakarta-marathon-jarwadi-pocari

Terus berlari sambil menggenggam botol Pocari Sweat membuat saya ketawa ketiwi seorangan. Seperti ini yang biasanya saya lakukan ketika long run di jalan-jalan di desa dimana saya tinggal. Berlari mampir di warung membeli minum untuk dibawa berlari.

WS di KM 17.5 nampak sepi. Hanya cewe-cewe Pocari yang menyoraki saya seorangan sambil mengulurkan gelas berisi Isotonik. Saya menolak kebaikan hati mereka dengan menunjukkan botol Pocari Sweat yang diberikan oleh cowok ganteng di KM 15. Anehnya penolakan saya berujung sorakan-sorakan histeris.

jakarta-marathon-jarwadi-kang-uchie

Di KM 18 saya berhasil dengan susah susah mengejar Kang Uchie. Kesempatan langka bertemu seleb runner yang terlalu berharga bila disiakan tanpa celebrasi toss. Kami kemudian berlari satu pace mungkin sekitar 1 KM, sampai akhirnya di KM 19 saya berbelok mengikuti rute HM, Kang Uchie meneruskan course FM.

Mulai KM 19 saya merasa kesepian. Saya tidak melihat pelari-pelari lain di samping kiri kanan dan belakang. Dalam radius ratusan meter tidak ada pelari di depan saya yang memotivasi untuk berlari lebih cepat, untuk mengejarnya. Mungkin setelah satu jam lebih pelari beneran sudah ngopi-ngopi di belakang garis finish. Sementara penyuka lari seperti saya masih berjibaku mengaspal jalan milik ibu tiri, jalanan ibu kota negara kita.

Hanya teriakan-teriakan segerombolan cewek-cewek berbaju biru di WS di KM 20 yang membangkitkan kembali nuansa sebuah race.

Jalanan setelah titik KM 20 menurut saya tidak steril. Banyak orang berlalu lalang. Kira-kira KM 20.3 saya apes. Ada orang-orang yang nampak seperti Marshal (tapi mungkin bukan) yang mengarahkan saya untuk berbelok. Saya pun berbelok sampai kira-kira 150 meter. Mulai menyadari kalau berbelok itu salah, saya pun balik lagi ke jalan besar dan bertanya kepada orang-orang kemana sebenarnya saya harus berlari.

jakarta-marathon-titik-sesat

Akhirnya saya bisa kembali berlari di jalan yang benar. Saya memang marah dengan orang yang mengarahkan saya untuk berbelok tadi. Tapi sedikit berprasangka baik, mungkin orang tadi mengira saya bukan peserta lomba Jakarta Marathon. Toh saya tidak mengenakan T-shirt paket lomba. Saya mengenakan kaos IndoRunners warna hitam.

Baru berlari di jalan yang benar kira-kira 100 meter, saya harus misuh-misuh ala Gunungkidul. Saya terpaksa berhenti mendadak memisuhi pesepeda yang hampir menabrak.

KM 20,3 sampai kira-kira KM 20,7 benar-benar perjuangan sulit bagi saya. Bukan karena saya sudah cape dan lelah tetapi kali ini saya harus menjinakkan diri yang mulai menyalahkan keadaan. Saya heran kenapa panitia Jakmar tidak memberi penjagaan khusus di 1 KM terakhir menjelang garis finish.

Kira-kira 300 meter menjelang garis finish saya berlari biasa saja. Mulai kejadian tersesat sampai insiden hampir tertabrak sepeda, saya sudah sama sekali tidak punya motivasi untuk melakukan final effort (sprint) sampai di garis finish.

Beberapa jangkah setelah melewati garis finish saya dihentikan oleh panitia. BIB saya dilihat dan dicatat secara manual. Saya heran juga mengapa seperti ini dicatat secara manual di tengah-tengah jaman serba IT. Setelah BIB saya dicatat saya diberi tahu kalau saya finisher Half Marathon ke-17.

Di garis finish saya merasa haus sekaligus bingung dimana mencari penyedia minuman. Di sela-sela bingung ingat untuk melihat papan penunjuk waktu. Saat saya melihat ke arah penunjuk waktu finish apa yang tertera adalah angka 01:42. Mungkin saya tadi finish di 01:40

Mencari penyedia minum tidak ketemu juga, akhirnya saya menuju ke tempat pengambilan medal. Ada antrian mengular di tempat pengambilan medal lomba 10K dan 5K. Sementara di tempat pengambilan medal lomba HM tidak ada antrian. Menurut petugas, saya adalah orang ke-10 yang mengambil medal.

Nah rupanya di sini selain diberi medal juga diberikan sebotol Pocari Sweat dan sebuah pisang. Oh jadi di sini penyedia minumnya. Jauh ya dari garis finish. Untung saya tadi segera kepikiran mengambil finisher medal. Bila tidak saya akan kehausan lebih lama.

Ini adalah kesertaan lomba Half Marathon saya untuk pertama kalinya. Apapun hasilnya saya bersyukur alhamdulillah. Setiap kejadian di sepanjang sebelum garis start sampai setelah garis finish harus diambil hikmahnya.

HM pertama yang mengantarkan saya pada peringkat ke-17 bisa jadi hikmahnya adalah: Allah mewanti-wanti saya untuk selalu berjiwa muda, bersemangat remaja dan berani! hahaha

Tapi tunggu sebentar sebelum percaya saya berada pada posisi ke-17 seperti yang diberitahukan oleh petugas pencatat. Rupanya hasil catatan waktu official di website Jakarta Marathon berbeda. Baca 2 tangkapan layar di bawah ini: jakarta-marathon-race-result

2016-11-01-1

Race timing result yang ditampilkan di website Jakarta Marathon seharusnya lebih bisa dipercaya. Untuk keseluruhan peserta kategori Half Marathon sebenarnya saya peringkat 29. Saya tidak tahu apakah angka 17 yang disebutkan petugas kepada saya merupakan kata-kata penghiburan, penyemangat atau no 17 merupakan peringkat untuk kategori HM closed (peringkat atas pelari berkebangsaan Indonesia).

Lihat nama-nama di atas saya kebanyakan merupakan nama-nama asing. Saya hanya menemukan beberapa saja nama familier orang Indonesia. Melihat race result ini membuat saya sejenak jumawa. Nama saya berhasil pejwan (page one aka istilah dalam teknik SEO). Tinggal spam kiri kanan mencari quality backlink untuk memperbaiki posisi kata kunci ini. 

Sampai ketemu di Jakarta Marathon 2017. Dari sekarang saya sudah berniat membeli tiket FM. Semoga saya diberikan rejeki dan kesempatan berlomba lagi di Monas.

RB : Jarwadi, your first Half Marathon race target was left unset. Pretty much like your unsaid firt love, hihi.

MJ : How did you know that? :p Just put it off your too old school memory cells =)) 

RB : I challenge you to complete your next HM race by sub 85 minutes. Me pretty sure you’d take it.

MJ: … (melongo)

Iklan

14 komentar di “Bukan Race Review: Anak Desa Menikmati Euphoria Jakarta Marathon 2016

  1. Ping balik: Menikmati Petang di Watu Lumbung – Gadget, Running & Travelling Light

  2. Ping balik: Nike Air Zoom Pegasus 33 – Gadget, Running & Travelling Light

  3. Ping balik: Mengikuti Lomba Lari di Luar Kota, Apa Saja yang Perlu Dipersiapkan? – Gadget, Running & Travelling Light

  4. Ping balik: Mau Jelajahi Sudut-Sudut Jogja, Pakai UBER Saja – Gadget, Running & Travelling Light

  5. Ping balik: Stimuno Forte, Untuk Membentengi Kebugaran Diri Setiap Hari – Gadget, Running & Travelling Light

  6. Ping balik: cerita lari electric jakarta marathon 2018, gagal nempel pacer 1.00 | kankkunk - blognya nbsusanto

  7. Ping balik: Race Review: Jakarta Marathon 2019 Menjadi Versi Marathon Terbaik Ibukota – Gadget, Running & Travelling Light

  8. Ping balik: Review Mandiri Jogja Marathon 2019, Lebih Baik Namun Belum Baik – Gadget, Running & Travelling Light

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s