Kebersamaan saya dengan sepatu lari ini sudah cukup lama. Menurut timeline Instagram sudah sekitar 13 pekan. Saya meminang Nike Air Zoom Pegasus 33 pada bulan September 2016. Untuk berlatih mempersiapkan diri mengikuti Jakarta Marathon 2016 pada 23 Oktober 2016.
Melebihi apa yang saya niatkan untuk finish strong menuntaskan perlombaan itu, sepatu ini mengantarkan saya kepada pencapaian catatan waktu yang tidak begitu buruk (1:41″59′). Sebulan sebelumnya pada akhir September Pegasus 33 ini juga telah mengantarkan saya naik ke podium event lari lokal Baron 10 K.
Mengingat jasa-jasa sepatu ini saya akan merasa bersalah bila tidak kunjung menuliskan sepatah dua patah kata.
Ada 2 warna yang tersedia di Nike Store Ambarukmo Plaza ketika sepatu ini baru saja meluncur, yaitu: biru navy dan warna hijau edisi Olimpiade Rio. Saya memilih warna favorit saya: biru meskipun saya menginginkan keduanya.
Look and feel Nike Air Zoom Pegasus 33
Apa yang secara visual terlihat membedakan Pegasus 33 dengan Pegasus 31 adalah penggunaan flywire cord, sementara Peg 31 masih menggunakan tali sepatu biasa. Sementara Pegasus 32 juga sudah menggunakan flywire cord.
Nah, apa yang nampak membedakan Pegasus 33 dan Pegasus 32 adalah reflective material. Reflective material yang hilang di Pegasus 32 kini dihadirkan kembali untuk Pegasus 33. Reflective material bagi saya merupakan sesuatu yang penting, ketika saya berlari dini hari sehabis subuh.
Bila outsole pada Pegasus 31 dan Pegasus 32 mempunyai pola yang persis sama, kali ini Nike memperbarui pola itu untuk Pegasus 33.
Itu semua adalah perbedaan yang mudah ditemukan secara visual. Ada lagi perbedaan yang lebih prinsip yang dibuat Nike untuk Nike Air Zoom Pegasus 33. Sebagian orang menyebutnya sebagai mayor update. Update itu adalah penambahan Zoom air unit di bagian forefoot sepatu. Kini Pegasus mempunyai 2 Zoom air unit. Pegasus 32 dan sebelumnya hanya mempunyai satu Zoom air unit di bagian heel.
Ride and feel Nike Air Zoom Pegasus 33
Sebelum saya menceritakan pengalaman saya berlari menggunakan sepatu ini agar diketahui bahwa saya adalah penyuka berat Zoom Pegasus 31, bukan yang Pegasus 32. Buktinya saya punya 2 pasang sepatu Nike Air Zoom Pegasus 31. Penggunaan Flywire Chord adalah penyebab kekurang sukaan saya.
Mau tidak mau mencoba menggunakan Pegasus 33 saya harus berdamai dengan Flywire Chord. Dan seperti prasangka buruk saya sebelumnya, penggunaan flywire chord ini membuat bagian tengah kaki saya merasa tertekan. Mengatur-atur kekencangan tali sepatu bagi saya tidak cukup membantu. Mudah-mudahan ini masalah keterbiasaan saja yang akan mengikuti seiring waktu.
Karakter Pegasus dengan Toebox yang ketat tetap dipertahankan Nike sampai generasi ke-33 seri Pegasus. Ini tetap saya rasakan dan apa yang saya inginkan dari sebuah sepatu lari. Begitu juga fit (kepasan) di bagian medial yang membuat kaki terasa terkunci.
Berlari santai (pace 6’00” sampai pace 6’30”) di jalan aspal dengan Nike Air Zoom Pegasus 33 terasa amat nyaman. Begitupun ketika sesekali saya berlari di rerumputan di pinggiran jalan aspal, pegasus 33 tetap memberikan stabilitas sehingga kaki tidak merasa tergelincir.
Meningkatkan pace lari di jalan aspal menjadi pace 5’00” sampai 5’30” cukup mudah dilakukan tanpa merasakan masalah kenyamanan.
Nah, apa yang membuat berbeda dengan generasi Pegasus sebelumnya adalah ketika mengajak sepatu ini berlari di pace 4’30” atau lebih cepat lagi. Pegasus 33 terasa kurang responsif dan bagi saya terasa terlalu empuk. Sepatu ini kurang bouncy dan kurang memberikan semacam energy rebound. Barangkali ini akan menjadi alasan shahih untuk meminang sepatu racer semacam Nike Air Zoom Streak 6. Aamiiiin.
Lintasan lari dimana saya berlatih sehari-hari adalah jalanan desa di perbukitan dengan segala tanjakan dan turunannya. Untuk jalanan dengan tanjakan dan turunan Pegasus 33 saya rasa mempunyai kelebihan, yaitu tetap stabil ketika berlari menurun dan lebih responsif ketika saya mendaki tanjakan. Barangkali ini benefit dari Zoom Air Unit kedua di bagian forefoot.
Sepatu lari Nike Air Zoom Pegasus 33 memang mempunyai pola rubber outsole yang baru dibanding generasi sebelumnya. Namun perbedaan ini belum bisa saya rasakan apa kurang dan lebihnya ketika berlari di jalan aspal mulus maupun terrain.
Ketika saya mengikuti lomba Jakarta Marathon 2016 saat itu saya kehujanan habis-habisan. Sepatu saya basah-basahan bersama gengangan-gengangan jalanan ibu kota. Sampai-sampai sepatu saya tidak kering sampai perjalanan saya pulang. Ini yang saya curigai ketika saya ingin recovery run pasca Jakmar saya mendapati sepatu yang tak responsif.
Saat itu saya iseng memijit bagian outsole sepatu kemudian membandingkannya dengan Pegasus generasi sebelumnya. Saya baru ngeh ternyata midsole Pegasus 33 ini lebih empuk. Sebelum curiga kalau Pegasus 33 saya rusak bagian midsole nya karena tergenang di Jakmar, saya pun pergi ke Nike Store, untuk membandingkan hasil pijatan dengan Pegasus 33 yang baru. Ternyata hasilnya sama-sama empuk, hahaha.
Kesimpulan?
Menuru saya Pegasus 33 semakin teguh pada posisinya sebagai sepatu training, bukan sepatu lomba. Sepatu ini bisa digunakan untuk berlatih sehari-hari sampai jarak yang jauh. Ini terbukti dengan hampir 200 km mileage yang saya kumpulkan tanpa meninggalkan bekas kerusakan pada sepatu.
Pegasus 33 dengan rubber outsolenya yang kokoh, tentu juga karena heel air zoom unit dan front air zoom unitnya, bisa aman digunakan untuk sesi running drill selama latihan. Sesuatu yang tidak saya sarankan dilakukan dengan Nike Lunarglide 8. Mengenai Nike Lunarglide 8 ini akan saya tuliskan kemudian.
Harga Nike Air Zoom Pegasus 33 saat ini adalah Rp 1.799.000,-. Beberapa varian seperti biru navy seperti milik saya saat ini sudah didiskon 20% di toko toko Nike. Bila anda memerlukan sepatu lari untuk latihan secara kaffah sehari sepatu ini baik yang diskon maupun yang tidak diskon tetap saya sarankan. Sama saja.
Bila Anda menginginkan versi high end untuk kategory sepatu ini bisa mencoba mempertimbangkan Nike Air Zoom Vomero yang harganya sedikit di atas 2 juta. Namun bila anda merasa harga Nike Air Zoom Pegasus 33 cukup mahal, Anda bisa mempertimbangkan Nike Air Zoom Span yang lebih murah, seri yang lebih low end.
harga mahal ya kak tp sesuai dengan kualitas
Wah awet juga yah…
Keren keren, harganya worth it lah
Ping balik: Mengikuti Lomba Lari di Luar Kota, Apa Saja yang Perlu Dipersiapkan? – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Ingin Merekam Aktifitas Olah Raga Outdoor dengan Action Camera? – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Review Running Shoes: Nike Lunarglide 8 – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Mencegah Cidera Dalam Berlari – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Perubahan Radikal di Nike Zoom Pegasus 37 – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: 4 Teknologi Baru di Nike Air Zoom Alphafly Next % – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Review Nike Air Zoom Pegasus 37 – Gadget, Running, Travelling Light