Renew Domain Mapping di WordPress.com

Blog saya ini, http://jarwadi.me , menggunakan layanan blog wordpress.com. Url blog saya menjadi http://jarwadi.me karena saya membeli domain name: jarwadi.me. Lebih tepatnya tidak membeli sendiri melainkan dibelikan oleh seorang teman blogger senior. Nama domain: jarwadi.me itu kemudian dipasang/diset di blog yang sebenarnya adalah https://jarwadi.wordpress.com. Untuk bisa dipasangi nama: jarwadi.me tidak bisa begitu saja. Melainkan saya harus membayar layanan domain mapping dari wordpress.com. Membayarnya sejumlah US $ 13.

Saya pertama kali mengaktifkan service domain mapping di wordpres.com pada tanggal 14 September 2012. Expired pada tanggal 14 September 2013. Berarti sudah expired sejak 3 bulan yang lalu. Notifikasi domain mapping telah expired pun selalu muncul tiap kali saya membuka dashboard wordpress.com. Namun terus saya abaikan. Toh, sampai sekarang wordpress.com juga tidak mendeaktifasi fitur domain mapping di blog saja. Blog saya juga masih bisa diakses di Url: http://jarwadi.me.

Membiarkan service domain mapping expired sepertinya tidak masalah. Sepertinya. Tapi saya kok tetap was-was bilamana dinon aktifkan beneran. Karena kebetulan saya tadi berbicara dengan seorang teman tentang balance Paypal, maka saya jadi langsung kepikiran untuk renew service domain mapping ini. Saya pun langsung minta bantuan seorang teman untuk melakukan renew domain mapping di blog saya.

Renew doman mapping sangat mudah dan cepat. Tinggal membayarkan uang US $ 13 ke wordpress kok. 🙂 Service ini akan aktif sampai 14 September 2014. Semoga tahun depan saya tidak malas lagi me-renew service ini. 😀

renew wordpress.com's domain mapping

renew wordpress.com’s domain mapping

Pemilu 2014, Masyarakat Tidak Bodoh dan Tidak Mau Dibodohi

Apatisme akan Pemilu 2014 bisa menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas tidak hanya milik orang-orang terpelajar, golongan menengah ngehe dan orang perkotaan. Siapa pun yang jadi wakil rakyat, dari partai apa pun akan saja. Sama-sama akan mengeluarkan banyak uang yang dihamburkan selama masa kampanya. Sama-sama tidak akan membawa perubahan menuju perbaikan. Kepercayaan apatis seperti ini pun saya dapati telah merambah ke desa dimana saya tinggal. Suatu pedesaan di kabupaten Gunungkidul.

Ketidak percayaan masyarakat di desa dimana saya tinggal terhadap para calon wakil rakyat dan wakil rakyat ini membuat rakyat menjadi pragmatis. Pragmatisme itu kini mudah dilihat ketika akhir-akhir ini banyak calon wakil rakyat yang sosialisasi (baca: curi-curi start berkampanye di masyarakat) di lingkungan dimana saya tinggal. Masyarakat kini tidak acuh terhadap program kampanye yang diusung calon wakil rakyat. Mereka tidak percaya janji-janji kampanye, sama sekali.

Misalnya: Di desa dimana saya tinggal, pada bulan lalu ada seorang calon legislatif yang mensosialisasikan pencalonannya. Masyarakat pun tanpa basa-basi langsung bertanya apa yang bisa diberikan sang caleg kepada masyarakat sekarang dalam bentuk yang kongkrit. Poinnya adalah “sekarang” Masyarakat tidak mau percaya apa pun yang dijanjikan akan dipenuhi bila sang calon legislatif terpilih.

Akhirnya antara masyarakat dan sang calon logislatif terjadi kesepakatan. Baca lebih lanjut

Samsung Ativ Book E2 dan Ubuntu 13.04 Raring Ringtail

Berniat akan membeli laptop baru, sesiang harian kemarin saya memutari counter-counter Laptop di Jogjatronik. Saya sengaja mencari Laptop di Jogjatronik karena dari rumah saya belum mempunyai gambaran pasti akan Laptop seperti apa yang ingin saya beli. Dengan dana terbatas, kurang dari 5 juta, tentu saya harus jeli sekaligus bersiap dengan kompromi agar bisa membawa pulang ke rumah sebuah Laptop yang sesuai kebutuhan. Saya tidak ingin menyesal belakangan. Saya pun berusaha sejeli mungkin membaca-baca spesifikasi tiap laptop dan mencoba-coba secara langsung laptop-laptop yang banyak dipajang oleh penjual. Saya ingin memastikan apakah sebuah laptop benar-benar nyaman digunakan, keyboard dan trackpad yang ergonomis, desain yang tidak membuat minder, seberapa solid fabrikasinya, dan lain-lain.

Pilihan saya akhirnya jatuh pada Samsung Ativ Book 2. Kenapa saya menjatuhkan pilihan kepada laptop warna putih buatan Samsung ini. Apa yang sekilas menarik dari Samsung Ativ Book 2 adalah desain body dan fabrikasinya yang membawa kesan solid. Setelah saya mencoba-coba, laptop ini juga mempunyai keyboard dan trackpad yang cukup nyaman digunakan. Laptop ini berotakan processor AMD dual core E-2 2000 dengan clock speed 1,75 gigahertz, mempunyai Ram 4 Giga byte, Harddisk 500 giga dan kartu graphic AMD Radeonâ„¢ HD 7340. Layar 15,6″ LED HD beresolusi 1366 x 768 antireflektifnya sepintas juga nyaman di mata. Laptop ini juga dilengkapi dengan sebuah DVD super multi. Spesikasi selengkapnya siakan lihat di sini.Laptop yang akhirnya terbeli dengan harga Rp 4.725.000,- ini saya pikir cukup untuk penggunaan sehari-hari. Rencananya Laptop ini akan lebih banyak dipakai untuk mengetik, mengolah data dan lebih banyak browsing -nya, dan pastinya juga akan menjadi sarana hiburan seperti memutar mp3, menonton video youtube ataupun memutar DVD.

Sesampainya di rumah, saya segera menancapkan USB Flash bootable Ubuntu 13.10 diikuti proses instalasi. Proses instalasi berjalan cepat tanpa ada peringatan error. Setelah restart apa yang terjadi baru kelihatan. Proses booting berhenti pada tahap mengaktifkan mode graphic (X-window). Seperti tangkapan layar ini:

ubuntu 13.10 failed to activating gaphic mode

ubuntu 13.10 failed to activating gaphic mode

Penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, saya menekan Ctrl+Alt+F1 untuk melihat apa yang terjadi. Baca lebih lanjut

Harga LPG Turun Naik

Mulai hari ini harga LPG 12 kg sudah turun. Tepatnya mulai pukul 00:00 wib dini hari tadi harga LPG 12 kg telah diturunkan menjadi Rp 82.200,-. Harga di masyarakat, dipastikan lebih dari itu. Harga di tingkat konsumen konon akan bervariasi sampai di kisaran 90 ribuan rupiah. Harga kenaikan sebelumnya yang banyak diributkan karena dianggap terlalu mahal adalah Rp 117.708,-

Saya mengetahui kabar kenaikan harga LPG 12 kg ini belum lama, setelah ramai dibicarakan di media. Saya sendiri dan tetangga-tetangga di desa dimana saya tinggal tidak terdengar meributkan kenaikan harga LPG 12 kg. Kenapa?

Karena untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di lingkungan dimana saya tinggal, untuk membuat dapur mengepul, bahan bakar yang digunakan kebanyakan adalah kayu bakar. Ada memang yang menggunakan bahan bakar LPG 3kg dan 12 kg di dapur. Tapi tidak banyak. Hanya beberapa rumah tangga saja. Itu pun mereka bisa dengan mudah berganti menggunakan kayu bakar lagi. Di desa dimana saya tinggal kayu bakar banyak tersedia dan relatif mudah didapat. Baca lebih lanjut

Taman Sanggaluri Purbalingga

 

Taman Sanggaluri merupakan salah satu tempat piknik keluarta. Terletak di Purbalingga – Jawa Tengah. Tepatnya beralamat di Jalan Buper, kecamatan Kutasari, kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Taman Sanggaluri atau disebut juga Sanggaluri Park terdiri dari beberapa bagian. Bagian-bagian itu antara lain: Taman Reptil, Taman Serangga, Museum Prestasi, Museum Uang dan Museum Wayang dan Artefak. Di arena Sanggaluri Park pun tersedia wahana permainan anak-anak seperti fasilitas outbond mini, trampolin raksasa, rumah boneka dan rumah balon.

Di antara banyak taman, museum dan wahana menarik di Taman Sanggaluri hanya beberapa saja yang saya jelajahi dan saya coba saat itu. Mengingat keterbatasan waktu. Saat itu (Kamis, 17 Oktober 2013) rombongan kami menjadikan tempat piknik ini sebagai destinasi kedua. Kami ke taman ini setelah kami berkunjung ke taman wisata Baturaden di kabupaten Purwakarta. Tidak banyak yang bisa kami lakukan saat itu mengingat kami tiba di sana setelah Ashar. Taman Sanggaluri akan tutup sekitar 2 jam kemudian.

Memasuki loket masuk Taman Sanggaluri, saya dan teman-teman saya tiba di suatu ruangan dengan banyak koleksi binatang reptil. Ini adalah Taman Reptil itu. Di ruangan ini ada banyak koleksi reptil seperti aneka jenis ular, kadal, tokek dan lain-lain. Semua koleksi binatang ini ditempatkan dalam kotak-kotak kaca. Saya tidak tahu apakah pecahayaan di ruang ini disesuaikan untuk kenyamanan binatang koleksi, yang jelas menurut saya ruangan ini terlalu remang. Mengambil foto-foto binatang koleksi tidak dilarang, cayaha remang itulah yang menjadi hambatan memotret kecuali mempunyai kamera yang mempunyai karakter low light yang bagus.

DSC_0753.resized

DSC_0761.resized

Museum Serangga terletak bersebelahan dengan Museum Reptil. Berbeda dengan Museum Reptil yang memamerkan koleksi binatang yang kebanyakan hidup, Musemum Serangga memamerkan aneka jenis serangga yang telah diawetkan. Serangga ditata rapi menjadi semacam hiasan dinding. Diletakan di dalam kaca bening yang memudahkan pengunjung untuk melihat detilnya. Tiap serangga koleksi pun diberi keterangan nama dan rumpun (tentu saja dengan istilah biologi yang saya tidak familier, hehe) yang informatif. Mengitari ruangan Museum Serangga pengunjung akan menemukan sangat banyak koleksi serangga yang berasal dari penjuru Nusantara.

DSC_0780.resized

DSC_0785.resized

Selama kunjungan rombongan saya di kedua museum ini saya banyak bertemu dengan anak-anak usia sekolah, mungkin sebaya SD atau SMP, yang asyik mengamati aneka  serangga di sini. Baca lebih lanjut

Monitor Touch Screen, Memang Perlu?

Saya baru saja menyunting dokumen sekaligus mengevaluasi kecocokannya dengan suatu file presentasi. Phew.. Capeee. Jadi saya istirahat sambil nge-blog dulu. Hitung-hitung ini sebagai relaksasi (dan distraksi) diri.

Untuk memudahkan pekerjaan saya tadi, menyunting dokumen sekaligus memeriksa kecocokannya dengan file presentasi, saya menyambung sebuah layar monitor ke laptop yang saya pakai. Jadi laptop saya berlayar 2. Layar laptop itu sendiri dan sebuah layar tambahan seukuran 19″. Layar laptop saya gunakan untuk menempatkan window text editor, tentu saja dengan window-window lain yang saya butuhkan. Layar eksternal yang 19″ saya gunakan untuk menampilkan presentasi itu secara full screen.

Menggunakan cara ini seolah akan terasa nyaman. Saya bisa melakukan penyuntingan sambil sekali kali melongok ke layar yang lebih gede dimana presentasi ditampilkan. Memang demikian. Lebih enak.

Masalahnya adalah ketika saya ingin mengganti slide berikutnya atau sebelumnya pada tampilan presentasi. Saya harus membawa cursor saya ke monitor ke-2, ke monitor tambahan. Dan bila sudah diganti saya perlu membawa kembali cursor ke monitor/layar laptop. Ternyata cara ini tidak sepenuhnya praktis. Saya sering kagok kemana seharusnya membawa kursor. Mentok ke arah paling kanan atau mentok ke arah layar paling kiri. Seperti ini membuat saya tadi pusing sendiri, sebel dan terkadang kekagokan yang berulang-ulang itu membuat saya ketawa-ketiwi sorangan.

Saya jadi membayangkan: Seandainya layar eksternal, layar ke-2 ini berteknologi touch screen  Pasti saya tidak perlu membawa cursor kemana-mana. Cukup menjulurkan tangan dan memencet tombol next atau prev di layar monitor, hehehe. Sepertinya enak, nyaman dan sangat efisien ya.

Padahal beberapa waktu lalu saya sempat sinis, mempertanyakan apa manfaat laptop yang berteknologi touch screen. 🙂

Google Chromebook

Saya merasa aneh dengan diri saya sendiri. Belum lama sih rasa anehnya. Baru beberapa minggu terakhir saya merasakanya. Hal aneh ini terkait kebiasaan saya menggunakan komputer. Yaitu saya merasa kagok tiap kali mau mengganti lagu di playlist media player di komputer saya, bahkan untuk men-skip suatu lagu. Saya kagok tiap kali saya mengarahkan kursor ke atas ke tab web browser yang sedang aktif saya gunakan.

Ya jelas kagok, karena bukan di tab web browser itu saya seharusnya bila ingin melakukan sesuatu dengan media player. Seharusnya saya membawa kursor ke paling sisi kiri layar monitor. Tepatnya di launcher. Tempat dimana semua icon program terletak. Bukankah saya menggunakan Ubuntu dengan Unity Desktop Manager. hehe.

Namun saya juga tidak terlalu menyalahkan diri bila kagok-kagok ingin melakukan penggantian apa pun dengan mengganti tab web browser aktif. Karena makin sekarang ternyata saya sudah terbiasa melakukan banyak hal dengan aplikasi yang berjalan dengan web browser. Misalnya saya sudah mulai sangat terbiasa dengan menggunakan Google Drive untuk mengetik, mengolah data dengan spreadsheet, membuat presentasi, membuat flow chart atau brainstorming, dan lain-lain.

Jadi dengan kata lain, kekagokan saya yang terus berulang ini adalah tanda-tanda saya sudah sangat pengen menggunakan Google Chromebook?

Hmm.. Harus realistis sih, saat ini koneksi internet saya belum 247 dengan kecepatan memadahi. Bahkan kalau di rumah masih mengandalkan koneksi 3G yang terkadang masih suka ilang-ilang signalnya. Itu masalah pertama. Masalah kedua, saya belum punya Laptop Google Chromebook.

Hayo siapa yang mau minjemin saya Google Chromebook selama satu bulan saja. Untuk memastikan apakah saya sudah siap beneran memasuki era cloud computing. hihi

Google Chromebook

Google Chromebook

Gambar diambil dari sini.

 

1 Januari 2014

Ketika orang-orang mungkin masih tidur karena semalam begadang merayakan malam pergantian tahun, memotret pesta kembang api atau hanya ngopi-ngopi sambil bedagang dengan teman-temannya, pagi ini alhamdulillah, saya sudah bisa bangun seperti biasa. Tapi setelah bangun, saya juga bingung mau ngapain dengan kondisi badan yang masih pilek dan belum sepenuhnya pulih sepulang dari dirawat di Rumah Sakit selama hampir 2 hari. Jadi saya sejak awal pagi tadi memilih untuk tidak beranjak dari kamar dan internetan saja seperti biasa.

Browsing-browsing membaca apa saja, membaca-baca update-an twitter, melihat-lihat foto-foto di Facebook dan Google+. Biasa sekali ya, tidak ada bedanya antara tahun baru dengan hari yang biasa-biasa saja.

Saya tadi jadi teringat, suatu pagi tahun baru 21 tahun yang lalu. Tepatnya 1 Januari 1993. Saat itu saya dan pemuda pemudi di desa dimana saya tinggal merayakan tahun baru 1991 dengan hiking ke pantai Baron. Jarak antara desa dimana saya tinggal dengan pantai Baron sekitar 30 km. Itu jelas bukan jarak yang dekat bila ditempuh dengan berjalan kaki. Menempuh jarak sejauh itu dengan berjalan kaki memang lelah, cape, tapi pada jamannya ya enak-enak seneng-seneng saja.

Untuk mengusir rasa cape berjalan kaki, kami pada saat itu mengisi waktu perjalanan dengan ngobrol-ngobrol bersendau guru. Ada yang membawa senapan atau ketapel untuk sesekali membidik burung. Ada yang iseng ngembat buah-buahan mangga dan srikaya yang ditemui di sepanjang jalan. Saat itu belum ada camera digital. Kamera film saja masih mahal. Jadi pemuda-pemudi saat itu tidak senarsis sekarang. Pun tidak menempuh perjalanan sambil twitter-an atau facebook-an. Yakali jaman segitu internet mana ada.

Sarana elektronik yang digunakan untuk mengusir kejenuhan adalah radio tape portable yang bertenaga betere. Saya masih ingat saat itu di sepanjang perjalanan apa yang kami dengarkan di radio adalah siaran kelaidoskop yang disiarkan oleh RRI yang dipancarluaskan oleh semua stasiun radio. Selesai kelaidoskop kalau bukan sandiwara radio ya dipastikan dengerin musik dangdut kalau bosan diganti dengan lagu-lagu rock Indonesia. hehe

Sudah ah bernostalgilanya. Alih-alih selamat tahun baru 2014. Semoga di tahun 2014 ini saya makin rajin ngeblog. 🙂