Salah Diagnosa di Rumah Sakit : Wajarkah?

Managemen penanganan Pasien da Penyakit di Rumah Sakit adalah sesuatu yang mana saya awam terkaitnya. Seandainya saya sedang sakit, sebagai seorang awam, maka apa yang saya lakukan adalah berobat ke dokter atau Rumah Sakit yang saya percaya. Selebihnya saya hanya akan percaya dalam kapasitas saya dan berpikir positif agar bisa lebih kooperatif dengan tim medis untuk mempermudah penanganan kesehatan. Apa yang saya pikir menjadi kewenangan saya sekaligus menjadi kewajiban yaitu mebayarkan biaya pengobatan/perawatan sesuai yang ditagihkan pihak manajemen Rumah Sakit.

Tadi siang ketika saya menjenguk seorang teman yang telah melewatkan waktu beberapa hari di Rumah Sakit. Teman saya itu di punish mengidap usus buntu dan harus menjalani proses operasi. Karena operasi merupakan tindakan yang paling umum untuk mengendalikan usus buntu maka pihak keluarga pun turut pada prosedur. Termasuk menyiapkan biaya dan membeli perlengkapan operasi seperti apa kata pihak RS.

Pengalaman pribadi menjelang masa masa operasi beberapa tahun yang silam memudahkan untuk memahami bagaimana ketakutan dan kecemasan seseorang yang sedang menunggu proses surgery. Teman saya ini saya duga juga sedang memerangi ketakutan akan ruang operasi yang telah menunggu.

Dan ..

Teman saya ini (mungkin merasa) beruntung. Karena ketakutan yang ada di ujung ruang sana tidak jadi terjadi.  Dokter memutuskan –dalam keputusan terakhir– bahwa ternyata penyakit pasien ini bukan usus buntu, melainkan masalah pencernaan. Dan tidak perlu operasi. Dan pada siang tadi dipersilahkan pulang.

Alhamdulillah dan semoga teman saya yang satu ini lekas sembuh dan dapat menikmati aktifitas sedia kala. Amin.

***

Kasus kesalahan diagnosis seperti yang di alami teman ini bukanlah yang pertama kali saya dengar. Sebagai orang awam apa yang bisa berusaha saya pahami adalah bahwa diagnosis merupakan suatu input akan sebuah proses. Nah dari seperti apa input ini baru kemudian diputuskan seperti apa proses yang relevan untuk mendapatkan output yang tepat. Dalam hal ini, output dari proses tindakan medis adalah “sembuh” atau “menjadi sehat”. Prosesnya bisa berupa pemberitan obat yang tepat, suntikan, terapi atau operasi. Bila proses tidak relevan dengan data inputnya maka output “sembuh” tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan efek atau resiko tertentu.

Memang, saya berusaha mengerti bahwa proses diagnosis bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak memerlukan keahlian, input device yang bekerja baik, prosedur, dan sumber daya pengambil keputusan. Kesalahan pada salah satu atau beberapa dari mata rantai akan mempengaruhi mata rantai berikutnya.

Pun demikian, umumnya “pasien”lah yang lebih banyak menanggung resiko dari “kepercayaan” yang telah dikuasakan kepada institusi medis dalam hal ini Rumah Sakit. Resiko itu bisa berupa biaya, perasaan, rasa cemas, efek samping, ketidak sembuhan atau yang paling fatal kematian. Sangat jarang Rumah Sakit yang turut menanggung konsekuensi dari cacat pada mata rantai tindakan medis.

***

Saya belum mengerti apa yang disebut dengan malpraktek dan kaitanya dengan prosedur penangatan kesehatan di institusi Rumah Sakit.