Ruang Untuk Difabel di Hati Orang Jogja

Saya baru saja melihat pemandangan bagus yang terjadi mulai di shelter TransJogja Terminal Giwangan. Seorang difabel, tuna netra diantar laki laki mengenakan seragam warna biru DLLAJ Dinas Perhubungan memasuki shelter dari pintu keluar. Bukan dari pintu masuk yang ada ticketing gate -nya. Petugas shelter trasJogja buru buru dengan ramah menanyakan kemana bapak bapak difable itu akan menuju dan menerima pembayaran ongkos bis transjogja. Pak Tuna Netra dipersilakan dan dibantu duduk di kursi yang kosong di dalam Halte. Kemudian penumpang lain mempersilakan Pak Difable dengan dibantu, menaiki bus dan duduk di kursi. Beberapa saat kemudian seorang ibu – ibu penumpang lain yang duduk di samping pak difable menyapa dan segera terjadi cakap – cakap akrab. Pemandangan ini ditutup dengan petugas trasJogja membantu pak Tuna Netra turun di shelter tujuan.

Estafet empati ini akan diteruskan oleh petugas shelter dan orang – orang Jogja berikutnya yang akan ditemui pak Difable. Ya begitulah orang – orang jogja berperilaku terhadap sesama. Aweh tetulung marang sapodo – podo. Perlindungan hak dan kesetaraan bagi difable. Meskipun sering kali kursi – kursi di Bus transJogja penuh sampai penumpang berdiri bergelantungan, masih ada cukup luas ruang bagi Difable di hati orang – orang Jogja.

Jauhkan Anak – Anak dari Topeng Monyet!

Saya tidak suka dengan atraksi Topeng Monyet.  Kenapa? Orang yang mengeksploitasi monyet untuk mengais recehan, menurut saya tidak berperi-kehewanan. Mereka merampas hak dan kemerdekaan monyet untuk hidup nyaman dan berkembang biak dengan bahagia di habitat aslinya. Monyet – monyet yang sudah ditopeng-monyetkan seperti ini tidak mudah/hampir mustahil untuk bisa dikembalikan untuk hidup normal di habitat asli mereka.

Lebih biadab lagi, atraksi topeng monyet ini lebih sering disajikan sebagai tontoanan anak – anak kecil. Artinya secara tidak langsung, tetapi efektif untuk mendidik anak – anak kita untuk memperlakukan binatang sebagai barang mainan semata. Bukan sebagai makhluk yang mempunyai hak untuk hidup damai dan berbiak dengan bahagia. Atraksi topeng monyet seperti ini beberapa waktu lalu membuat saya merasa berang dan mengumpat dalam hati, “Rasain kalau si Abang Topeng Monyet itu diculik Alien dan ditopeng-monyetkan di galaxy antah barantah” 😦

Gambar dipungut dari sini

Jaringan Data Telkomsel di Daerah Lebih Cepat

Jaringan Telkomsel Blackberry di perkotaan lebih lemot dari daerah pinggiran. Di daerah pinggiran jaringan terasa lebih lancar dari di kota walaupun di daerah pinggiran hanya mendapat sinyal 2G atau EDGE. Jaringan Telkomsel paling payah pada jam – jam antara 20:00 WIB – 22:00 WIB. Begitulah keluhan yang jadi perbincangan di mail list Telkomsel Blackberry pekan lalu.

Saya pun merasakanya. Kalau sedang di kota Jogja saya sering kali harus berpindah dari jaringan 3G ke 2G atau sebaliknya secara manual hanya agar email – email saya tidak “nyangkut” alias pending. Padahal kalau saya sedang di Wonosari dan sekitarnya tidak perlu serepot itu. Teman mail list saya yang bekerja untuk Telkomsel pun bilang kalau suka download ini itu via BB nya bila sedang tugas di Wonosari. Mengenai kecepatan berikut ini saya capture 2 speedtest pada jam 20:30 WIB dan 21:00 WIB. Yang lebih lambat memang terjadi pada jam 20:30.

Test Network pada jam 21:00 WIB

Baca lebih lanjut