Usia saya 28 tahun. Status TM. Tidak Menikah. Meskipun dari teman teman SD saya masih ada beberapa yang tidak Menikah, tetapi besok sore salah seorang teman SD saya akan sudah menikah. Dia adalah Suban. Selamat Menikah saja buat Suban. Kemudian urutan terdekat setelah Suban, saya menduka adalah Andi. Karena kabar-kabarnya dia sedang mengurus Surat Numpang Nikah.
Selama ini saya meyakini bahwa diantara teman dan geng, saya akan berada di antrian terakhir di pintu gerbang pernikahan. Dan kelihatanya keyakinan saya tersebut akan menjadi kenyataan, walaupun saya tidak sengaja mengusahakanya. Manipulasi adalah cara yang tidak saya sukai, kecuali kalau terpaksa.
Di lingkungan tempat saya hidup, menikah adalah status. Teman saya pernah berkata, menikah adalah sebuah gerbang. Entah apa yang dia maksudkan, sampai hari ini saya tidak pernah tahu.
Karena sebuah status, orang yang tidak menikah seperti saya mendapat tekanan sosial yang sangat besar. Selalu muncul pertanyaan, “Kapan Menikah”? Kalau Agus Ringgo menjawab, “maybe yes maybe no“. Kalau Adang Sudarman menjawab, “wah belum ada yang cocok”. Kalau Dini Restuti menjawab, “wah belum ada waktu”. Maka saya akan menjawab, “tidak ada perempuan yang suka pada saya”.
Saya suka dengan jawaban yang saya berikan. Jawaban ini tidak pernah diduga oleh siapa pun. Sehingga orang yang mendengar akan kaget dan tanpa sadar secepat mungkin menggunakan topeng empati. Maka kata-kata penghiburan untuk mengangkat semangat dan membuang sikap pesimis dari diri saya meluncur dengan merdu. Kata-kata mereka seperti musik jazz di telinga saya. Kadang enak didengar tapi saya tidak pernah bisa mencerna.
Banyak orang menasihati saya agar tidak pesimis. Dia menambahkan bahwa “elo kurangnya apa sih, pendirian kuat, fisik proporsional, wajah cute, dari keluarga baik-baik, pendidikan meyakinkan. Ya memang tidak ada yang kurang dari diri saya. Yang kurang hanyalah tidak ada perempuan yang suka pada saya?
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan keputusan saya untuk tidak menikah. Menurut saya kalau menanggapi kata orang, yang ada hanya serba salah. Kapan serba benarnya ya? Bukan hanya orang tidak menikah saja yang mendapatkan tekanan sosial besar. Orang yang sudah menikah pun tetap mendapat tekanan sosial yang besar. Contohnya Aswinto, teman seperburuhan saya. “Kapan punya momongan?”. Selanjutnya “Kapan si ucok punya adik?”. Dan terus seterusnya tanpa berkesudahan. Begitulah deraan orang-orang yang keputusanya datang dari tekanan sosial. (baca : orang lain)
Menyukai ini:
Suka Memuat...