Menikmati Mungil Pantai Butuh di Gunungkidul

Pantai Butuh Saptosari Gunungkidul

Pantai Butuh Saptosari Gunungkidul

Beberapa saat saya menahan laju sepeda motor yang saya kendarai. Saya memberikan kesempatan kepada sekawanan kera berekor panjang untuk menyeberang. Saya menunggu 30 sampai 40 -an ekor kera itu sampai semuanya berlalu.
Sekawanan kera yang tiba-tiba menyeberang itu membuat saya tertegun. Baru ketika semuanya benar-benar berlalu ada sedikit sesal. Kenapa saya tadi tidak buru-buru meraih ponsel dan memotret sesuatu yang tidak setiap saat bisa saya saksikan?

Sementara lupakan sekawanan kera yang membawa lari rasa sesal itu. Pelan-pelan saya melanjutkan diri berkendara menyusuri jalan cor blok menuju Pantai Butuh.

Butuh kehati-hatian  berkendara tersendiri di sepanjang jalan menuju pantai. Karena di kiri kanan jalan sepanjang kira-kira 3 km menyajikan pemandangan indah berupa ladang, pepohonan jati dan kandang sapi tradisional milik warga. Pemandangan ini jangan sampai membuat terlena. Sedangkan sepanjang jalan itu berupa cor blok sempit yang sangat mepet bila terpaksa berpapasan dengan kendaraan dari arah berlawanan. Tanjakan dan tikungan pun terbilang tidak mudah bagi yang belum terbiasa.

Agar aman bebas dari rasa was-was kendaraan sebaiknya dititipkan. Ada semacam tempat parkir di sana yang dijaga oleh Pak Sutimin. Kalau saya, tadi pagi membawa motor sampai ke bibir pantai, tidak saya titipkan.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Pantai Butuh, seperti nampak dalam foto merupakan pantai berpasir putih khas Gunungkidul. Pantai yang tidak luas, yang merupakan cekungan yang diapit oleh perbukitan di sisi kanan kirinya.

Bila berkunjung ke pantai ini pada pagi hari, yang akan kita dapati barangkali adalah pantai yang kalem. Semakin siang ombak biasanya semakin garang. Segarang yang menyambut saya siang tadi. Begitu besarnya ombak sampai-sampai hamparan pasir putih yang seyogyanya bisa dipakai duduk-duduk tersapu.

Kalau sudah begini seharusnya berhati-hati. Jangan malah nekad menceburkan diri berenang di laut. Tidak ada tim SAR dan petugas keamanan di sini. Keselamatan adalah sepenuhnya tanggung jawab pribadi.

Puas meluruskan kaki di hamparan pasir putih. Saya kemudian mencoba menikmati Pantai Butuh dari sisi lain. Kali ini saya penasaran untuk mengambil sudut dari bukit di sebelah timur pantai. Dari tempat di sana nampak ada sebentuk bangunan dari papan.

Tulisan “Bukan untuk umum” yang terpampang membuat saya sejenak ragu. Sampai saya melihat aktivitas seorang bapak-bapak. Menghampirinya dan bersopan santun bagi saya merupakan pilihan terbaik. Sebelum saya memberanikan diri untuk meminta ijin memasuki kawasan bangunan itu.

Sebuah perkenalan singkat terjadi. Beliau adalah Pak Marsudi. Penduduk setempat yang memiliki tanah dimana di atasnya berdiri bangunan yang ingin saya tuju. Menurut Pak Marsudi, bangunan itu dibuat oleh seseorang bernama Bu Dewi yang tinggal di Jakarta. Pak Marsudi menyewakannya selama 10 tahun dengan biaya sewa Rp 10 juta.

Bertemu dan beramah-ramah dengan Pak Marsudi adalah keberuntungan. Dari beliau yang kesehariannya bertani dan menjaring Lobster saya menjadi tahu kalau Pantai Butuh terdari dari 3 cekungan pantai yang dipisahkan oleh bukit-bukit. Bila air laut surut kita bisa menuju ke sana dengan menyusuri tepian pantai. Bila kaki cukup tangguh mencapainya dengan mendaki bukit pun jadi.

Dari beliau saya pun jadi tahu kalau di bawah bukit sebelah barat pantai mengalir sumber (sungai bawah tanah). Aliran sumber air itu akan terlihat bila air laut sedang surut atau bila sedang terjadi hujan lebat. Bila hujan lebat maka di titik itu akan keluar air keruh sekaligus membawa sampah.

Nah, menyedihkan bukan. Sampah yang dibuang sembarangan akhirnya akan bermuara ke laut. Mencemari pantai yang seharusnya bersih dan indah. Masih mau membuang sampah sembarangan?

Masih menurut Pak Marsudi, saya menjadi tahu dimana letak Pantai Mbirit. Pantai kecil yang konon tak kalah indah dengan Pantai Butuh. Saya bisa mengikuti jalan setapak kecil memotong bukit menuju ke arah timur. Sedangkan di sebelah barat Pantai Butuh bisa ditemukan Pantai Nglangkap, Pantai Ngawon- Awon, Pantai Menteni dan lain-lain. Pantai-pantai ini akan saya jadikan destinasi eksplorasi berikutnya. Saya tidak mau dehidrasi bila berjalan kaki menuju ke sana tengah hari ini.

Long story short, Pantai Butuh merupakan Pantai kecil yang indah sekaligus masih sepi. Pantai Butuh bisa dikata sebagai pantai perawan. Cocok bagi siapapun yang menyukai suasana kontemplatif, yang tidak suka dengan kebisingan dan kegaduhan.

Pantai Butuh merupakan salah satu pantai di Gunungkidul yang bisa dinikmati sepanjang hari. Bila suka bermain air bisa dilakukan pada pagi hari. Bila matahari sudah naik dan ombak sudah berdegup kencang, pasir putih dan rerumputan bisa menjadi tempat untuk meluruskan kaki sambil menikmati bekal makanan yang mungkin dibawa.

Berinteraksi dengan penduduk setempat yang biasanya meladang adalah kesempatan untuk memperkaya wawasan yang bisa dicoba. Selepas sore mungkin suasana syahdu akan menawarkan sepotong kedamaian untuk dicicipi. Malam hari? Asyik juga bagi anda yang suka mendirikan tenda.

Bagi yang liburan lebaran nanti ingin mencicipi suasana pantai, Butuh bisa dijadikan alternatif bila tidak cukup sabar untuk menembus kemacetan menuju pantai-pantai mainstream sepanjang Pantai Baron, Krakal, Kukup sampai Indrayanti. Hanya saja kendaraan berukuran besar tidak akan mudah menjangkaunya. Bila ingin ke pantai ini saya menyarankan untuk mengendarai sepeda motor saja. Asal dipastikan sepeda motor Anda mempunyai mesin yang prima dan sistem rem yang pakem agar aman menakhlukan turunan, tanjakan dan tikungan.

Bila mobil adalah kendaraan Anda, saran saya adalah Pantai Ngedan saja. Ngedan merupakan pantai yang tidak kalah indah sekaligus di sana saat ini sudah dibangun fasilitas parkir yang memadai.

Tulisan saya yang lain mengenai pantai di sekitar Pantai Butuh:

Untuk menuju Pantai Butuh bisa mengikuti Peta Google berikut ini:

Iklan

6 komentar di “Menikmati Mungil Pantai Butuh di Gunungkidul

  1. Pantai butuh memang untuk pengunjug yang membutuhkan ketenangan. Bangunan di sebelah timur yang ada tatanan kayunya itu mau dibangun apa mas? Warung, apa penginapan ya?

    • aku kemarin bertemu dengan pak marsudi. penunggu bangunan kayu sebelah timur itu. ia tidak tahu pasti bangunan itu akan dipakai buat apa. yang membuat bu dewi. orang jakarta.

      tanahnya sendiri milik pak marsudi yang sudah disewa bu dewi selama 10 tahun seharaga 10 juta

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s