
Sleman Temple Run 2016
Salah saya sendiri mengikuti sebuah race tanpa membaca aturan dan tata laksana lomba secara cermat dan teliti. Dihadapkan formulir pendaftaran online saya kemarin langsung mengisi data-data seperlunya dan langsung mencentang beberapa check box persetujuan. Registrasi pun kelar. Persis ketika saya menyetujui suatu Term and Agreement sebelum memasang sebuah software komputer.
Akibatnya, begitu berdiri di depan garis start lomba lari Sleman Temple Run 2016 di Taman Breksi Prambanan, saya terperangah. Rupanya Sleman Temple Run 2016 merupakan lomba lari trail. Bukan road run seperti keyakinan saya. Tidak seperti Teh Javana Temple to Temple 10 K tahun 2015 lalu.
Minggu pagi, 28 Agustus 2016 itu saya sama sekali tidak mempersiapkan diri untuk menuntaskan sebuah Trail Run. Sepatu yang saya pakai saja adalah sepatu road race, League Kumo Racer yang sedang senang-senangnya saya gunakan untuk berlari cepat di jalanan aspal.
Ragu antara mau jadi ikut lomba Sleman Temple Run atau tidak, saya berdiri di barisan belakang peserta lomba yang tengah bersiap di garis start. Dengan berat hati saya memutuskan ikut. Sekaligus membekali diri agar selama di lintasan trail bisa menjaga nafsu agar tidak mengesampingkan keselamatan. Goal saya saat itu adalah Finish Strong. Bukan Finisher Medal apalagi Personal Best.
Bismillah … Semoga Allah memberikan saya lutut dan denggul yang kuat.
Berdiri di barisan belakang di garis start membuat saya bisa berlari tanpa beban. Saya bisa berlari dengan pace sesuka saya tanpa takut menghalangi pelari lain yang lebih cepat. Apa yang saya lakukan pertama kali adalah memberikan kesempatan kepada kaki agar beradaptasi dengan bebatuan-bebatuan di sepanjang jalan di sisi kanan Tebing Breksi. Baru kemudian menyusup di antara kerumunan untuk mengambil posisi sedikit lebih depan.
Kira-kira 300 meter dari garis start, kaki-kaki saja sudah dihajar dengan turunan terjal. Kaki saya yang ditopang oleh Kumo Racer rasanya lebih percaya diri dihadapkan dengan tanjakan daripada turunan curam seperti itu. Beruntungnya tidak terlalu lama kemudian saya berhasil meninggalkan kerumunan. Kali ini saya ada cukup jarak dengan pelari-pelari di depan dan di belakang saya.
Merasa lebih bisa mengatur diri, kali ini saya berpikir untuk lebih menikmati sepanjang rute Sleman Temple Run 2016. Sleman Temple Run 2016 bagi saya menyajikan rute yang unik dan melewati beberapa tempat indah yang tak saya bayangkan. Rute yang diambil adalah Taman Tebing Breksi – Candi Barong – Keraton Ratu Boko – Spot Riyadi – Gunung Tugel – Candi Ijo dan finish di Tebing Breksi lagi.
Tempat-tempat indah dan unik ini menjadi refreshment tersendiri ketika jantung sudah tak karuan dan nafas habis terengah. Tidak boleh disia-siakan.
Sepanjang rute trail Sleman Temple Run menurut saya memang berbahaya. Sedikit salah melangkah bisa terpeleset dan jatuh ke sawah atau ke jurang. Untungnya di sepanjang rute lari para marshall bersiaga untuk membantu dan memberikan pertolongan.
Water Station atau Refreshment Point tersedia hampir di setiap 2 km. Seingat saya ada 5 Water Station yang siap membagikan air mineral kepada para pelari. Memang di tiap Water Station tidak tersedia minuman isotonik. Ini bagi kebanyakan pelara mungkin bukan masalah.
Tanjakan terberat dan tersulit adalah tanjakan terakhir. Tanjakan dimana di puncak tanjakan itu dimana Candi Ijo terletak. Di sini kebanyakan peserta lomba tidak sanggup berlari. Termasuk saya. Apalagi saya. Bisa terus berjalan saja nafas saya terengah hebat. Jantung berdetak hebat. Rasanya sepanjang tahun ini saya belum pernah berlatih atau berlomba sampai jantung saya berdetak sekencang ini.
Candi Ijo merupakan candi yang indah, anggun berdiri di tengah-tengah taman rumput hijau di puncak ketinggian bukit. Candi yang bagi semua pelari memberi energi tersendiri. Candi yang membuat saya kembali kuat. Finish line Sleman Temple Run terlihat jelas di sini.
Dari Candi Ijo rasanya saya dan Riyanty Harun berlari lebih mudah mengejar finish line. Mungkin Riyanty finish beberapa menit di belakang saya. Bedanya Riyanty adalah Riyanty. Dia lebih beruntung. Karena dia bisa podium juara 2 kategori wanita. Sedangkan saya? hehe.

Finisher Medal Sleman Temple Run 2016
Secara keseluruhan Sleman Temple Run 2016 adalah event lomba lari yang menyenangkan dan tidak benar-benar melelahkan. Buktinya semua pelari begitu tiba di finish line tetap nampak ceria dengan berfoto-foto gembira di tiap sudut Taman Tebing Breksi yang memang instagrammable.

Foto Bareng Pak Mukidi di Sleman Temple Run 2016
Saya juga berfoto-foto. Salah satu foto terbaik saya adalah ketika saya dan Christin Purnama Sari berkesempatan berpose dengan Pak Mukidi. Rupanya Pak Mukidi tidak hanya hebat dalam membuat heboh seisi timeline social media dalam beberapa pekan terakhir. Pak Mukidi juga pelari yang bersemangat. Mudah-mudahan kelak ketika saya seusia beliau masih terus berlari dengan lebih bersemangat.
Jalannya sebagian terjal mas. Aku pernah nyusur jalan itu pakai sepeda asja rasanya capek, apalagi lari hehehehhe. Namanya hobi emang nggak kelawan 😀
Wogh ini Mukidi yang viral kemaren itu? *ditapuk*
Aku selalu salut sama yang bisa lelarian begitu karena aku memilih duduk di sepeda ketimbang lari. :)))
Seru juga ya ikutan lomba lari begitu~ 😄
Duh jadi pengen ikutan nih kang soalnya sudah lama tidak ikutan lomba lari lagi jadi kalau ikutan pasti staminanya harus dilatih lagi nih.
Congrats mas Jarwadi! Semoga kapan2 bisa ketemu pas lagi lari yaa
Uh lala … ini lari keliling candi yaaaa
Lari memang menyehatkan ya kakak
Wew gak bayangin rute lari nya.
Ping balik: Taman Tebing Breksi – Gadget, Running & Travelling Light
Koyoke asyik iki sekalian piknik. COT ne pirang jam ya mas? Kok aku koyoke pingin.
pastinya sangat lama mas, hehe
Enak enak
Ping balik: Sri Gethuk Sunday Morning Trail Run, Lomba Lari 5K rasa 9K – Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Sleman Temple Run 2019, Mau Ikut Kategori Apa? – Gadget, Running & Travelling Light