Review Ultrabook: ASUS Zenbook UX303UB

Asus Zenbook UX 303 UB

Asus Zenbook UX 303 UB

Dua minggu yang lalu saya meminang sebuah notebook baru. Sebuah Ultrabook. Asus Zenbook UX303UB. Banderolnya Rp 14.999.000,-.

Sebenarnya uang Rp 15 juta sudah cukup untuk membeli sebuah Macbook Air 2015. Ditambahkan sedikit juta lagi sudah dapat sebuah New Macbook 2016. Kali ini alasan saya memilih Zenbook dibanding Macbook adalah karena saya membutuhkan sebuah notebook yang cukup portable sekaligus cukup powerful.

Memang New Macbook mempunyai semua portabilitas itu. Sayangnya penggunaan processor Intel Core M saya pikir membuatnya kurang bertenaga untuk menyelesaikan proyek yang seyogyanya akan saya kerjakan dengan notebook baru ini. Begitu pula Macbook Air, ia masih menggunakan processor Broadwell core i5 yang kurang begitu bertenaga. Layarnya pun masih menggunakan panel jenis Fn dan belum retina display. Belum memenuhi standard minimal resolusi layar yang saya kehendaki.

Di atas kertas ASUS Zenbook UX303UB mempunyai spesifikasi yang lebih menjanjikan. Processor Intel Skylake core i7 6500U, RAM 8 GB, IPS LCD 1980 x 1020 dan graphic nVidia 940. Bobotnya pun cukup ringan, sekitar 1,4 kg saja.

Secara fisik Zenbook mempunyai desain unibody yang “menarik”. Saya menyebutnya ke-Macbook-Macbook-an. Sejujurnya Aluminium Unibody Zenbook yang membuatnya amat mirip dengan Macbook ini yang membuat saya mengubah keputusan pembelian sebelumnya. Maksudnya?

Sejujurnya sebelum memilih UX303UB saya seolah sudah mantab ingin membeli ASUS Pro B8430 yang memang dirancang sebagai profesional notebook. Kebetulan kali ini anggaran saya untuk membeli notebook memang leluasa. Memilih Zenbook dari AsusPro ini berdampak ada selisih anggaran yang nominalnya lumayan yang bisa saya tabung dulu. Kelak kalau proyeknya usai siapa tahu bisa dicarikan tambah untuk membeli Macbook Pro baru, hihi.

Rupanya pengantar yang saya tulis sudah sangat panjang. Baiklah. Review dimulai …

Membuka kardus kemasan notebook Asus Zenbook UX303UB apa yang saya dapatkan adalah: sebuah ultrabook, sebuah softcase, sebuah adapter charger, Dsub to VGA adapter, USB to LAN adapter dan sepucuk kartu garansi.

Dsub to VGA adapter, USB to LAN adapter dan kartu garansi sampai sekarang belum pernah saya coba-coba. Sementara ini dilupakan dulu. Bila ada sesuatu dengannya kekak tulisan ini akan saya update.

Apa yang saya coba pertama kali tentu saja adalah notebook itu sendiri. Ultrabook yang berbobot kurang dari 1,5 kg ini cukup enak dipegang, terasa solid dan body aluminium warna emasnya enak dipandang. Chiclet keyboard warna hitam dan touchpad yang luas membuatnya terlihat lebih mewah.

Zenbook UX303UB memiliki 3 terminal USB 3.0, 2 terletak di sisi kiri dan 1 di sisi kanan. Ultrabook ini tidak punya optical drive, ya secara mana ada ultrabook yang buit in DVD drive, namun mempunyai sebuah card reader di sisi kiri. Di sisi kanan terdapat beberapa colokan lagi, colokan ke power charger, jack audio 3.5 mm, colokan D-Sub dan colokan HDMI. Colokan RJ 45 (LAN/ethernet) tidak punya.

Ultrabook ini tidak mempunyai colokan Thunderbolt maupun riversible USB type C. Dua konektor ini tidak akan membuat saya kehilangan. Kemungkinan saya menggunakannya toh sangat kecil.

Asus Zenbook UX303UB sudah dari sononya preloaded dengan Windows 10 Home Edition. Jadi begitu dihidupkan seharusnya laptop ini siap digunakan. Ketika saya menghidupkannya di Windows 10 ini bahkan sudah dipasangi beberapa program seperti WPS Kingsoft Office, Winamp, GOM Player, Google Chrome, Mozilla Firefox dan beberapa program lain.

Saya tinggal memasang beberapa program yang sering saya gunakan dan program-program yang ingin saya gunakan untuk bekerja.

Program yang pertama kali saya pasang adalah AVG Free Antivirus untuk menggantikan Mac Affe Antivirus bawaan Asus. Saya tidak punya alasan khusus kenapa saya menggantinya dengan AVG. Barangkali karena di lingkungan Windows saya kurang familier dengan produk-produk Mac Affe saja.

Disusul saya memperbarui Google Chrome dan Mozilla Firefox yang sudah out of date, memasang Opera Browser, GIMP, VLC Player, Spotify dan Libre Office. Saya lebih familier dengan Libre dibanding WPS Kingsoft Office. Memasang Microsoft Office kelak saja bila benar-benar butuh. Ini karena harga Microsoft Office yang kelewat mahal, hihi.

Program utuk bekerja yang saya pasang hanya sedikit, tapi perlu berjalan terus-menerus. Program itu adalah PostgreSQL dan Apache. Dari sini sudah bisa ditebak kan, apa yang akan saya kerjakan?

Hampir kelupaan belum saya sebutkan, tapi dalam review ini mungkin perlu diketahui, saya juga memasang beberapa program cloud drive. Di antaranya adalah: Dropbox, Microsoft Skydrive, Google Drive dan Apple Cloud Drive (bersama iTunes). Kalau Asus Drive yang bawaan malah saya uninstall. Saya pikir bawaan Asus ini tidak akan banyak berguna.

Pada awal-awal menggunakan Ultrabook Asus Zenbook UX303UB ini saya menemukan beberapa kendala. Kendala utama saya adalah rupanya saya sangat tidak familier menggunakan Windows 10. Bukan karena saya sebegitu antipatinya dengan Microsoft. Sebelumnya selain pengguna Linux dan Mac, saya juga pengguna Windows XP dan Windows 7.

Kendala berikutnya adalah Touchpad, yang mana di Zenbook menggunakan Asus Smart Gesture. Sebagai orang yang sudah lama melupakan penggunaan mouse, keberadaan gesture sangat penting bagi saya. Gesture sangat membantu pekerjaan saya mengelola antar muka database dan dokumen-dokumen terkait, menjadikannya efisien, hemat waktu dan menyenangkan. Itu seharusnya.

Sayangnya Asus Smart Gesture tidak sebagus itu. Menurut saya kurang snappy. Saya menemukannya tidak lancar, terkadang macet dan sering salah identifikasi gestue. Misal two finger smart gesture terbaca sebagai three fingers swipe. Di Windows 10 ini sangat fatal dan menggelikan.

Saya mencoba mengatasi masalah ini dengan mencoba mengganti driver Asus Smart Gesture dengan mengunduhnya dari website download ASUS. Langkah saya ini rupanya tidak banyak membantu. Asus Smart Gesture tetap tidak bekerja sesuai harapan.

Mencoba googling untuk mencari solusi masalah Smart Gesture ini pun tidak membawa saya kepada suatu petunjuk. Kebanyakan bacaan di internet malah menyebutkan Asus Smart Gesture memang tidak bagus di Zenbook UX303UB.

Ini membuat saya merasa sedih mengingat saya sudah membelanjakan uang hampir 15 juta rupiah untuk laptop ini. Andai Zenbook ini bisa diganti Touchpad nya dengan yang lebih baik. Saya membayar pun tentu saja sangat rela.

Masalah selanjutnya adalah layar yang kadang-kadang mengalami flickr, blank hitam selama beberapa saat. Cara saya mengatasi masalah adalah dengan mengganti driver Intel Graphic dan nVidia dengan versi terbaru di website Asus. Untungnya cara saya ini berhasil. Sampai sekarang tampilan nge-blank tidak terjadi lagi.

Masalah selanjutnya saya temukan ketika saya mendengarkan musik melalui headset, dengan Apple Earpod. Suara yang saya dengar terdistorsi, semacam kresek-kresek atau noise kotor. Mulanya saya mengira yang rusak adalah Apple Earpod saya. Saya mencoba Earpod tersebut di perangkat audio lain dan rupanya earpod saya baik-baik saja.

Kembali memutar musik dengan Windows Media Player. Kali ini tanpa headphone/earphone. Melainkan dengan Speaker built in di Zenbook. Menyedihkannya ketika saya coba dengarkan baik-baik, suara yang keluar dari speaker juga terdistorsi. Persis seperti ketika tadi saya dengarkan dengan Apple Earpod. Wah, saya curiga Zenbook yang saya beli ini mempunyai chip audio yang cacat/rusak. Kalau memang kerusakan hardware berarti saya harus membawanya ke service center.

Untungnya dengan mengganti audio driver dengan driver versi terbaru dari web site Asus, masalah suara ini sampai sekarang tidak kambuh lagi.

Belajar dari beberapa masalah yang saya temukan kebanyakan bisa diselesaikan dengan memperbaruhi software driver, saya pun memutuskan untuk mengunduh semua software driver terbaru dari website Asus dan menggunakannya untuk memutahirkan semua driver di Zenbook UX303UB. Sekalian, saya pun menghapus software software bawaan Asus yang saya pikir tidak berguna.

Batere adalah kekecewaan saya berikutnya. Sebelum membeli Zenbook ini saya sempat membaca-baca informasi mengenai daya tahan batere UX303UB. Konon bisa sampai 7 jam. Jadi saya menaruh harapan tinggi akan kemampuan ultrabook ini ketika digunakan bekeraja jauh dari colokan listrik. Nyatanya dalam penggunaan wajar saya Zenbook UX303UB hanya mampu bertahan selama 3 jam lebih sedikit bila mengandalkan daya batere.

Sedari tadi saya menuliskan apa saja kekurangan Asus Zenbook UX303UB  yang saya rasakan. Apa yang dipunyai Zenbook UX303UB tidak melulu kekurangan-kekurangan. Ada banyak hal yang dibawa ultrabook ini yang menurut saya menakjubkan.

Ketakjuban pertama kali saya datang dari layar IPS LCD 13,3″ yang beresolusi 1920 x 1080 pixel (fHD). Menurut mata saya merupakan layar yang cantik dan enak dipandang. Teks berhasil dirender dengan baik namun tidak menyiksa mata. Ini perlu saya garis bawahi mengingat ultrabook ini akan saya peruntukkan untuk 90 persen bekerja dengan data berupa teks. Foto dan Video pun tampil dengan tidak kalah bagusnya.

UX303UB memenuhi ekspektasi saya akan laptop kerja yang mempunyai keybord dengan key travel yang bagus sehingga nyaman digunakan untuk mengetik secara cepat dan akurat. Asus saya apresiasi berhasil dengan keyboar ini. Ultrabook yang didesain sangat tipis ini rasanya sama sekali tidak mengorbankan kenyamanan sebuah keyboard.

Performa. Sampai sekarang saya belum menemukan alasan untuk meragukannya. Processor Intel Skylake 6500U ditunjang dengan RAM 8GB cukup mampu untuk menjalankan dan mengoperasikan proyek database saya.

Intel Skylake 6500U memang mempunyai base frekuensi 2.5 Ghz dan dual core saja, bukan jenis processor quad core. Tapi bukankah PostgreSQL dan Apache Server saat ini belum bisa mengoptimalkan dukungan processor multicore? Cmiiw.

Sependek yang saya alami selama kurang lebih 2 minggu, Zenbook UX303UB memang terasa ngongso ketika saya gunakan sambilan membuka puluhan tab Google Chrome Browser dan Mozilla Firefox. Nah, untuk yang terakhir ini sebaiknya kebiasaan saya yang harus di-tune up. Kalau suatu tab di suatu browser tidak lagi sangat urgen ya harus membiasakan diri untuk segera menutupnya.

Jadi kesimpulannya bagaimana sih?

Kesimpulannya saya akan tetap menggunakan ultrabook ini untuk menyelesaikan proyek saya.

Berharga hampir 15 juta rupiah apakah ultrabook ini mahal? 

Mahal atau tidaknya laptop ini akan kelihatan setelah saya menggunakannya selama setidaknya dua bulan. Bila dalam satu bulan produktivitas saya meningkat setidaknya senilai Rp 15 juta berarti Asus Zenbook UX303UB tidaklah mahal.

Apakah Asus Ultrabook UX303UB cocok untuk Anda?

Tergantung kebutuhan Anda. Silakan pelajari kebutuhan Anda dengan seksama, kemudian pelajari ultrabook ini baik dari tech spec maupun user experience yang saya tuliskan. Baru kemudian diputuskan dengan tidak tergesa-gesa.

PS :

ASUS Zenbook UX303UB Driver and Tools untuk Windows 10 64 bit bisa didownload di sini.

Iklan

20 komentar di “Review Ultrabook: ASUS Zenbook UX303UB

  1. harganya edan tenanan.

    dan prosesor i5 jg njenengan anggap ga bertenaga, saya jd membayangkan beratnya proyek yg sedang digarap

    kalo saya sih leptop cuma untuk keperluan standar, pake dual core saja skarang sudah lebih dari cukup hehehe

  2. MacBook Pro … 😀

    Entah kenapa, saya selalu agak kurang sreg dengan keyboard dan touchpad Asus, ada yang kurang di dalamnya. Saat ini saya pakai netbook Asus yang termasuk paling murah sih. Kalau mengesampingkan masalah dengan ketidaknyamanan ini, mungkin bisa dibilang Asus enak digunakan.

  3. Aku asus semuaa… kurang pb asus, sini mas kalau dapet lagi :p

    Tapi kalau Asus Zenbook UX303UB nih udah terlalu wah banget kalau tak pakai 🙂
    upsss emang kuat belinya? wkwk

  4. saya belum pernah mencoba sama sekali laptop dengan prosessor corei7 wah kyknya proyek 2bulan hrganya melebihi15 juta yah mas, proyeknya canggih pasti dri luar negeri yah mas.

    wis sak iki dolan terus ya mas

  5. Ping balik: Menikmati iOS 10 di iPhone 5s – Gadget, Running & Travelling Light

  6. Ping balik: Access Point Linksys EA6700 Rusak – Gadget, Running & Travelling Light

  7. Ping balik: ZenBook Flip UX360UAK, Convertible Ultrabook Bertenagakan Intel Kaby Lake – Gadget, Running & Travelling Light

  8. Ping balik: ASUS Zen Power Max, Power Bank Raksasa ini Mampu Mengisi Batere Laptop – Gadget, Running & Travelling Light

  9. Ping balik: Review Audio Technica ANC500BT, Bluethooth Headset 1,5 jutaan dengan Fitur ANC – Gadget, Running & Travelling Light

  10. Ping balik: ASUS VivoBook 14 (A416) Laptop Berfitur Moderen Berentang Harga 5 – 10 Jutaan – Gadget, Running, Travelling Light

  11. Ping balik: Review Audio Technica ANC500BT, Bluethooth Headset 1,5 jutaan dengan Fitur ANC – Gadget, Running, Travelling Light

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s