Saya lupa kapan persisnya saya mulai merasakan gejala sakit yang sampai hari ini belum sepenuhnya sembuh. Seingat saya, pertengahan bulan November saya sudah merasakan suhu tubuh saya kadang-kadang terasa meningkat, kadang tubuh terasa lemas dan sesekali kepala merasa pening.
Karena seperti rutin terjadi pada tahun yang sudah-sudah, yang mana akhir tahun banyak pekerjaan baik yang terduga maupun yang tiba-tiba “menjadi pekerjaan” harus saya selesaikan, saya pun tidak begitu menghiraukan gejala sakit yang saya rasakan. Saya keep go on saja. Tubuh masih kuat kok.
Di sela-sela pekerjaan dan rutinitas, pada pertengahan bulan November saya menenuhi undangan dari ASUS untuk mengikuti acara Zen Festival di Ballroom Ritz Carlton Pacific Place. Acara yang memang menarik bagi tech blogger seperti saya. Namun sebenarnya ada hal di luar acara itu yang saya harapkan bisa saya temui. Meski, toh, sampai saya pulang lagi ke Yogyakarta tidak kesampaian. 😦
Selesai acara gala dinner di Ritz Carlton ketika saya sudah di kamar hotel dimana menginap yaitu di Grand Mercure Gajah Mada, perut saya mulai terasa tidak enak. Mual, perih dan sejenisnya. Ada semacam rasa ingin BAB. Dan beberapa menit kemudian saya BAB beneran dan dalam frekuensi yang sangat sering. Singkatnya saya diare yang disusul muntah-muntah.
Sambil menggigil kedinginan, saya pun mematikan AC kamar. Rasa mual berlanjut dan antara mengerang dan muntah terjadi berulang-ulang. Saya bahkan sampai pingsan dan terjatuh ke lantai kamar.
Pukul 6 lebih saya baru berusaha bangun. Di antara ragu apakah saya bisa terbang kembali ke Jogja pagi itu apa tidak. Saya pun mencoba melakukan sesuatu. Saya menuangkan air mineral ke dalam pemanas air yang ada di kamar hotel. Kemudian saya berusaha membersihkan diri, mandi dengan air hangat dan berusaha menunaikan shalat Subuh meski saya tahu waktunya sudah sangat terlambat. Bisa dibilang saya shalat Subuh pada waktu Dhuha. I think Allah will always understand me …
Air yang saya panaskan tadi sudah mendidih. Saya mengambil mug dan membuka teh celup yang tersedia, menuanginya dengan air panas, menambahkan dengan gula dan perlahan-lahan meminumnya. Rupanya sebotol air mineral kira-kira 600 ml hampir saya habiskan pada pagi itu. Saya harus berusaha menolong diri sendiri sebelum orang lain yang menolong saya.
Dan pelan-pelan saya mulai merasa kuat.
Alhamdulillah, pagi itu saya berani memutuskan untuk menuju bandara dengan bus yang telah disediakan oleh panitia Zen Festival. Kenyataan yang harus saya hadapi berikutnya adalah berjalan dari drop in Terminal 2 Soekarno Hatta. Ya ampun jauh banget dengan melewati beberapa kali pemeriksaan X-ray. Di Terminal 2 saya sekali mencari toilet dan meneruskan ritual diare.
Satu jam peberbangan dengan Garuda alhamdulillah saya lalui dengan selamat. Di dalam pesawat saya memesan teh panas dan berusaha memakan kue yang diberikan oleh pramugari.
Tantangan berikutnya adalah perjalanan dari Bandara Adi Sucipto ke Gunungkidul. Ini lebih menantang karena saya mengendarai sendiri sepeda motor. Masa iya saya mau naik taxi dan lebih lama menginapkan motor saya di penitipan di sekitar Bandara.
Alhamdulillah saya selamat sampai tempat kerja saya di Gunungkidul.
Loh, kok ke tempat kerja? Benar, Jum’at itu saya harus meneruskan pekerjaan saya sehari-hari. Jadwalnya memang sampai sekitar jam 17:00 WIB. Meski prakteknya saat itu pekerjaan selesai lebih awal.
Sesampai di rumah, saya mengemasi pakaian-pakaian kotor dan mengirimnya ke laundry service tidak jauh dari rumah saya. Kemudian saya langsung menuju ke tempat praktek dokter Nila.
Oleh dokter saya diberi beberapa obat, seingat saya adalah: tablet obat diare, lanzophrasol dan paracetamol. Hari berikutnya diare saya sudah berkurang. Hari Sabtu saya tetap bekerja. Hari Minggu ketika gejala sakit saya menurun saya pun merasa perlu refreshing dengan jalan ke Jogja City Mall. Berharap syaraf-syaraf saya yang tegang sedikit kendur. Kenyataannya malah ada kejadian yang tidak terduga menimpa yang mempuat kepala saya makinpening dan telinga berdenging.
Mulai Senin saya bekerja lagi secara marathon. Ini memang kewajiban saya meski saya dalam proses penyembuhan.
Merasa tubuh sudah lebih baik dan karena saya merasa butuh pengendur syaraf, Hari Minggu berikutnya lagi, saya ikut fun run Candi ke Candi 10K di komplek Candi Prambanan. Saat itu saya belum begitu sehat. Bahkan sesampainya di rumah malah saya harus menelan paracetamol lagi karena kepala yang sakit tidak tertahankan.
Minggu berikutnya saya meneruskan melembur pekerjaan akhir tahun secara berantai. Saya berusaha kuat sampai akhir pekan. Meski pada hari Minggu 6 Desember saya merasa menyerah. Saya bermaksud berobat ke dokter lagi. Naasnya dua dokter praktek yang saya tuju pada malam itu tutup.
Senin pagi saya berangkat ke kantor. Kira-kira pukul 9 pagi saya pamit dengan rekan kantor dan bergegas menuju RS PKU Muhammadiyah Wonosari berharap mendapat pelayanan cepat dan bisa berkonsultasi sejelas-jelasnya dengan dokter. Karena pada pagi hari, biasanya, pasian di RS PKU Muhammadiyah memang tidak banyak, tidak antri.
Benar saja, begitu dipersilakan masuk ke ruang periksa, saya disambut dengan ramah oleh dokter Tsani. Sambil ngobrol dengan dokter Tsani menjelaskan apa yang menjadi keluhan saya, perawat mengencangkan pengukur tensi darah di lengan saya.
Saya berusaha menjelaskan kronologi sakit saya selengkapnya, termasuk pertolongan pertama dan obat yang diberikan oleh dokter yang saya kunjungi terdahulu. Ingin tahu kondisi tubuh saya lebih jauh, dokter Tsani meminta saya berbaring di bed periksa.
Dari pemeriksaan yang dokter Tsani lakukan secara fisik terhadap tubuh saya, nampaknya ia merasa belum cukup. Saya ditawari untuk diambil sampel darahnya dan diperiksa di lab. Saya mengangguk dengan ragu. Ragu karena saya memang takut diambil sampel darah seperti ini. Di suntik saja saya takut setengah mati. Beneran …
Saya menunggu hasil lab dengan harap-harap cemas. Harapan saya semoga bukan tipes. Harapan saya pupus ketika lembaran kertas hasil periksa darah dari lab itu ditunjukan. Ternyata benar, dokter Tsani menyimpulkan saya positif tipes, ya ampun …
Dokter Tsani merekomendasikan agar saya dirawat inap/opname. Saya bersikeras untuk rawat jalan saja. Keras kepala saya membuat dokter Tsani berkompromi. Saya boleh rawat jalan dengan segudang syarat yang saya iya in saja, termasuk saya meng iyakan untuk full bed rest. Meski dalam hati ini mustahil bisa saya lakukan mengingat: pekerjaan.
Saya kembali ke kantor setelah menerima obat yang diresepkan dan membayar uang yang bagi saya tidak sedikit. Sesampai di kantor saya hanya berpamitan dan kemudian pulang.
Hari Selasa saya alhamdulillah bisa istirahat di rumah. Meski sambil mencicil pekerjaan. Hari Rabu untungnya adalah Hari Pilkada Serentak. Kabupaten dimana saya tinggal adalah termasuk salah satu dari Kabupaten/Kota di Indonesia yang sedang menghelat pemilihan Kepala Daerah/Bupati/Walikota.
Oh iya ada yang hampir lupa untuk diceritakan. Begitu sampai di rumah dan akan minum obat, saya ragu dengan dua jenis obat yang diberikan oleh dokter, yaitu dengan Lanzophrasol dan Ranitidin. Setahu saya dari yang saya baca kedua jenis obat ini mempunyai fungsi yang sama. Yaitu sama-sama untuk menurunkan produksi asam lambung.
Saya galau gara-gara dokter Tsani. Aghrrr … kenapa galaunya malah sekarang. Kenapa saya tidak menanyakannya tadi ketika saya dijelaskan oleh dokter Tsani tentang obat-obat yang diresepkan kepada saya? Kenapa… kenapa?
Saya bermaksud menghubungi dokter Tsani, tapi saya urungkan. Saya apriori di sini. Kalau misalnya Tsani salah resep saya berprasangka ia tidak akan begitu saja mengaku. Adalah sebuah ilusi mengharapkan seorang wanita mengakui kesalahannya kepada pria.
Berpikir butuh second opinion, saya pun menghubungi dua teman dokter saya yang lain. Saya menghubungi dokter Cahya Legawa dan dokter Ikhsan melalui Facebook. Sayang karena kesibukan pesan saya belum dijawab dan baru dijawab pada tengah hari jam istirahat.
Ingat akan uDoctor, saya pun segera memasang aplikasi tersebut di smartphone Android saya, di ASUS Zenfone saya. Saya segera menjalankan aplikasi itu. Saya melihat beberapa dokter yang sedang online dan jaga di uDoctor.
Di aplikasi uDoctor ada dokter Adibah Fauzi yang berjaga. Ia merespon dengan ramah salam dari chat saya.Saya pun segera menjelaskan masalah saya dan menanyakan tentang Lanzophrasol dan Ranitidin yang diresepkan sekaligus bagi saya. Obat lain yang diberikan yaitu paracetamol dan antibiotik saya pikir wajar dan sudah benar.
Menurut dokter Adibah Fauzi tidak ada yang salah dengan obat yang diresepkan kepada saya. Kedua obat itu memang bisa diresepkan sekaligus untuk mengurangi gejala penyakit tipes. Memang benar keduanya untuk menurunkan produksi asam lambung. Namun keduanya mempunyai mekanisme kerja yang berbeda. Sehingga bisa diresepkan sekaligus untuk memaksimalkan manfaat yang ingin diperoleh.
Saya puas dengan jawaban dokter Adibah Fauzi. Untuk kemudian jawaban yang diberikan ke saya pada siang harinya oleh dokter Cahya Legawa pun hampir sama.
Saya berusaha disiplin dan menggunakan obat yang diresepkan selama satu Minggu. Dan alhamdulillah saya rasa tubuh saya membaik meski belum sepenuhnya sembuh.
Obat yang diresepkan dokter habis pada Jum’at malam. Sabtu pagi bermaksud mengetahui progres pengobatan yang saya jalani, saya pun kembali ke RS PKU Muhammadiyah.
Kali ini dokter yang memeriksa saya adalah dokter Nabila. Dokter Nabila saya rasa tidak secantik dokter Tsani, tapi saya rasa sama-sama ramah. Menurut dokter Nabila tahap pengobatan selanjutnya adalah pada tahap gejala pasca sakit. Kali ini dokter meresepkan saya dengan Lanzophrasole, syrup Sucralfate dan obat pencahar. Yang terakhir ini karena saya juga mengeluhkan susah BAB akhir-akhir ini.
Harapan saya, semoga saya lekas sembuh Aamiiiiin…. ah rupanya Curhat Sakit ini sudah cukup panjang. Hampir 1500 kata. =))
Gws mas
Terima kasih pak Dewo
Segera sembuh kang… minum air banyak2, tipes biasanya diawali karena dehidrasi sama kelelahan…
Iya mas. Memang didahului kelelahan sebelumnya
sundull gann hahaha
Semoga lekas sehat kembali ya, mas 🙂
Terima kasih mbak
Kondisinya hampir sama dengan saya ketika selesai Welcome Dinner, balik ke kamar dan tak lama kemudian badan ini terasa meriang. AC langsung saya matikan dan selimut tebal pun menutup tubuh. Mungkin krn bawaan terlalu capek karena H-1 masih harus menyelesaikan tanggungjawab. Alhamdulillah keesokan harinya sudah lebih mendingan dan bisa mengikuti kegiatan sampai selesai. Btw, sekarang gimana kondisinya Om? 🙂
Alhamdulillah sudah lebih baik dan tetap bisa bekerja om
Saya juga pernah sakit tipes dan kadang kalau terlalu capek dan telat makan bisa kambuh lagi, jadi kuncinya banyak minum air putih, istirahat cukup dan jangan lupa makan jangan sampai telat. Cukup.
Biasanya kalau typus saat pagi dan siang badan berasa lebih segar, namun disaat sore menjelang malam demam mulai datang. Usahakan makannya bubur dulu, trus istirhat yang cukup.
namanya Subha, mas. Subuh di waktu Dhuha
lekas sembuh ya mas jarwadi… 🙂
semoga cepat sembuh ya mas, curhatnay tumben panjang hehehe
Hampir 1500 kata dan saya melahapnya. Lekas sembuh Mas Jarwadi supaya kita bisa jalan-jalan dan makan-makan. Pokok’e maknyus. #Kidding
Banyakin istirahat mas. Semoga sehat seperti sediakala. 🙂
semoga lekas sehat seperti sediakala mas 😀
moga tidak keterusan sakit mah…..hm galau karena dr Tsani sih!
Mas sudah sehat ???
syuudah