Sky-wire Connecting to Sometime :)

Sky-wire over Beringharjo

Foto ini siang tadi saya ambil dari jalan kecil di pinggir sebelah utara Pasar Beringharjo – Yogyakarta. Saya tadi memilih berjalan kaki melewati jalan unik yang di kanan kirinya terdapat peristiwa perdagangan barang – barang antik.

Saat saya mengeluarkan kamera dari dalam tas, serta merta disapa oleh salah seorang pedagang, “Bawa barang apa mas? Sini biar saya beli saja” Kata sapaan yang mirip seperti yang disapakan pada saya dan teman teman Sekolah Menengah pada kira – kira 15 tahun yang lalu. Saat itu saya dan teman – teman memang suka main – main ke bagian pojok Timur Laut Pasar Beringharjo Lantai III.

Disana sebenarnya dan sejujur – jujurnya kami belum pernah menjual satu biji barangpun. Kami suka membeli barang – barang elektronik bekas atau klithikan untuk kami oprek lagi atau bila kami mencari komponen komponen elektronik yang sulit didapat di Toko Sinar, Toko 51 atau Audio Plasa. Atau untuk mencari harga komponen yang jauh lebih murah dari komponen baru di toko. Ya itulah riwayat dari Hobby-ist elektronik yang bermodal dengkul pas – pasan.

Loh, kok malah tulisan dalam posting ini semakin melenceng dari Judul dan Gambar yang dipajang. Ya Maaf … ๐Ÿ˜€

Kethip : Mata Uang Kerajaan Yogyakarta

Kethip : The Great Ngayogyakarta's Official Currency

Kethip : The Great Ngayogyakarta's Official Currency

Kethip. Mata uang kethip yang beneran sih saya belum pernah lihat. Mendengar sih pernah dari cerita simbah ketiak beliau masih sugeng. Selain kethip simbah sering menyebut ‘sen’. Kalau ‘sen’ saya kira adalah nominal se per seratus. Kalau kethip entah itu merupakan mata uang atau nominal seperti halnya sen.

Orang Yogyakarta Kreatif. Siapa yang tidak percaya. Siapa yang tidak kenal dengan Dagadu dengan desain kaos yang tidak ada duanya itu. Kreatifitas Yogya dalam beberapa hari saja sudah mengedarkan desain passport, pesawat, mata uang, dan lain lain.

Gambar dicomot dariย http://yfrog.com/f1o2l0j

Melawan Lupa Menyelamatkan Kita

Hari ini tanggal 27 Mei 2010. 4 tahun yang lalu, 27 Mei 2006 Jatuh pada hari Sabtu. Saya pun hampir terjatuh berlari cepat dengan ajian langkah seribu untuk menyelamatkan diri, atau lebih tepatnya sangat panik karena terjadi gempa yang terbesar yang pernah saya alami sepanjang usia.

Sejak beberapa hari sebelum gempa, memang dalam pemberitaan media lokal adalah gunung Merapi yang sedang kambuh batuk – batuk yang tak segera reda. Bahkan pemerintah sudah mengambil langkah untuk mengevakuasi warga di sana. Pemberitaan juga terkait Mbah Maridjan yang ngeyel tidak mau dievakuasi dari desa dimana dia tinggal di lereng Merapi.

Maka, pikir saya, gempa pagi ini adalah salah satu bersin besar Gn Merapi. Dugaan itu juga didukung oleh telepon saya yang gagal ke seorang sahabat yang tinggal di Pakem. Dan kabar dari teman yang tinggal di Pantai Baron bahwa di sana gempa tidak dirasakan besar dan tidak ada yang aneh dengan permukaan pantai.

Berita simpang siur selama beberapa jam. Jaringan seluler pada hari itu drop. Listrik PLN padam. Aliran informasi bisa didapat dari radio bertenagai baterai yang mana masih ada beberapa warga yang punya. Twitter? Rasanya saat itu saya belum buat account twitter. Kapan sih twitter menambahkan fitur hashtag untuk melihat trending topic?

Korban yang semakin banyak semakin mengalir dan diketahui pusat gempa ada di sekitar daerah Parang tritis. Korban banyak berjatuhan. Tercatat oleh oleh kita setidaknya 7000 nyawa melayang. Belum korban luka dan kerugian harta benda.

Wah dari pada saya menuliskan secara panjang lebar. Silahkan buka twitter dan amati hashtag #27mei dan #gempajogja2006 . Disana ramai orang berbagi pengalaman dan informasi kaitannya apa yang mereka alami dan rasakan waktu itu.

Gempa 27 Mei 2006 memang menyakitkan. Tetapi bukan untuk dilupakan. Melawan lupa adalah salah satu wujud menyelamatkan peradaban. Apa lagi ini? silahkan cari juga di twitter, hehehe.