One Last Sunset of 2015 & Pantai Kesirat – Gunungkidul

Masih ingat dengan Pantai Kesirat yang terletak di kecamatan Panggang kabupaten Gunungkidul Yogyakarta yang saya tulis pada bulan Ramadhan tahun lalu?  Bila sudah lupa silakan baca lagi tulis saya terdahulu di sini. Namun tanpa membaca tulis lama saya pun saya rasa sunset penghujung tahun yang akan saya post di sini pun saya rasa tidak kurang menarik.

Siang tahun lalu (baca: siang hari tanggal 31 Desember 2015), ini sih kemarin,  awan nampak bergerombol di langit Gunungkidul, tapi sampai Azhar tidak hujan. Cuaca bagus. Saya rasa ini adalah akhir tahun yang bagus untuk memotret sunset.

Angan angan saya untuk memotret senja di Pantai Kesirat seperti yang saya tuliskan dulu bisa saya eksekusi hari itu. Tidak apa apa meski saya hanya berbekalkan kamera ponsel. Iphone lawas 5s dan sebuah Asus Zenfone.

Karena kebetulan saudara saudara saya sedang ngumpul di rumah,  ada adik saya dan kakak anak dari pakdhe sedang liburan akhir tahun, saya pun mengajak mereka untuk menikmati senja terakhir di tahun 2015 lalu. Senangnya mereka tanpa basa basi mengiyakan ajakan saya. Kami bertiga pun menuju pantai dengan mengendarai sepeda motor. Meniti jalan yang naik turun berkelok apalagi 5 kilometer sebelum pantai merupakan jalan cor blok yang diujungnya terdapat turunan ekstrim benar-benar memacu adrenalin kami.

Sesampai di pantai yang biasanya sepi pengunjung, rupanya menjelang malam pergantian tahun ini banyak sekali orang yang ingin menikmati malam pergantian tahun di alam. Nampak banyak yang mulai dan sudah mendirikan tenda. Nampak pula banyak orang berfoto foto bersenjatakan tongsis. 

Saya pun,  dan tentunya kedua saudara saya tidak mau ketinggalan memotret apa saja.

Pemandangan pantai kesirat sore itu memang bagus. Terpapar sinar matahari air laut nampak kuning keemasan.  Sinar matahari menjelang senja yang lembut membuat rumput rumput yang mulai menghilang di awal musim hujan ini nampak lebih indah.

Nah,  ini foto foto yang saya jepret kemarin sore dengan ponsel.

image

Baca lebih lanjut

Iklan

Menikmati Keperawanan Pantai Kesirat dan Pantai Woh Kudu

Salah satu hal yang saya percayai tidak baik untuk dilakukan adalah tidur sehabis Subuh. Apalagi pada bulan Ramadhan yang karim ini. Minggu pagi (05/07/2015) udara pagi di desa dimana saya tinggal terasa dingin. Menusuk belulang. Perlu perlawanan gigih untuk menghalau tarikan selimut dan kantuk yang terus menghampiri.  Barangkali matahari sudah setinggi penggalah ketika saya membawa skutik All New Seoul GT keluar dan menyalakannya. Nampak di dashbord indikator bahan bakar menunjukkan pertamax masih cukup untuk pergi saja entah kemana.

IMG_4143.resized

Benar. Ini bukanlah jalan-jalan yang saya rencanakan. Nama Pantai Kesirat baru benar-benar muncul dari dalam batok kepala saya ketika saya sudah menempuh jarak kurang lebih 10 km. Kesirat, meskipun hanya berjarak tidak terlalu jauh dari tempat tinggal, kira-kira kurang dari 40 km, namun belum pernah sekali pun saya berkunjung ke sana. Maklum ada banyak sekali pantai di Gunungkidul. Sedikit yang saya pernah dengar tentang Kesirat adalah sebuah pantai yang terletak di kecamatan Panggang dan merupakan pantai yang belum dipikukan oleh pelancong dan wisatawan.

Kira-kira setengah jam melaju sampailah saya di suatu perempatan di kecamatan Panggang. Saya ragu harus memilih ke arah yang mana. Saya berhenti dan mencoba menemukan arah ke Pantai Kesirat dengan Google Map di iPhone. Namun koneksi Telkomsel hanya menyodori saya kekecewaan. Saya baru mendapatkan arah pasti menuju Kesirat setelah bertanya kepada beberapa orang yang berbeda. Saya disarankan untuk mengikuti jalan ke arah ke dusun Wiloso, desa Girikarto, kecamatan Panggang. Rupanya jalan yang harus saya ikuti adalah jalan yang saya lewati ketika Ramadhan tahun lalu saya menuju Pantai Gesing dari arah kecamatan Panggang.

Sampai di dusun Wiloso, jalan yang saya lalui adalah aspal yang cukup baik, enak ditempuh dengan motor matic. Namun dari Wiloso sampai ke pantai adalah jalanan cor blok dan jalan berbatu, lengkap dengan tanjakan dan turunannya yang sadis yang menantang keterampilan mengemudi motor saya yang pas-pasan. Bukit, lembah, pohon nyiur, dan bebatuan cadaslah yang menjadi pemandangan yang terus menyemangati saya pagi itu.

Tidak jauh dari bibir pantai, saya melihat ada beberapa sepeda motor yang terparkir. Mungkin itu adalah sepeda motor para pengunjung pantai seperti saya. Saya pun memarkir sepeda motor di tempat yang saya rasa cukup aman. Saya melepas helm tapi jam delapanan pagi yang tetap dingin itu membuat saya enggan menanggalkan jaket.

Saya berhati-hati melangkah di jalan sesempit tapak kaki di antara tumbuhan belukar dan gundukan batu cadas. Saya menuju bibir pantai. Di Kesirat jangan membayangkan bibir pantai adalah  pasir putih yang saling jamah dengan air laut. Sepanjang bibir Kesirat adalah ujung tebing yang curam dimana di bawah adalah laut yang ombaknya mendera tegarnya bebatuan karang.

Sendirian berdiri di bibir tebing menghadap laut selatan membuat saya hanya bisa melongo, diam, takjub, merasa kecil dan terkadang seolah ada sepi menghampiri. Iya, sepi itu kadang-kadang di sini menjadi nyata. Pada saat yang tidak begitu beda ada rasa damai, bahagia dan rasa syukur yang entah datang darimana. Mungkin itu dibawa matahari pagi yang beranjak meninggi dengan hangat yang diterpakan ke sisi wajah saya. Mungkin dari semilir angin yang kadang membelai, kadang menampar. Atau mungkin mereka bawa bersamaan. Atau mungkin dibawa entah. Subhanallah …

IMG_4155.resized

Baca lebih lanjut