
Haru Biru Telaga Biru di Ngemplak Candirejo Semin Gunungkidul
Mungkin karena Semin terletak di ujung timur laut Gunungkidul yang membuat tempat-tempat bagus di kecamatan ini kurang dikenal (baca: kurang saya kenal). Kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo – Jawa Tengah ini memang terbilang jauh dari pusat kota Wonosari. Apalagi dari desa dimana saya tinggal.
Sampai haru biru telaga biru yang menggemparkan Instagram membuat orang-orang menjadi penasaran. Saya pun penasaran, apa betul Semin mempunyai destinasi baru yang semenakjubkan itu.
Ingin satu kali mengayuh sepeda dua tiga tempat apik gundul timur terkujungi, sehabis makan sahur saya menuliskan pertanyaan di facebook. Kira-kira begini: selain Telaga Biru, di Semin ada tempat bagus apa saja.
Dari jawaban teman-teman maya saya mencatat tiga tempat yang hari ini (Kamis, 30 Juni 2016) ingin saya kunjungi: Telaga Biru, Candi Risan dan Curug Bangunsari. Saya ingin mengunjungi ketiganya sekaligus karena tempatnya saling berdekatan. Sama-sama terletak di Desa Candirejo.

Telaga Biru Ngemplak Candisari Semin Gunungkidul
Destinasi pertama yang ingin saya kunjungi adalah Telaga Biru yang ngehit itu. Menurut yang saya baca-baca untuk sampai ke sana tidaklah sulit. Apalagi jalan ke telaga disebut sudah sangat baik. Ancar-ancarnya pun jelas, yaitu tugu perbatasan Gunungkidul – Sukoharjo.
Pun begitu saya masih menggunakan Google Maps. Saya mengaktifkan Google Maps di iPhone di Jembatan Besi – Semin dan memanfaatkan fitur turn by turn sampai ke situs pertambangan batu. Saya akui untuk mencapai tempat-tempat baru peta buatan simbah ini adalah candu tersendiri.

Berfoto Berlatar Telaga Biru di Candisari – Semin – Gunungkidul
Dari awal menulis posting ini saya sudah tidak sabar untuk segera mengunggah foto-foto telaga biru seperti yang diunggah oleh orang-orang ke social media. Setidak sabar ketika saya tiba di sana ingin segera mencapai spot terbaik untuk memotret telaga biru.Inilah kenapa foto terbaik jepretan saya di telaga saya taruh di bagian paling awal tulisan ini. 🙂
Ingat meme yang sempat viral beberapa waktu yang lalu. Itu yang ada tulisan “Harapan tidak seindah kenyataan“? Meme yang benar-benar mewakili perasaan saya begitu tiba dan memarkir motor di kawasan pertambangan batu alam itu. Bahkan adik saya, Krismawati pun menyeletuk “Hanya kayak gini saja?” sambil tertawa-tawa meledek.
Perasaan yang begitu spontan karena sejumlah kubangan air bak pemandian kerbau dan para pekerja batu menjadi pemandangan yang nampak di pelupuk mata kami.

Berfoto Berlatar Telaga Biru di Candisari – Semin – Gunungkidul
Telaga Biru rupanya memang bukan menu cepat saji yang mudah dinikmati oleh para picnic-goer. Perlu perjuangan yang tidak mudah untuk mencapai Puncak Keindahan Telaga Biru.
Oleh para pekerja tambang di sana kami diberi tahu untuk berjalan memutari beberapa kubangan, melewati jembatan bambu darurat serta jalan berlumpur bekas tapak ban truk pengangkut batu yang becek.
Kali ini pengunjung memang harus memutar, karena tangga bambu di sisi utara saat ini tidak bisa dilewati. Di sana sedang dikerjakan proyek galian. Dan sepagi itu kami sudah melihat bego yang meraung-raung bekerja menimbun tanah.

Mendaki ke Puncak Bukit Telaga Biru Candisari Semin Gunungkidul
Berjalan jauh dan mendaki bagi saya sendiri tidak masalah. Saat itu saya menghawatirkan adik saya. Apalagi saat ini sedang berpuasa. Saya beberapa kali menanyai dan meyakinkannya. Karena apa bila terlanjur di tengah jalan naik, bila tidak kuat tidak ada yang akan menggendongnya turun, hahaha.
Alhamdulillahnya, hari itu adik saya sanggup menemani saya seharian menempuh perjalanan lebih dari 9000 (sembilan ribu langkah kaki) atau sekitar 7 km menurut aplikasi Health di iPhone saya.
Untuk kemudian saya memberinya foto ini sebagai reward. Ia tidak jadi saya beri punishment bila tidak kuat. Ia tidak jadi saya marahi.

Puncak Telaga Biru Candisari Semin Gunungkidul
Dari Puncak Telaga Biru saya akhirnya akui ini memang tempat yang indah. Sepintas seperti foto-foto Raja Ampat atau Telaga Warna di Dieng. Tempat yang barangkali tidak terbayangkan bisa ada di Gunungkidul yang terkenal gersang. Tak elok bila Instagram menunjukkan tempat ini sebagai salah satu spot selfie populer di kalangan anak kekinian.
Berfoto-foto di sini saya akui memang menyenangkan, namun perlahan-lahan saya mendapatkan bahwa ada yang lebih menarik. Adalah aktifitas pertambangan batu di sini.

Jalur Truk Pengangkut Batu di Telaga Biru Candisari Semin
Di antara banyak foto yang saya ambil, foto ini bagi saya adalah yang memberikan kesan mendalam. Foto yang mengingatkan saya akan cerita teman saya beberapa tahun yang silam.
Saat itu teman saya menceritakan pengalamannya bekerja sebagai guru di suatu kawasan pertambangan di Kalimantan Selatan. Di sana ia menyaksikan betapa serakahnya manusia menambang batubara. Sampai-sampai tanah yang sebelumnya merupakan perbukitan berubah menjadi semacam telaga setelah ditambang habis-habisan.
Ini persis dengan apa yang saat ini terjadi di sini, di Telaga Biru. Telaga Biru yang nampak indah sebagai latar foto itu saya kira menyimpan kisah yang kurang lebih sama.
Telaga itu dulunya adalah bukit. Mungkin setinggi tempat saya memotret foto-foto ini. Pertambangan batulah yang mengubahnya lama-lama menjadi telaga. Dalam hati saya membatin. Barangkali tidak akan terlalu lama lagi bukit yang sedang saya injak ini akan habis, berubah menjadi telaga yang sama. Karena penambangan batu alam saat ini terus berlangsung secara masif, dengan volume yang lebih besar.
Orang-orang pada tahun-tahun depan mungkin akan memotretnya dari puncak bukit lain. Atau memotret dari udara menggunakan drone bila semua bukit telah habis.

Penambang Batu Bekerja di ceruk ceruk tebing Telaga Biru Candisari Semin Gunungkidul

Tebing Tebing Batu di Telaga Biru yang terus ditambang

Tebing Tebing Batu Menyerupai Bangunan Candi Kuno

Tebing Tebing Batu di Telaga Biru yang terus ditambang

Pekerja Tambang Memecah Batu di Tebing Telaga Biru Candirejo Semin Gunungkidul

Pak Ponco, Pekerja Tambang Pemecah Batu di Tebing Telaga Biru Candirejo Semin Gunungkidul

Pekerja Tambang di Telaga Biru Candirejo Semin Gunungkidul
Nama pria di atas adalah Mas Feri. Tinggal di Sukoharjo – Jawa Tengah, bukan orang Gunungkidul. Ia nampak malu-malu ketika berkenalan dengan saya pagi itu. Dia bekerja sebagai sopir truk yang mengangkut bebatuan yang ditambang di sini.
Menurut Mas Feri batu-batu dari sini ada yang diangkut untuk diolah di luar daerah. Kebanyakan diolah dan diproses di daerah Semin saja. Saya lihat di Semin memang ada banyak pabrik pengolah batu.

Truk Truk Pengangkut Batu Alam di Kawasan Tambang Telaga Biru
Sebelum menyudahi kunjungan saya ke Telaga Biru, di dekat parkiran sepeda motor saya menyempatkan untuk melihat proses pengolahan batu alam. Suasanya sangat bising, panas dan berdebu. Foto-foto di bawah mungkin menceritakan situasinya dengan lebih emosional.

Pekerja Tambang di Pabrik Batu Alam di Telaga Biru Candirejo Semin Gunungkidul

Pekerja Tambang di Pabrik Batu Alam di Telaga Biru Candirejo Semin Gunungkidul

Pekerja Tambang di Pabrik Batu Alam di Telaga Biru Candirejo Semin Gunungkidul
Apa yang belum dijelaskan oleh kesemua foto saya barangkali adalah limbah dari pemrosesan batu-batu itu. Di samping pabrik batu terdapat sebuah kolam besar dimana limbah-limbah batu dialirkan. Saya tidak tahu bagaimana limbah yang sangat banyak itu diolah dengan baik agar tidak mencemari lingkungan. Atau hanya dibiarkan dan dibuang ke kolam begitu saja?
Saya lihat baru satu pabrik saja menghasilkan limbah sebegitu banyak. Bagaimana dengan limbah yang dihasilkan oleh ratusan pabrik pengolahan batu alam lainnya. Saya tidak bisa membayangkan akan ada berapa ratus (ribu) ton per bulan limbah batu yang dihasilkan.
Melihat limbah batu yang menggunung di sini mengingatkan saya akan laboratorium penelitihan pengolahan limbah batu di Baron Technopark beberapa waktu lalu. Mungkin lab di sana dikembangkan karena menyadari betapa besar dampat (potensi) limbah-limbah dari pabrik batu di sini.
Akhirnya, menurut saya, Telaga Biru bukanlah seperti destinasi piknik kebanyakan. Mungkin lebih tepat disebut sebagai destinasi wisata minat khusus. Bukan saya bermaksud mengatakan “minat khusus selfie“.
Saya mengatakan demikian dengan mempertimbangkan minimnya fasilitas keselamatan di kawasan Telaga Biru. Kawasan yang cukup sulit, cukup berbahaya sekaligus sangat menantang tanpa adanya rambu-rambu peringatan bahaya dan pemandu.
Saran saya bagi setiap pengunjung agar berhati-hati dan mempertimbangkan betul keselamatan masing-masing. Jangan menggadaikan nyawa, kesehatan dan keselamatan dengan satu atau dua foto narsis …
Sedikit tips bagi yang akan berkunjung ke Telaga Biru
Perhatikan Cuaca. Jangan memaksakan diri mengunjungi Telaga Biru dan naik ke puncak bukit bila cuaca kurang baik. Kawasan telaga biru akan becek, berlumpur dan licin saat dan setelah turun hujan.
Telaga Biru pada cuaca yang cerah akan memberikan pemandangan terbaik berupa warna langit yang memantul di air, menghasilkan warna-warna yang sangat indah. Warna telaga menghijau seperti di foto-foto saya mungkin karena saya datang saat cuaca sedang mendung.
Perhatikan betul tempat-tempat yang akan diinjak. Baik itu rumput, tanah maupun bebatuan. Batu-batu di sana ada yang kokoh dan ada yang mudah longsor. Kehati-hatian ini terutama perlu diingat ketika akan berpose foto.
Gunakan masker. Sebagai kawasan pertambangan dengan beberapa pabrik pengolahan batu, polusi udara berupa debu sangat tinggi di sini. Jangan sampai debu dan polusi membuat anda sakit paru-paru.
Gunakan payung dan kacamata rayban. Ini penting bagi yang ke sana pada siang hari di tengah pertambangan yang terik.
Gunakan sandal gunung atau sepatu trail. Tujuannya agar kita nyaman berjalan. High heel sangat tidak disarankan. Bila pertimbangan estetika foto mengharuskan anda berpose dengan high heel, pakailah heels hanya pada saat foto-foto saja.
Jangan membuang sampah sembarangan dan jangan melempar apa pun.
Tips lainnya silakan ditambahkan sendiri dan bagi yang kesulitan menemukan Telaga Biru silakan memanfaatkan alamat Google Map di bawah:
Jalan-jalan saya ke Candi Risan dan Curug Bangunsari akan saya tuliskan di posting terpisah. Akan terlalu panjang bila saya tuliskan jadi satu di sini. Tunggu posting saya berikutnya … 🙂
Subhanallah memang cantik sekali mas Jar. Mirip foto-foto Raja Ampat sekilas. Apa mending diam diam saja ya disimpan tidak usah diekspos. Kalau diekspos takutnya anak anak alay akan merusak tempat ini 🙂
Indah ya… tapi sekaligus ironi…
Kirain aku ud dijadiin tempat wisata dan tambah dihentikan. Ternyata masih berlangsung ya. Mirip mirip brown canyon nya semarang ya. Udah buat wisata tapi aktivitas tambang jalan terus, dan tidak ada sign atau parameter keselamatan.
Ping balik: Candi Risan di Semin, Tapak Tilas Peradaban di Gunungkidul | Gadget, Running & Travelling Light
Ping balik: Nuansa Kontemplatif di Curug Bangunsari | Gadget, Running & Travelling Light
Gokill keren banget pemandangannya mas 😀
Jadi pengen kembali ke masa masa kecil terus berlarian maen kesana tanpa gadget atau apapun sepertinya jauh menyenangkan 🙂
telaga biru emang bagus yah pemandangannya..
Makin dikenal aja lokasi ini hahahhahah. Keren dahhhh
Ping balik: Taman Tebing Breksi – Gadget, Running & Travelling Light