Saya sering kali merasa geli dengan orang-orang yang dengan begitu mudahnya meneruskan suatu konten dari satu milis ke milis lain, dari satu grup ke grup yang lain, atau dari mana saja ke channel komunikasi publik yang lain. Konten yang saya maksud bisa berupa gambar lucu, gambar serem, cerita-cerita humor, kisah inspiratif aneka tips dan lain-lain.
Dalam beberapa milis dan grup pun masalah ini sudah sering dibahas karena diakui bisa menimbulkan ketidak nyamanan dengan posting yang berulang-ulang. Tetapi apakah pemosting konten ini salah? Salah-salah bila diingatkan akan membuat mereka lebih tidak nyaman, marah-marah dan keluar dari suatu kelompok diskusi.
Apa yang saya tangkap dari penerusan suatu posting (forwarding) adalah kemungkinan si pemosting masih newbie menggunakan teknologi komunikasi. Malas belajar dan mengamati termasuk newbie, bukan? hehehe. Jadi begitu melihat sesuatu yang menarik mereka buru-buru ingin berbagi ketertarikannya itu. Tanpa menyadari atau tanpa pernah tahu kalau konten yang mereka posting sebenarnya telah banyak beredar katakanlah 10 tahun yang lalu, atau baru beberapa berselang meramaikan dunia social media.
Berbicara tentang forwarding saya jadi teringat pada presentasi Enda Nasution di TEDx Bandung pada tahun lalu. Kesimpulan Enda dari mengamati percakapan di social media menemukan bahwa onliner Indonesia itu kebanyakan suka cerewet bercakap-cakap. Permasalahanya adalah kebanyakan mereka itu miskin ide. Jadi tidak heran bila banyak posting baik di milis, facebook, twitter dan channel media sosial yang lain kebanyakan hanya merupakan forwarding, Retweet, RePost atau Copy Paste dari sumber lain. Bukan lemparan ide original mereka sendiri.
Jadi tidak heran bila dibanyak group dan channel media social meskipun ada banyak sekali user yang aktif, namun sangat mudah dipengaruhi oleh beberapa orang saja yang “bisa” membuat konten kreatif yang bermanfaat.
Kalau kita lihat di ranah social media kebanyakan posting berisi repost (copy paste) dan keluhan-keluhan, apakah hal yang sama terjadi di dunia nyata, dunia offline? Misalnya ada orang ngumpul-ngumpul hanya ada beberapa orang saja yang bisa bercerita membuat konten bagus di situ. 🙂
Ini sebuah renungan sekaligus tantangan bagi saya dalam mengelola beberapa group online sampai saat ini. 🙂
saya sangat setuju dengan alasan ini mas “kemungkinan si pemosting masih newbie menggunakan teknologi komunikasi.” hal ini sangat wajar menurut saya, lihat saja di forum-forum online, repost menjadi sebuah kebiasaaan karena keawaman 🙂
Kalau ‘ngiklan’ link postingan blog terbaru dengan nyepam seluruh grup yang diikutinya, karena apa tuh? Seringnya nemu yang model begitu Mas..
termasuk apa yah? apa dia tidak punya cara mempromosikan link nya secara lebih elegan, bayar buzzer kek, hahaha
yang penting eksis, mungkin itu mas yg jadi tujuannya 😛
hmmm.. aku sih kalo broadcast paling seputar info artisku atau kompetisi blog… wakakakakaka
Menarik bahasannya.
Tapi saya sendiri belum pernah melihat sampai sejauh ini. Menurut saya itu hal yang wajar, mengingat sifat media sosial itu kan sosial, artinya memang untuk berbagi. Mengenai siapa yang bisa “take a lead” tentu mereka yang ingin mendapat keuntungan dari media sosial.
Jadi menurut saya bagi mereka yang hanya copypaste, forward dsb … wajar2 saja, mereka termasuk pengguna media sosial pada umumnya bukan mereka yang “take a lead”.
Saya sendiri masih menggunakan media sosial untuk berbagi update artikel blog. Jarang saya melontarkan pendapat pribadi atas suatu kejadian.
wah, saya malah jarang copas dan forward, karena emang jarang ngecek milis dan gak ikutan forum lain 😀 😀 😀
Forwarding yang bermanfaat dan baru tentu sangat menyenangkan. Tapi kalau sudah basi ya seringkali malah menjengkelkan.
Salam hangat
biasanya kalau terima broadcast akan terhenti disaya, malas meneruskan dibacapun jarang 🙂
maafkan yg sering fwd kalau tidak saya baca
cerewet tapi miskin ide…? hmmm…mungkin lebih bagus kalo cerewet tapi banyak ide ya…hehe…
sudah kelaziman dunia, yang gegap-gempita jauh lebih banyak…
#komen-aja-bingung-apalagi-lempar-ide 😀
saya cuma penikmat socmed, sebelum ngepost ada baik cek linimasa atau aliran jika kosong baru tebarkan link seputar hobi kita.
menarik nih jika social bookmark and sharing salah dimanfaatkan, toh pembuat social sharing itu orang yang pertama cerewet di dunia maya 😆
cerewet miskin ide? masih lumayanlah bisa cerewet. setidak tidaknya ia membaca suatu langkah awal untuk menelorkan ide pada masanya nanti jar..
Biasanya mungkin pada pingin kelihatan eksis dan aktif
Mungkin lebih baik cool tapi di otaknya penuh dengan ide ya 🙂
Mohon pendapatnya. Kalau menurut mas Jarwadi, apakah saya termasuk kategori cerewet tapi miskin ide ?
Terima kasih, maaf saya masih newbie 😀
Kalau mba Elly sih selalu banyak Ide, hehe Blogger Elly selain kaya ide juga pinter menuliskan jadi enak banget dibaca, hehehe
maaf mas, saya kan jarang menulis, pasti bohong ya. 😀