Mengenang Ersad “Bagong” Andi Hartanto (1)

Ersad Andi Hartanto

Ersad Andi Hartanto

Dari teras depan rumah bapak Supriyadi langit senja yang memerah terlihat menjadi latar belakang pohon-pohon jati yang meranggas di musim penantian hujan. Saya kemarin petang itu dengan Pak Supri dan Dodik sedang menyesap teh. Ngobrol-ngobrol tapi tanpa banyak sendau gurau.

Petang itu (22 Oktober 2011) keluarga dan sanak saudara bapak Supriyadi sedang berkumpul untuk malam harinya diadakan Yasinan untuk peringatan satu tahun meninggalnya putra sulung bapak Supri, Ersad Andi Hartanto atau yang lebih dikenal orang sebagai Bagong.

Saya sedang akan mengikuti suatu acara di kota Yogyakarta ketika saat itu dikabari melalui SMS oleh Mbak Ratmi perihal Bagong meninggal. Setengah tidak percaya bahkan setelah saya menelepon adik saya, Yuliarto untuk memastikan kebenaran kabar duka pada siang hari bolong itu. Ssaya buru-buru pulang ke Gunungkidul dengan naik bus yang berjalan dengan kecepatan yang menguji kesabaran dan disambung ojek motor dari pertigaan Gading sampai rumah duka.

Saya ingat betul, Bagong meninggal pada hari Rabu karena pada saat itu saya terburu-buru ke rumah duka dengan masih mengenakan baju berwarna biru ala pabrik. Bagong meninggal dunia pada hari Rabu, 3 November 2010.

Sesampai di rumah duka, saya melihat dengan mata kepala sendiri, almarhum Bagong telah disemayamkan membujur ke utara di atas dipan dengan berbalutkan kain jarik batik . Baca lebih lanjut

Mbah Pri : Jangan Ganggu Hak Orang Lain

Mbah Pri. Berusia 70 tahun. Selama bertahun – tahun tinggal berdua saja dengan istri di rumah limasan jawa yang sederhana di dusun Senedi desa Grogol kecamatan Paliyan kabupaten Gunungkidul. Kedua anaknya merantau ke kota Jakarta.

Dalam keseharianya, Mbah Pri menghabiskan waktu dengan bertani sambil memelihara beberapa kambing dan sapi. Profesi yang dia lakoni sejak kecil sebagai warisan dari keluarga yang turun temurun.

Sebagaimana anak petani kebanyakan, masa kecil Mbah Pri dilewatkan tanpa mengenyam pendidikan formal di bangku sekolah.

Yang membuat banyak orang dan saya kagum adalah “keilmuan” mbah Pri. Beliau fasih membaca baik huruf latin maupun huruf hijaiyah . Entah dari mana keterampilan itu beliau pelajari.

Itu saja, tidak! Mbah Pri dikenal sebagai orang yang berpengetahuan luas dengan kebijaksanaan yang menyertainya. Tidak sedikit orang yang bertamu ke rumah beliau untuk “ngangsu kawruh”, mendengarkan nasihat – wejangan beliau serta meminta pertimbangan dan arahan dalam berbagai hal dan kepentingan. Mbah Pri bahkan seringkali dimintai pendapat dan pangestu oleh tokoh – tokoh masyarakat dan perangkat desa. Baca lebih lanjut