Saya tahu banyak orang yang sudah tahu bahwa Pantai Ngobaran adalah salah satu pantai yang memiliki eksotisisme tersendiri di Gunungkidul. Begitu juga dengan Pantai Ngrenehan. Teman-teman saya malah mengenal Pantai Ngrenehan sebagai pantai nelayan yang menghasilkan ikan-ikan paling enak di Gunungkidul. Saya sendiri malah tidak tahu kenapa ikan-ikan di Ngrenehan bagi mereka lebih enak. Setahu saya jenis ikan tangkapan di Ngrenehan tidak berbeda dengan ikan tangkapan di Pantai Baron, Pantai Sadeng dan pantai nelayan lain di Gunungkidul.
Nah, yang jarang diketahui kebanyakan orang adalah bahwa Pantai Ngobaran dan Pantai Ngrenehan terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. Bila ditanya, kebanyakan orang, akan menjawab: Pantai Ngrenehan dan Pantai Ngobaran terletak di Gunungkidul.
Kemudian, apa yang amat jarang diketahui oleh orang-orang, terutama wisatawan, adalah bawah Desa Kanigoro mempunyai banyak sekali pontensi wisata yang belum digali dan dikembangkan secara optimal. Untuk itulah, pada hari Senin, 8 Februari 2016, komunitas Gunungkidul Photography mengadakan acara yang tertajuk “Explore Kanigoro”. Yang dimaksudkan agar hobi fotografi mereka memberi manfaat bagi masyarakat. Agar dengan fotografi, potensi-potensi yang selama ini belum terlihat bisa mudah ditemukan dan mengundang benefit bagi masyarakat itu sendiri.
Potret Pengrajin Perak
Salah satu Pengrajin Perak di desa Kanigoro adalah Bapak Riswanto. Pagi itu sambil ditemani oleh istri dan anak semata wayangnya, Pak Riswanto sedang mengrajin perak di rumahnya yang sederhana ketika kami, rombongan dari Gunungkidul Photography bertamu.
Pak Riswanto merupakan pribadi yang bersahaja, santai dan pendiam (atau kontemplatif). Santai dan tidak terganggu ketika teman-teman fotografer dengan lensa masing-masing berusaha membingkai proses mengrajin perak yang ia lakoni dari berbagai sudut.
Saya pun berusaha memotret dengan Canon EOS 60 D pinjaman. Namanya juga kamera pinjaman, wajar saja bila saya kurang familier dengan merk kamera yang saya pakai kali ini. Tidak yakin dengan jepretan-jepretan yang saya buat, saya pun tidak tahan untuk tidak kembali ke khitah. Saya kembali menjadi diri saya sendiri dengan memotret dengan menggunakan iPhone. 🙂
Melengkapi potret yang saya buat, saya pun mengeluarkan buku catatan dan pulpen dari tas, saya gunakan untuk mencatat pertanyaan-pertanyaan yang saya tanyakan kepada Pak Riswanto. Dari beberapa pertanyaan singkat ini saya menemukan beberapa persamaan antara Pak Riswanto dengan pengrajin-pengrajin perak yang ada di Desa Pampang, Kecamatan Paliyan yaitu: sama-sama belajar mengrajin perak dari Kotagede, sama-sama mulai mengrajin perak secara mandiri sejak pasca tahun 2000, sama-sama mengerjakan perak berdasarkan pesanan dengan sistem borongan dan sama-sama dibayar tiap akhir pekan.
Potret Pengrajin Tembaga
Selain ada Kerajinan Perak di Desa Kanigoro, Pengrajin Tembaga pun di sini ada. Tidak banyak yang bisa saya ceritakan karena saya tidak ikut ke sana. Foto ini saya ambil dari IG mas @pitoet
Workshop dan Makan Siang di Limasan – Pantai Ngrenehan
Bagi saya ini merupakan bagian acara yang tidak boleh dilewatkan. Tradisi makan siang dengan thiwul asli dan pecel yang masih lestari dalam tiap event Gunungkidul Photography ini diikuti oleh workshop yang diisi oleh seorang fotografer profesional, yaitu Mas Misbachul Munir.
Saya sendiri menyimak workhop ini dengan khusuk. Rencananya tentang workshop yang dibawakan oleh Mas Munir akan saya tuliskan kelak dalam artikel terpisah di blog ini.
Pantai Ndluwuk
Apabila ditanya kapan waktu terbaik untuk mengunjungi pantai-pantai di Gunungkidul, jawaban saya akan selalu sama: hindari akhir pekan dan musim libuaran. Karena pada akhir pekan dibanyak pantai pengunjung hanya akan bisa menjadi penonton bagi pengunjung yang lain, bukan pantai sebagaimana seharusnya.
Bila terpaksa berkunjung ke pantai-pantai di Gunungkidul pada akhir pekan dan musim liburan, Pantai Ndluwuk adalah salah satu pantai yang akan bisa menjadi alternatif. Merupakan pantai kecil yang terletak di antara Pantai Ngrenehan dan Ngobaran. Bila ingin berkunjung ke Ndluwuk, kendaraan bisa diparkir di sekitar Limasan Ngrenehan, kemudian berjalan kakilah menuju ke sana.
Tari Wong Ireng dan Reog Anak
Kedua tari ini dipertunjukan oleh warga Desa Kanigoro khusus untuk kami, Gunungkidul Photography pada siang itu di area sekitar Pantai Ndluwuk.
Keduanya jenis kesenian ini sama-sama ada di desa Kanigoro. Dalam ngobrol-ngobrol saya siang itu dengan anggota kelompok kesenian itu, rupanya kedua jenis tarian ini sudah ada cukup lama, selama beberapa tahun dan telah pentas di beberapa acara. Tari Wong Ireng salah satunya dipentaskan dalam rangkaian upacara sedekah laut yang dilangsungkan setiap satu tahun sekali.
Hal paling menarik dalam obrolan itu adalah ketika saya bertanya kepada anggota kelompok seni Tari Wong Ireng. Saya bertanya dengan apa tubuh mereka diwarna hitam, jawabannya cukup membuat saya kaget, yaitu dengan karbon pada batere bekas. Pertanyaan saya berlanjut dengan apakah pewarna kimia ini cukup aman. Tanpa ragu bapak-bapak itu menjawab: aman. Menurutnya dia pernah melakukan pewarnaan tubuh dengan bahan yang sama selama empat kali dan tidak ditemukan masalah kesehatan.
Komentar teman saya akan foto Tari Wong Ireng yang saya unggah di-Instagram mengingatkan saya untuk bertanya banyak terkait Tari Wong Ireng kepadanya. Teman saya tersebut adalah seorang pendamping desa budaya di Gunungkidul.
Mendenger cerita saya akan batere bekas yang digunakan untuk menghitamkan tubuh, teman saya hanya bisa menggeleng. Ia kemudian menceritakan Tari Wong Ireng di Desa Kemadang yang ia dampingi menggunakan “angus” untuk mewarnai tubuh yang sebelumnya diberikan pelapis semacam bedak agar relatif aman. Menurut teman saya seharusnya memang menggunakan body painting ini pewarnaan tubuh secara aman. Masalahnya memang ada di sudut biaya.
Penggalan Kethoprak
Pentas Kethoprak yang memang diperuntukan untuk tujuan pemotretan, untuk memanjakan teman-teman fotografer ini dilangsungkan di Pantai Nguyahan. Pantai pasir putih yang terletak persis di sebelah barat Pantai Ngobaran.
Kethoprak ini baik paraga (aktor dan aktris) dan niaga (pemusik) adalah seniman yang berasal dari Desa Kanigoro.

Foto IG: @ekosaint

Foto IG: @adin_dmblk
Pemotretan Pentas Kethoprak sore itu rasanya berlangsung menyenangkan. Cuaca sore ini menjadi bersahabat bahkan ketika dari pagi sampai siang hari sepanjang acara di guyur oleh hujan bulan Februari. Memotret adegan kethoprak berlatarkan sunset Pantai Nguyahan yang keemasan barangkali merupakan kesempatan langka. Meski saya sendiri sebenarnya lebih hanyut menikmati alunan musik karawitan/uyon-uyon yang dimainkan oleh para niaga kala senja itu.
Foto Sunset ini akhirnya menjadi penutup posting saya yang sudah panjang ini. Semoga potret-potret seperti ini setidaknya bisa kita ambil lagi dalam 5 atau 10 tahun yang akan datang. Dan semoga beberapa tahun ke depan bila kita jalan-jalan di sini tidak hanya sebatas berputar-putar pada “potensi”, melainkah sudah menjadi desa wisata dan desa budaya dalam arti utuh yang sebenarnya. 🙂
Salam
Keren banget acaranya, nunggu postingan materi workshop deh.
Yap mgkn perlu diagendakan mantai pas weekdays mumpung untuk skrg skrg ini weekdaysnya masi selo
Mantap Mas…
Aku jadi pingin main ke situ.
keren mas Jarwadi
Mas Pitoet itu sepertinya fotografer keren. Foto yang diambilnya bagus, suka..
bohong klo bukan fotografer..pak..hehehe….
Semoga kalau kita datang ke sini 20 tahun lagi, kita gak masih berputar-putar di “potensi” ☺
Wah keren banget acara jalan-jalan sambil pepotoannya mas Jarwadi!
mantap mas..sukses buat acaranya yaaa 🙂
Iya pow mas ikan di Pantai Ngrenehan lebih enak dibandingkan dengan ikan di pantai lainnya? Kalau di Baron sudah pernah merasakannya. Wah jadi semakin penasaran aja ini. Bener mas, kalau ke Gunungkidul wajib makan tiwul, hehehe
Sebagus-bagusnya hasil kamera pinjaman, lebih nyaman pakai milik sendiri ya 😀
wah, keren banget tulisannya. aku jadi pengen ke sana
Ping balik: Petilasan Ki Ageng Giring III, Destinasi Wisata Budaya Paling Magis di Gunungkidul | Menuliskan Sebelum Terlupakan
Ping balik: Kuliner Malam Paliyan: Bakmi Jawa Pak Kamto | Gadget, Running & Travelling Light