Wisata Jogja: Grebeg Muludan, Puncak Acara Sekaten

Pemuda dalam foto, yang belakangan saya ketahui berasal dari daerah Wonosobo – Jawa Tengah masih terlihat gemetaran menggenggam benda-benda yang berhasil ia perebutkan dengan ribuan orang lainnya di halaman Masjid Gege Kauman di Yogyakarta. Pemuda asal Wonosobo ini berniat jauh-jauh datang ke Jogja untuk ikut berebut Gunungan Grebeg Mulud pada puncak acara Sekaten yang berlangsung kemarin. (Selasa, 14 Januari 2014/Selasa, 12 Rabiul Awwal 1435 H ) Pemuda ini dan ribuan orang lainnya rela berdesakan untuk berebut Gunungan di bawah terik siang hari karena sebuah kepercayaan. Kepercayaan bahwa apa yang mereka dapatkan dari berebut Gunungan akan membawa berkah. Sehingga mendapatkan kehidupan yang lebih baik, lebih bahagia atau terkabul cita-citanya.

Ini masalah kepercayaan. Tidak perlu dipertentangkan. Anda boleh tidak percaya atau Anda boleh mencobanya.

Grebeg Mulud sebagai Puncak Perayaan Sekaten di Yogyakarta selalu menjadi magnet kuat pariwisata Jogja. Dari tahun ke tahun, acara rutin tahunan yang diselenggarakan di Kraton Yogyakarta-Alun Alun Utara-Masjid Gede Kauman ini, selalu dibanjiri wisatawan yang jumlahnya makin banyak saja. Grebeg Mulud bukan hanya menjadi daya tarik untuk wisatawan lokal, bahkan Grebeg telah lama menjadi destinasi wisatawan asing dari seluruh dunia. Kemarin, saya menjadi “one day tour guide” untuk seorang teman blogger dari Jakarta yang datang ke Jogja untuk membuktikan hebohnya Grebegan ini.

Kata orang, ke Alun-Alun Utara Jogja belum lengkap kalau belum mencicipi Nasi Gurih. Nasi Gurih adalah makanan khas yang banyak dijual di sekitar Alun-Alun dan daerah Kauman. Saya mengajak wisatawan blogger ini untuk sarapan Nasi Gurih Bu Pah di Jalan Kauman sebelah barat Alun-alun. Warung Makan Bu Pah saya pilih karena terkenal enak dan tempatnya nyaman. Harga pun tidak mahal. Harga 2 porsi Nasi Gurih ditambah 2 paha ayam jawa adalah Rp 45.000,- Porsi Nasi Gurih ini saya pikir akan cukup menjadi bahan bakar untuk sepanjang hari berdiri, berdesakan dan berlari-lari di sepanjang acara Grebeg Mulud.

Selesai sarapan, kami segera berjalan kaki menuju sebelah selatan Alun-Alun. Tepatnya di pintu utara Pagelaran Kraton Yogyakarta, tempat dimana acara festival Grebeg dimulai. Sebenarnya saya ingin mengajak kawan saya untuk masuk Kraton, sayang karena tiket sudah ludes terjual, kami memilih untuk berdiri menunggu jalannya festival yang akan dimulai pukul 10:30 WIB.

Grebeg Mulud Festivel

Saya agak khawatir dengan stamina teman saya. Berdiri di bawah terik siang hari sambil berdesakan dan saling injak kaki di tengah ribuan macam bau keringat pasti bukan hal yang mudah. Untungnya kekhawatiran saya tidak terbukti. Pengalaman menonton Grebeg Mulud ternyata memberikan sensasi tersendiri. Apalagi kami mendapat tempat berdiri paling depan di antara penonton Grebeg yang lain. Meski tidak mudah, kami lebih leluasa untuk memotret event Grebeg Mulud yang tersohor ini:

Parade Marching Band dari berbagai jenis berbaga prajurit kraton, yang diantaranya adalah Bergada Patang Puluhan, Bergada Lombok Abang, Bergada Lombok Ijo dan lain-lain sangatlah menarik. Ini bagian dari sejarah kejayaan kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat yang masih bisa kita saksikan sekarang.

Gunungan adalah puncak acara yang ditunggu-tunggu. Ada beberapa Gunungan yang dibawa oleh abdi dalem kraton/prajurit dalam puncak Grebeg Mulud ini. Gunungan-Gunungan itu akan dibagi-bagi di Kepatihan, di Pakualaman dan di halaman Masjid Kauman.

Begitu berjalan Gunungan terakhir, saya segera menarik tangan teman saya untuk segera mengikuti dari belakangan. Mengajaknya bagaimana merasakan sensasi menjadi bagian dari arakan masyarakat yang ingin berebut. Namun di tengah jalan arakan menuju Kepatihan ini saya mengajak teman saya untuk keluar dari arak-arakan ini.

Saya ingin mengajak teman saya untuk melihat rebutan Gunungan di halaman Masjid Kauman. Kami berlari menerobos keruman orang-orang untuk secepatnya sampai di halaman masjid dimana berlangsung rebutan Gunungan. Benar saja, lautan manusia di halaman masjid memperebutkan Gunungan.

Saya sendiri dan teman saya tidak ikut berebut. Kami memotret dan menyaksikan betapa heboh rebutan gunungan itu. Betapa senang orang yang berhasil mendapat bagian Gunungan, entah apa pun yang didapatkanya. Ada yang mendapat kacang, ubi, makanan, palawija, dan lain-lain. Menariknya, orang-orang yang mendapat bagian Gunungan itu banyak yang tidak pelit untuk berbagi dengan orang lain yang gagal berebut. Menurut mereka, itu adalah cara berbagi berkah dengan orang lain. Seperti yang saya tulis di awal, apa pun yang didapatkan dari rebutan Gunungan diyakini akan membawa berkah tersendiri. Di tengah-tengah keriuhan ini sesekali saya sempat bertanya kepada orang-orang, misalnya: Anda datang dari mana? Rata-rata mereka menjawab datang dari jauh, dari luar daerah.

Waktu sudah menjelang shalat Dhuhur. Tidak menyiakan kesempatan, saya mengajak wisatawan blogger teman saya ini untuk masuk ke dalam Masjid Gede Kauman. Masjid Gede Kauman adalah masjid penting dalam sejarah perkembangan Islam di Yogyakarta. Masjid yang dalam film Sang Pencerah, arah shaf shalatnya dikoreksi oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan, tokoh Pendiri Muhammadiyah. Beberapa saat istirahat, kami pun menyudahi berwisata budaya kali ini dengan ber-shalat jamaah Dhuhur di Masjid Gede Kauman.

Masjid Kauman Tampak dari Halaman Depan

Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kota budaya dengan dukungan masyarakat yang terus berpegang adat istiadat serta tradisi yang kuat memang selalu menarik dengan event-event budaya dengan kekhasan tersendiri. Sekaten dan Grebeg Mulud hanya salah satunya saja. Tak heran Yogyakarta dengan segala kekhasannya dinobatkan oleh New York Times sebagai salah satu dari 52 kota di dunia yang wajib dikunjungi.

Untuk Informasi event dan budaya di Yogyakarta bisa dicek di http://jogjaupdate.co atau twitter @jogjaupdateΒ dan bagiΒ Anda yang datang dari luar kota dan memerlukan hotel murah di Yogyakarta bisa dicek di sini dan di sini

PS: Foto-foto Grebeg Muludan yang saya potret sepanjang acara bisa dilihat di Album Google+ di sini.

22 komentar di “Wisata Jogja: Grebeg Muludan, Puncak Acara Sekaten

  1. Dirimu yo nonton grebeg Mulud kemarin toh Kang? Klo aku biasanya nonton pas grebeg Idul Adha, soalnya klo grebeg Mulud pengunjungnya banyak banget. Eh, aq baru tahu warung nasi gurih Bu Pah. Itu klo nggak pas musim sekaten ya buka?

Tinggalkan Balasan ke duniaely Batalkan balasan