Darimana Dana untuk Merehap Masjid?

Bangunan Masjid yang digunakan oleh penduduk di padukuhan dimana saya tinggal dalam waktu dekat perlu direhap. Perlu diperbaiki. Beberapa bagian masjid sudah rusak. Kayu-kayu yang digunakan untuk kap bangunan sudah mulai lapuk. Bahkan ada yang sudah keropos.

Kerusakan bagian bangunan masjid ini memang sesuatu yang wajar. Maklum masjid ini dibuat berangka kayu oleh generasi kakek saya. Masjid ini mulai dibangun sejak hampir 30 tahun yang lalu. Dan seingat saya, ketika saya usia Taman Kanak-Kanak saya sudah ikut kakek bershalat taraweh di masjid yang setengah jadi. Dalam ingatan saya, saat itu jamaah bertaraweh di masjid yang berlantai pasir dan beratap langit. Serius.

Beberapa hari yang lalu sebelum Ramadan, saya mendengar beberapa orang di lingkungan dimana saya tinggal mewacanakan untuk memperbaiki Masjid. Dengan cara di antaranya mencari bantuan/sumbangan dana untuk memperbaiki Masjid kami. Sampai sekarang wacana itu memang masih berhenti sebatas wacana. Belum sampai ke tahap yang lebih serius.

Tidak ada yang salah dengan mewacanakan. Setidaknya untuk sebuah awal. Biarlah wacana berkembang. Walau kadang wacana berkembang serong kanan serong kiri. Dengar-dengar beberapa hari yang lalu ada yang mewacanakan untuk mencari dana dengan menghubungi para caleg yang akan permain pada Pemilu Legislatif 2014. Bila ada caleg yang bersedia memperbaiki masjid maka “mereka” akan memilih caleg itu. Tentu saja kalau wacana yang ini akan lebih baik kalau berhenti sebatas wacana saja. Wacana yang saya pikir tidak perlu dianggap serius. Masa iya akan menggadaikan iman hanya untuk dana pembangunan tempat ibadah. Bukahkah tempat ibadah itu merupakan alat saja.

Saya sendiri tidak anti dengan bantuan pihak lain dalam pembangunan masjid dan sarana beribadah. Yang penting semua bantuan harus berupa bantuan yang tidak mengikat. Yang tidak kalah penting lagi menurut saya bantuan pihak lain itu hanya sebagai pendukung. Pokoknya akan lebih baik dijadikan ladang amal oleh jamaah itu sendiri. Jamaahlah yang hendaknya menjadi tulang punggung pembangunan tempat ibadah yang akan mereka gunakan untuk alat menuju “ke sana”.

Jamaah di lingkungan dimana saya tinggal sudah mendapatkan contoh yang baik dari para kakek nenek dan para sesepuh pini sepuh yang membangun masjid ini. Para sesepuh membangun masjid dengan keringat dan pengorbanan yang tidak sedikit dan tidak seketika. Tidak instant.

Menurut cerita bapak saya, yang merupakan salah satu panitia pembangunan masjid At Taqwa pada sekitar 30 tahun yang lalu, pembangunan masjid didanai dengan urunan. Mungkin kalau istilah sekarang disebut dengan istilah mentereng “crowd funding”.

Langkah awalnya masyarakat menentukan dimana masjid akan dibangun. Di tanah siapa. Ini bukan hal mudah. Karena pada saat itu banyak warga yang berkeinginan mewakafkan tanahnya. Para calon pewakaf itu saling ngotot agar tanahnya yang dipakai mendirikan masjid. Sampai akhirnya disepakati tanah mbah Reso Samingin dimana sekarang didirikan masjid.

Kemudian masyarakat mulai urunan hasil panen tiap kali musim panen tiba. Bentuk urunan itu berupa jagung, kedelai, gaplek dan lain-lain. Dalam beberapa kali musim panen didapatkanlah dana untuk mulai membangun masjid.

Sampai pada proses membangun masjid, selain dalam bentuk urunan itu, banyak masyarakat yang menyumbangkan kayu, ada yang menjual bianatang ternak, menyumbangkan tenaga, logistik dan lain-lain.

Ini adalah sebuah kisah.

Kini, jaman sekarang, tahun 2013. 30 tahun kemudian. Tidak mampukah masyarakat/jamaah di lingkungan saya tinggal minimal melakukan hal serupa. Syukur-syukur lebih baik. Bukankah semua masyarakat sekarang sudah makan nasi, masa iya kalah sama kakek nenek yang masih makan thiwul. Masyarakat sekarang telah mengenyam pendidikan yang lebih baik, masa iya belum punya kesadaran beramal yang lebih baik dibanding kakek nenek yang membaca Al Fatihah saja belum lancar.

Masa iya untuk membangun masjid warisan kakek nenek saya malah akan mengandalkan bantuan pihak lain. Saya percaya akan banyak donatur pihak ketiga yang mau membiyai pembangunan masjid di lingkungan tempat tinggal kita. Tetapi apabila kita “njagakke” bantuan untuk perbaikan masjid saya membayangkan akan ditertawakan oleh kakek nenek kita dari akherat. 🙂

Iklan

3 komentar di “Darimana Dana untuk Merehap Masjid?

  1. Sumbangan dari donatur masih lebih baik daripada meminta sumbangan di pinggir2 jalan atau kotak2 amal di setiap bis.maaf, saat ini fenomena tersebut sangat banyak, padahal setelah jadi masjid hanya sebagai lambang kebanggaan saja

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s