Baksos di Masjid di Pantai Ngrenehan

Pantai Ngrenehan dan Hamparan Pasir Putih

Pantai Ngrenehan dan Hamparan Pasir Putih

Pantai Ngrenehan dan Sepotong Melankoli

Pantai Ngrenehan dan Sepotong Melankoli

Pantai Ngrenehan, suatu pantai nelayan dengan eksotisme hamparan pasir putih. Merupakan salah satu dari ratusan pantai di Gunungkidul, merupakan satu dari kekayaan alam Indonesia.

Tidak sulit untuk menjangkau pantai ini. Hanya diperlukan waktu sekitar satu jam perjalanan dari kota Wonosari –ibu kota kabupaten Gunungkidul, atau kira-kira 30 menit dari desa dimana saya tinggal bila ditempuh dengan sepeda motor. Pantai Ngrenehan merupakan sudut tersendiri bagi saya. Sampai entah sudah ke berapa kali saya ke sana sendirian, menikmati potongan-potongan melankoli.

Ngrenehan tidak hanya menarik bagi saya. Ngrenehan mempunyai eksotisme yang menyebar, apalagi setelah internet menjaman, seperti sekarang ini. Pesona Ngrenehan mengundang makin banyak wisatawan tiap harinya. Bukan hanya wisatawan dari desa-desa di sekitar Saptosari, Paliyan dan sekitarnya, tetapi juga wisatawan-wisatawan dari jauh, bahkan dari luar daerah.

Mungkin juga dialami oleh para wisatawan yang berlibur ke Pantai Ngrenehan, apa yang saya rasakan kurang dan agak mengganggu kenyamanan adalah keterbatasan fasilitas umum di lokasi pantai ini. Saya sendiri tidak menuntut di kawasan Ngrenehan dibangun fasilitas yang wah begitu. Bagi seorang muslim seperti saya, dan saya yakin kebanyakan pengunjung pantai adalah muslim, keberadaan tempat ibadah, tempat shalat adalah hal penting.

Saya sendiri tidak pernah merasa nyaman bila liburan saya terkendala masalah shalat. Saya dan banyak orang tidak ingin bersenang-senang di tempat wisata sampai lalai beribadah. Baca lebih lanjut

Sang Penari, Review Konflik Cinta Segitiga

Gambar diambil dari sini.

Sampai menonton film ini pada tadi malam di televisi saya belum membaca trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Novel beken yang menginspirasi Isfansah untuk membawa Srintil menari di gedung bioskop pada tahun 2011 kemarin. Saya menonton dengan merdeka sama sekali terbebas dari ekspektasi tertentu terhadap Sang Penari. Tidak ada dimensi yang mengekang saya akan seperti apa seharusnya Srintil menari. Saya menonton saja. Biarlah Srintil menari dengan caranya sendiri.

Sang penari dalam waktu singkat membuat saya jatuh cinta.

Saya terpesona dengan landscape sosio-kultural pedukuhan Paruk pada tahun 1960-an yang dibawakan Isfansah dalam detil suatu produksi kelas atas. Penasaran saya dalam hati, dimanakan Isfansah mendapatkan lokasi syuting yang so 60s. Begitu juga dengan pemahanan, set, kostum dan properti yang begitu membangun suasana pedesaan tahun 1960.

Panorama alam dukuh paruk, jalan tanah berbatu, detil rumah, sesaji, logat bahasa ngapak, pakaian, semua tidak ada yang perlu saya pertanyakan ke-1960-annya. Seingat saya tidak banyak film Indonesia yang mencoba seserius ini merekontruksi masa lalu.

Film ini membuat saya patah hati. 😀

Srintil membuat saya terjebak ke dalam diri Rasus. Hati saya terkurung di dalam badan Rasus. Baca lebih lanjut

MindTalk, Supporting Indonesia

Hidup itu pilihan. Follow, unfollow, block. Begitu kata Republik Twitter (2011). Film yang pernah saya review di sini.

Social media banyak membawa hal baru dalam kehidupan saya, dalam kehidupan kita. Social media membawa apa yang belum jelas dan tidak menarik untuk dibahas di tanah daratan menjadi suatu hal yang terasa biasa. Social media membawa istilah-istilah baru. Seperti apa kata orang twitter yang saya kutip di atas.

Facebook punya istilah sendiri.Friend, unfriend, block. Google+ punya istilah circle, uncircle, block. Sementara jejaring sosial buatan anak negeri, Mindtalk membawa untuk kita istilah tersendiri yaitu supporting dan unsupporting. Kalau di twitter kita punya follower maka di Mindtalk kita punya supporter. Istilah supporter ini sepintas mengingatkan kita dengan Bonek supporter Persebaya, Viking – Persiba dan Jakmania. hehe

Keberadaan Mindtalk ini sebenarnya sudah cukup lama saya dengar, akan tetapi saya baru mendaftar ke layanan ini beberapa minggu yang lalu. Itu pun saya tidak langsung eksis di sana. Saya baru login ke Mindtalk dua hari yang lalu.

Begitu login ke Mindtalk, sensasi yang saya dapatkan adalah: P U S I N G. Mindtalk langsung tanpa ampun menyuapi saya dengan banyak sekali konten. (informasi) Ibarat ada banyak sekali makananan enak yang tersedia di meja makan, saya kebingungan dari mana akan mulai mencicipi.

Kata Pak Rahard merespon kebingungan yang saya twit -kan, itu adalah tampilan Mindtalk yang baru, dulu tampilannya sederhana, tidak rumit. Pak Rahard ternyata sudah cukup lama eksis di Mindtalk. 🙂 Baca lebih lanjut