Tidak seperti biasanya yang mana saya mencoba – coba makanan dan “wedangan” yang ada di kota Wonosari dan sekitarnya, malam ini saya mengajak Maryanto untuk menjajal kulineran yang ada di daerah. Saya memutar arah tujuan 180 derajat dari biasanya. Mengajak Maryanto meluncur ke arah Pasar Trowono.
Kira – kira 15 menit perjalanan mengendarai motor melewati hamparan ladang yang ditanami singkong, hutan plecing, bukit sodong, telaga Namberan maka sampailah kami di Pasar Trowono.
Di sana Desymiuung sudah menunggu di tempat lesehan Bakmi Jawa. Desymiiung -lah yang ngasih tahu kuliner malam apa saja yang ada di Trowono. Secara dia adalah si embok yang sehari – hari jualan di sini.

Teh Nasgitel ala Pasar Trowono
Kami memesan wedang teh nasgitel dan bakmi jawa godog. Tidak perlu saya berpanjang lebar. Saya hanya bisa bilang Bakmi Jawa Godog di sini enak dan enak. Porsinya melebihi ekspektasi saya. Alias super banyak melebihi kapasitas tanki bahan bakar saya. Wedang teh nasgitel nya mantap dan mantap.

Bakmi Godog versi Pasar Trowono
Bukan saya dan Maryanto kalau ngobrol tidak sambil mainan gadget dan internetan. Meskipun di daerah yang bisa dibilang pelosok, kecepatan internet mobile di sini terbilang bagus. Hasil test speed dengan speed test yang terpasang pada blackberry saya mendapati kecepatan diatas 400 kbps. Saya mendownload beberapa mp3 dari 4shared.com mendapati kecepatan 25kb. Hitungan menit musik seukuran 4 mb terdownload. Operator yang saya gunakan adalah Telkomsel. Tetapi percayalah di sini berdiri beberapa menara BTS, jadi yang menggunakan operator lain tidak perlu galau khawatir ngga bisa internet-an dari sini. 😀
Hampir jam 23 wib kami memutuskan menyudahi wedangan dan nge-bakmi godog kali ini. Kami berpamitan dan membayarkan 2 Bakmi dan 1 set teh poci. Tidak mahal. Cukup dibayarkan Rp 20.000,- Ini nih yang bikin kami “tuman” untuk kuliner ke sini lagi. Ayo siapa yang mau nyobain kulineran malam di sekitaran Pasar Trowono?
Brrrr keluar dari tempat lesehan, jok motor basah oleh embun musim kemarau. rasa dingin terasa menusuk tulang. Dingin berlipat ganda setelah kami sampai di bukit Sodong. Untung bagi saya yang membonceng motor, didera dingin itu masih bisa menikmati langit cerah bertabur bintang. Jadi ingat langit di film “Moon” nya Duncan Jones. hehehe
teh nya itu bikin mupeng
dan sebagai penggemar mie, perut sih udah kenyang tp mulut kok gatel aja pengen ngunyah hehehe
mantebb
wah mencari kuliner sederhana seperti ini jadi dambaan, apalagi tehnya kayaknya merasuk banget… mie godognya apa lagi wah bikin ngiler..
bagi anda yg pengen merasakan nikmatnya wdangan d pagi hari juga bisa mampir dulu di warung KANDUT yang slalu menyediakan wedang NASGITEL (panas legi kentel) dan beraneka ragam pacitan alias makanan ringan seperti bakwan,mendohan,tahu brontan dan gedang goreng
Dua puluh tahun lalu, aku di situ. Matur nuwun telah memungkinkan kenangan terpampang di layar saya hari ini. Kandut, itu temen sekelas waktu SD, saya kira. Astaga…rasanya melongok masa lalu.
Ping balik: Gunung Bagus di Gunungkidul, Petilasan Mistis yang Kurang Terawat | Menuliskan Sebelum Terlupakan
Ping balik: Kuliner Malam Paliyan: Bakmi Jawa Pak Kamto | Gadget, Running & Travelling Light