Membaca itinerary Acara Cultural Trip Bedug Asyik Solo yang ditunjukkan oleh Mas Rika Verry Kurniawan membuat saya susah untuk menolak undangan mengikuti acara ini. Tanpa berpikir panjang saya pun segera mengiyakan, sanggup, siap mengikuti rangkaian acara ini. Betapa tidak, acaranya adalah nge-trip ke Masjid Agung Keraton Surakarta, melihat proses pembuatan gamelan di desa Mirun, Mojolaban, Sukoharjo yang tersohor, menonton kompetisi Bedug Asyiiik di lapangan Mojolaban, ngobrol-ngobrol dengan seniman etnomusikal Joko Gombloh yang beken itu dan ditutup dengan konser band nasional Repvblik dan Tipe-X.
Rangkaian acara sepanjang ini tentu tidak asyik bila saya ceritakan dalam satu tulisan panjang. Karenanya saya berusaha membagikannya dalam beberapa tulisan dalam posting yang berbeda.
Saya memulai dengan Masjid Agung Keraton Solo. Masjid Agung Keraton Solo sebenarnya bisa dikunjungi hampir kapan saja, namun mengunjungi Masjid ini pada bulan puasa menurut saya adalah saat yang tepat. Saat dimana nuansa Ramadhan dengan aktifitas umat Islam di Masjid yang pada jamannya, jaman Kasunanan Surakarta didirkan sampai sekarang tetap mempunyai peranan penting dalam hal dakwah dan penyebaran agama Islam di Solo dan sekitarnya.
Menjelang tengah hari kami, tim dari PT Sampoerna, Jurnalis dan 3 kawan blogger berangkat menuju Masjid Agung dari meeting point di Hotel Turi yang sebenarnya tidak cukup jauh dari masjid ini. Untuk mencapai masjid rombongan mobil kami harus memutari alun-alun Keraton Solo yang saat ini sedang digunakan sebagai pasar darurat dari Pasar Klewer yang bebera waktu lalu terbakar. Sesampai halaman parkir Masjid Agung nampak sebuah suasana Ramadhan. Pedagang kopiah, peci, tasbih, alat-alat ibadah dan asesoris yang dikerumi pembeli.
Kami pun segera masuk dari gapura depan menuju halaman. Sebuah masjid megah dengan gaya kejawaan bercatkan warna biru sayang untuk dilewatkan begitu saja tanpa memotret. Karena sudah memasuki waktu shalat Dhuhur, saya dan kawan saya, Apri, memisahkan diri dari rombongan dan segera mengambil air wudlu. Tempat berwudlu di masjid ini cukup berbeda dengan masjid kebanyakan. Air yang digunakan untuk wudlu sama-sama mengalir dari sebuah keran, yang membedakan adalah kaki-kaki saya terendam di semacam kolam air yang mengalir. Tempat wudlu seperti ini rasanya mirip dengan yang ada di Masjid Agung Keraton Yogyakarta.
Memasuki serambi Masjid Agung Keraton Solo apa yang paling nampak adalah ada banyak orang yang duduk-duduk, bersantai dan banyak lagi yang tidur-tiduran. Suasana masjid yang adem dan sejuk memang terasa cocok digunakan untuk mengistiratkan diri di siang bulan puasa di musim kemarau yang panas. Bila punya banyak waktu saya pasti juga betah melakukan hal yang sama. Tidur-tiduran sambil berharap waktu berbuka puasa (terasa) datang lebih cepat.
Ruang utama masjid dengan kekhasan arsitektur jawa akan menyambut siapa saja yang memasukinya. Pilar-pilarnya, langit-langitnya, lampu-lampunya, tempat khotbah yang nampak megah dengan kayu alam dan semua kesan yang ada. Di ruang utama masjid ini orang-orang benar-benar beribadah. Ada yang sedang shalat, membaca al qur’an ataupun duduk diam beriktikaf. Saya dan Mas Apri sendiri memilih tempat agak depan untuk shalat dhuhur berjamaah. Bila akan shalat dengan satu kawan seperti ini biasanya akan selalu ada yang diributkan lebih dulu. Siapa yang akan mengimami shalat. Saya sendiri sadar diri siapa saya dan selalu enggan menjadi imam. Apalagi di Masjid sebesar ini. Mengimami saya tahu akan bisa jadi ada orang lain yang turut berjamaah. Sadar akan pengetahuan dan ilmu agama yang pas-pasan membuat saya merasa tidak mudah. Namun kali ini saya yang mengalah. Saya mengimami shalat dhuhur dan benar saja dugaan saya. Begitu selesai mengucap salam, menengok kanan kiri melihat Apri bukan satu-satunya makmus shalat siang itu.
Apa yang dilakukan setelah shalat dan berdoa di Masjid yang istimewa ini? Benar. Menghabiskan waktu dengan memotret apa saya yang saya mau.
Nah, foto yang terakhir ini adalah Bedug. Anggap saja sebagai teaser Bedug Ayiiiik yang dilombakan di lapangan Mojolaban nanti seperti apa.
Tulisan Terkait:
- Cultural Trip Solo : Semangat Kebersamaan Dalam Bedug Asyiik 2015
- Cultural Trip Solo : Mengunjugi Sentra Kerajinan Gamelan di Desa Wirun-Sukoharjo
aku selalu suka baca update blog tentang Masjid. teruskan mas
wah banyak yang tidur-tiduran di masjid, karena adem mungkin ya
masjid solo memang adem. mak nyes airnya.
Ping balik: Cultural Trip Solo: Semangat Pertemanan Dalam Bedug Asyiik 2015 | Menuliskan Sebelum Terlupakan
Ping balik: Cultural Trip Solo: Kerajinan Gamelan di Desa Wirun | Menuliskan Sebelum Terlupakan