Melalui Facebook (hehehe, lagi-lagi sumber facebook), pagi ini saya mengetahui salah seorang teman kampung saya telah tiba di rumah dengan selamat, alhamdulillah :), setelah menempuh perjalanan jauh mudik, pulang dari tanah rantau, Jakarta, untuk merayakan lebaran bersama keluarga di kampung tumpah darah tercinta. Selamat berbahagia.
Di desa dimana saya tinggal, yang mana kebanyakan pemuda-pemudinya mengadu nasib di rantau, mudik lebaran merupakan bagian istimewa dari ibadah Ramadhan. Rutin tiap musim lebaran. Ada yang kurang bila ibadah mudik belum tertunaikan. Mereka rela membayar ongkos mahal untuk mudik. Mudik harus dibayar dengan ongkos angkutan yang melambung, keruwetan lalu lintas arus mudik, kenaikan harga kebutuhan sampai masalah pengupahan di tempat kerja dan tunjangan hari raya yang belum bisa dinikmati semua pekerja.
Saya sendiri belum pernah menunaikan ibadah mudik. Saya termasuk pemuda di desa dimana saya tinggal yang masuk dalam pengecualian. Saya memutuskan untuk tidak merantau. Paling tidak sampai saya mengetik posting ini. Jikalau saya sering bepergian menempuh jarak yang bahkan lebih jauh belumlah bisa dianggap merantau, apalagi mengembara. Rutinitas terkait mudik yang saya lakukan tiap lebaran adalah menyambut teman-teman saya sepulang mengadu nasib.
Ini menyenangkan sekaligus mengharukan. Saya bisa belajar banyak hal dari oleh-oleh cerita yang sarat experience yang dibawa oleh teman-teman dari tanah rantau. Ada kisah sukses, ada perjalanan, ada perjuangan hidup, ada pengorbanan yang harus dibayarkan ketika keputusan meninggalkan zona aman (baca: kampung halaman) yang dibuat dengan gagah berani. Tentu saja keputusan itu tidak selalu bisa membawa pulang harapan. Tetapi pelajaran pentingnya adalah tidak ada yang bisa diharapkan tanpa keberanian (mengambil keputusan).
*Mengelus-elus jidat merasa habis ditepok*
Bukankah Nabi Muhammad dulu juga berhijrah untuk menggapai sukses berdakwah. Dalam taraf tertentu saya pikir merantau bisa diartikan sebagai hijrah. Berlebihan? Tidak ya?
Selamat Mudik. 🙂
aku merasakan mudik setelah menikah
siang ini aku mudik mas… doakan selamat sampai rumah
Hehe kalau aku ke Jogja malah selalu gak pas lebaran. 😀
Ayo hijrah Mas biar ikutan mudik nanti..:)
sekarang saya cenderung tidak kemana mana… tapi nanti bulan december bakal mudik juga… sekarang macet banget ga tahan…
aku pengen hijrah ke tempat yang jauuuh #berdoauntukitu
kalo ntar merantau sekalian ke luar negeri ya bang..
biar kisah di perantauannya makin menarik. hehe 😀
Kalo saya sih nggak pernah mudik mas, keluarganya pada ngumpul di Jayapura semua soalnya 😀
Paling kalo ada duit lebih skali2 baru main ke Solo, heheh… 😀
Selamat bermudik buat yang sedang mudik 😀
Di kampung aja mas kalau emang bisa maju.
Di kota udah sumpek
Ping balik: Merayakan Buka Puasa Terakhir « Menuliskan Sebelum Terlupakan