
Budha statue on Borobudur Temple
Di tengah kesok sibukan saya kemarin siang, perjuangan saya untuk meninggalkan kerjaan untuk ngabur ke Candi Borobudur bisa tercapai. Alhamdulillah. Terimakasih buat teman-teman yang telah membantu memperlancar kerjaan-kerjaan saya yang seabrek. 😉
Saya dulu pernah janjian mengantar Tonyo Cruz jalan-jalan, seorang teman saya yang sudah jauh-jauh datang dari negara asalnya, Philipine. Tonyo Cruz adalah teman asyik saya ketika sama-sama mengikuti konferensi ASEAN Blogger di Nusa Dua Bali pada tahun lalu.
Untuk itulah saya dan Herman Saksono, dan teman-teman Cahandong yang lain membawa Tonyo ke Candi Borobudur. Suasana Candi Borobudur Senin sore tidak banyak pengunjung. Pikir saya selain area candi tidak berjubel manusia, kami bisa leluasa mengambil foto-foto yang dipermanis oleh cahaya matahari menjelang terbenam.
Leluasa berfoto-foto memang iya, yang meleset adalah ternyata ada aturan baru di kawasan candi. Jam 5 -an sore penunjung sudah diperingatkan agar segera meninggalkan candi melalui pintu utara. Keingingan untuk berpose berlatar patung, stupa dan matahari tenggelam pupus.
Ada satu hal yang saya perhatikan berbeda di Candi Borobudur paska erupsi Merapi. Abu erupsi Merapi tahun lalu yang jadi selimut kotor bagi semua bagian candi, akhirnya memerlukan uang bantuan UNESCO untuk bersih-bersih dan renovasi. Dampak bagus renovasi paska erupsi Merapi menurut saya, Borobudur jadi terlihat lebih bersih dan lebih rapi dibanding dulu-dulu.
Dampak yang menurut saya kurang menyenangkan dan mengurangi kenyamanan adalah perlakuan yang berlebihan kepada wisatawan oleh petugas. Dulu banyak orang merogoh Kunto Bimo patung Budha untuk make a wish. Namun ketika teman Philipine saya mencoba bukannya mendapat peruntungan alih-alih yang didapat malah peringatan keras oleh petugas keamanan. Saya merasa malu dengan cara petugas keamanan itu memperingatkan tamu wisatawan dari negara tetangga.
Jumlah petugas keamanan (Satpam) yang ditempatkan di kawasan Baca lebih lanjut