Pentingkah Kita Membeli Nike Zoom Pegasus 36

jarwadi pegasus 36

Sempat galau akankah kali ini saya kembali memilih Pegasus 35 atau mencoba menjatuhkan pilihan kepada Nike Zoom Pegasus 36 yang baru.

Sejatinya tidak ada perbedaan mencolok di antara kedua sepatu lari ini. Setidaknya menurut yang saya baca dari web Nike.com. Nike sebatas memberikan beberapa update minor yang nampaknya tidak akan banyak mempengaruhi keseluruhan pengalaman pengguna. Rumornya update besar-besaran baru akan diberikan untuk edisi tahun depan, yaitu Pegasus 37.

Di pasaran Indonesia, sepasang Pegasus 36 dibanderol dengan harga Rp 1.799.000,-. Sama persis dengan harga baru Nike Zoom Pegasus 35 setahun yang lalu. Sementara saat ini Pegasus 35 di beberapa store sudah dijual dengan harga diskon, menjadi sekitar Rp 1.400.000,-

Bagi pelari rekreasional yang sensitif dengan harga seperti saya, selisih harga hampir Rp 400,000,- inilah yang membuat galau. Saya sempat berpikir bila saya kembali membeli Pegasus 35, maka dengan membelanjakan uang yang sama saya sudah mendapatkan sepasang sepatu daily trainer + sepotong running short, atau sepasang sepatu daily trainer + sepotong running jersey.

Akan tetapi sebagai seorang Pegasus fanboy, rasionalitas tidaklah semudah itu mengambil keputusan. Keinginan untuk memiliki varian Pegasus terbaru untuk melengkapi koleksi Pegasus saya (baca: untuk pamer) lebih dominan. Dan akhirnya saya pun tidak segan mengosongkan kocek demi sepasang Nike Air Zoom Pegasus 36. Saya meminang sepatu ini di Nike Store Ambarukmo Plaza setelah saya mengikuti acara Press Release Sleman Temple Run 2019 di Grand Mercure Yogyakarta.

Kurang lebih satu bulan memiliki Pegasus 36, saya telah menggunakan sepatu ini untuk berlatih easy run, tempo run, beberapa long run termasuk yang paling jauh adalah 21.1 km, berlomba di medan trail run, dan jalan-jalan. Peruntukan sepatu untuk jalan-jalan sebagaimana sepasang sepatu lifestyle penting saya sebutkan karena itulah sejatinya saya inginkan dari sebuah sepatu lari.

Sampai saat ini saya belum pernah membawa sepatu ini ke lintasan/track. Mengingat lintasan yang saat ini saya gunakan untuk berlatih menggunakan gravel, bukan tartan/synthetic track. Saya masih merasa sayang untuk mengotori hasil rogohan kocek cukup dalam ini. Jadi saya belum bisa merasakan berlatih interval, fartlek, dan speed session lainnya dengan Pegasus 36.

Slimmer Heel Collar and Toungue

 

Menurut saya, perbedaan paling nyata antara Pegasus 36 dan Pegasus 35 nampak di dua foto di atas. Pegasus 36 mempunyai lidah sepatu yang lebih tipis dan pelindung tumit yang lebih ramping. Nampak ramping merupakan visual yang membuat saya sulit untuk tidak memilih Pegasus 36. Visual yang ramping merupakan antitesis Pegasus 35 yang rasanya bulky. Bukankah tidak elok saya yang bertubuh ramping tetapi mengenakan sepasang sepatu yang bulky? 😀

Perbedaan lain yang mudah dilihat adalah bagian upper sepatu. Pegasus 36 menggunakan pola jejaring mesh yang sedikit berbeda, lebih breathable dan juga nampak lebih tipis. Saya mengatakannya “nampak” karena memang belum teruji lebih tipis karena tidak memberikan Pegasus 36 berbobot lebih ringan dibandingkan pendahulunya, Pegasus 35. Reflektif yang hanya berbentuk segitiga di Pegasus 35 pun telah sedikit diubah dengan penyematan logo contreng yang berkarakter reflektif. Menurut saya ini lebih memberikan kesan modern dan berkebaruan.

Same Ride and Feel

Apa yang membuat saya tidak pernah berpaling dari Pegasus ke model sepatu lainnya, apalagi berpaling ke daily trainer dari brand sebelah adalah ride and feel yang menurut saya konsisten. Menurut saya tidak ada perbedaan karakter yang menyolok sejak saya mulai menggunakan Nike Zoom Pegasus 31 pada tahun 2014 yang lalu.

Seingat saya perbedaan besar dari masing-masing generasi Pegasus yang pernah saya pakai hanya terletak pada pemempatan kantung udara (zoom air bag). Mulai dari penempatan airbag di bagian heel/rear foot saja, di bagian forefoot dan heel, dan penggunaan full length air bag. Satu lagi perbedaan antar generasi Pegasus, yaitu dengan mulai digunakannya flywire cord/flywire lacing sejak Pegasus 32. Berbicara tentang flywire, sejujurnya saya malah tidak suka dengan penggunaannya, dan semoga benar rumor bahwa flywire cord akan sepenuhnya dihilangkan pada generasi Nike Air Zoom Pegasus 37 tahun depan. Semoga.

Menggunakan outsole yang sama, bahan maupun pattern yang identik, sama-sama menggunakan material cushlon, sama-sama menggunakan full length air bag, menggunakan insole yang sama, menggunakan flywire cord dan lacing system yang sama, praktis Nike Zoom Pegasus 36 mewarisi semua karakter Nike Zoom Pegasus 35.

Seseorang yang telah nyaman dengan Pegasus 35 akan sulit untuk tidak jatuh cinta dengan Peg 36, kecuali bila lebih sayang dengan sekeping dua keping rupiah. Seperti yang saya tulis pada pembuka, saat ini Pegasus 35 sudah ditawarkan diberbagai store dengan diskon yang cukup menggiurkan.

Bagi yang belum tahu opini saya tentang Nike Zoom Pegasus 35, yang kemudian ternyata sama dengan Nike Zoom Pegasus 36, berikut ini akan saya coba menuliskannya kembali.

Menggunakan ukuran 42.5 atau 9, kaki saya merasakan sepatu ini mempunyai:

  • forefoot yang pas, tidak terasa longgar pun tidak terasa sempit
  • toebox yang lega, bahan synthetic mesh yang digunakannya menurut saya cukup memberi ruang, tidak terasa mencengkeram seperti sepatu yang menggunakan knit upper.
  • midfoot dan arch support, menurut saya terlalu mencengkeram akibat flywire cord yang digunakan. Mungkin desain seperti cocok untuk kaki dengan arch normal namun tidak cocok dengan yang flat atau agak flat seperti kaki saya. Saya mensiasatinya dengan mengatur-atur kekencangan tali sepatu/lacing.
  • tongue, ini yang berbeda dengan Pegasus 35, lebih tipis tapi dengan stabilitas yang kurang lebih sama, tidak selip atau kusut ketika kita langsung memasukkan kaki.
  • collar, meski lebih ramping namun tetap mampu mencengkeram tumit dengan baik.
  • ventilation, menggunakannya di daerah yang cukup panas dan lembab saya merasakan sepatu ini tetap ‘airy’ mampu mendistribusikan panas yang dihasilkan kaki dengan baik.
  • heel chusion, saya rasa cukup soft dan mampu mengamankan tumit ketika saya sesekali mendarat heel strike. Mungkin sepatu ini membantu bagi pelari dengan gesture heel strike. Apalagi terdapat crashpad pada bagian outlole
  • forefoot chusion, empuk namun tidak terlalu empuk, masih terasa snappy
  • stability, menurut saya baik namun perlu penyesuaian bagi pelari dengan gesture over pronation
  • outsole grip, cukup baik, baik di aspal, tanah, rumput maupun paving

Nike Zoom Pegasus 35 vs Nike Zoom Pegasus 36. Which worth to buy?

Begini, coba hitung kebutuhan sepatu daily training sampai akhir tahun. Bila kita membutuhkan lebih dari 1 pasang, sebaiknya kita membeli setidaknya sepasang Pegasus 36, selebihnya boleh membeli Pegasus 35 yang lebih murah.

Pegasus 36 bisa kita gunakan untuk misalnya social run dan sebagai penjembatan untuk kelak menggunakan varian Pegasus yang lebih baru. Pegasus 35 akan bermanfaat ketika kita berlatih di medan yang kurang bersahabat seperti lintasan gravel yang berdebu, berlatih di medan trail dan basah, dan lain-lain.

Iklan

5 komentar di “Pentingkah Kita Membeli Nike Zoom Pegasus 36

  1. Ping balik: 2 Bulan Berlari dengan Nike Pegasus 31 – Gadget, Running & Travelling Light

  2. Ping balik: Panduan Cara Sign Up Nike Running Plus – Gadget, Running & Travelling Light

  3. Ping balik: Perubahan Radikal di Nike Zoom Pegasus 37 – Gadget, Running & Travelling Light

  4. Ping balik: 4 Teknologi Baru di Nike Air Zoom Alphafly Next % – Gadget, Running & Travelling Light

  5. Ping balik: Review Nike Air Zoom Pegasus 37 – Gadget, Running, Travelling Light

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s