Cerita ini saya dengar dari teman saya yang bekerja di suatu institusi yang sedang dijadikan “project” sertifikasi ISO. Maksudnya yang menginginkan institusi itu menerapkan manajemen mutu ISO adalah institusi di atasnya. Bukan institusi itu sendiri. Dan budget sebagai konsekuensi penerapan manajemen mutu dan sertifikasi ISO pun ditanggung dengan dana dari APBN.
Bagi institusi dimana teman saya ini bekerja, indikator keberhasilan manajemen mutu ISO adalah institusi ini dinyatakan layak untuk diberi sertifikat ISO oleh Badan Sertifikasi yang ditunjuk untuk melakukan audit. Jadi yang penting adalah “Sertifikat ISO” -nya
Hampir semua orang yang bekerja di institusi dimana teman saya itu bekerja tidak “ngeh” dengan ISO dan Manajemen Mutu. Penerapan Manajemen Mutu dianggap sebagai beban berat dan masalah baru. Maklum ini adalah keinginan yang di Atas.
Alih-alih mereka memperbaiki sistem Manajemen, mereka malah mempunyai ide untuk membeli Sertifikat ISO saja. Entah ini merupakan ide serius atau bercandaan saja. Yang diperlukan oleh Yang di Atas kan sertifikat ISO doang
Benar nih Sertifikat ISO bisa dibeli?
Menurut mereka, asal punya uang dan tahu tempatnya, apa sih yang tidak bisa dibeli di Indonesia. Mereka belajar dari institusi tetangga yang lebih dulu mendapakan project sertifikasi ISO. Institusi tetangga lolos sertifikasi ISO karena “membeli”. Membeli ini menjadi menggiurkan karena biayanya bisa lebih murah dari menyiapkan dan menjalankan prosedur manajemen mutu berstandard ISO itu sendiri.
Menggemaskan … Akan tetapi cerita ini mirip dengan apa yang saya lakukan ketika saya mencari Surat Keterangan Sehat dari dokter untuk mencari SIM C pada beberapa tahun yang lalu. Cukup dengan membayar Rp 5.000 di Puskesmas saya sudah mendapatkan Surat Keterangan Sehat bahkan tanpa menjalani prosedur pemeriksaan kesehatan. Coba apa jadinya kalau saya mengidap penyakit ayan dan legal mengendarai motor di jalan raya?
Pabrik saya termasuk yg buanyak banget ngadain audit ini itu, termasuk ISO yang jumlahnya banyak. Memang sih beli sertifikat ISO itu lebih murah dan mudah daripada memperbaiki dan mempertahankan konsistensi.. Tapi untungnya pabrik saya meskipun tertatih-tatih berusaha mencapai sendiri prestasinya.
Kadang saya bertanya-tanya, effortnya sebesar ini kah hanya untuk mendapatkan pengakuan di selembar kertas? Hmm…
saya baru tau kalau dinas/institusi bisa membeli sertifikat ISO.Padahal dengan adanya sertifikasi ISO tersebut akan mencerminkan mutu pelayanan di suatu institusi/dinas. Lah terus kalau dibeli sementara pelayanan tetap aja sama dengan sebelumnya apa gak malu? dan pastinya mendapat sorotan juga dari masyarakat..
sertifikat iso jadi ngga ada artinya di depan stake holder. hehe
saya mau beli nih, sampeyan juwal berapa?
*eh
ISO ubuntu kan pak? nati deh saya kasih, hehehe
apa yg gak bisa di Indonesia pak?!? :p
Nah, beginilah Indonesia, paling jago memotong birokrasi berbelit-belit :).
ISO? Memang sulit sekali meraih seritifikat ISO dan mempertahankannya. Jadi teringat dulu ketika masih menjabat sebagai Ketua ISO Ketua Auditor Internal Sekretariat ISO sekaligus di unit kerja IT UI.
Bagi rekan-rekan yang butuh informasi serta bantuan KONSULTAN untuk set up ISO dan jaminan memperoleh SERTIFIKAT ISO dengan biaya terjangkau, berkwalitas, resmi bisa menghubungi kami : rahman_nst@yahoo.com