Saya bingung sendiri untuk memberikan judul yang komunikatif untuk tulisan saya kali ini. Intinya saya ingin menceritakan apa yang saya lihat terjadi pada kemarin sore di Apotek Bang*n. Salah satu Apotek di kota kecamatan Playen.
Apa yang membuat saya heran sekaligus tidak habis mengerti adalah si mbak – mbak apoteker menawarkan Antibiotik pada seorang ibu – ibu setengah baya yang sedang membeli suatu obat. Mendapatkan tawaran antibiotik, si Ibu setengah baya itu nampak bingung. Lalu si mbak apoteker menanyai ibu itu apakah tubuhnya terasa “gembreges“. Si ibu setengah baya menjawab “iya”. Apoteker bilang itu artinya ibu perlu Antibiotik.
Pelayan di Apotek segera mengambilkan antibiotik dan obat – obat lain. Saya tidak tahu persis obat apa saja yang diambilkan untuk si Ibu setengah baya itu. Si mba Apoteker cantik itu kemudian menjelaskan kepada si ibu dosis/pemakaian obat – obat yang disetujui oleh si Ibu untuk dibeli.
Hmmm, begitu ya cara apotek menjual “dagangan”. Demi laku jualan. 😦 Setahu saya, antibiotik termasuk jenis obat yang penggunaannya harus dengan resep dokter. Apoteker bukanlah seorang dokter yang menurut Undang-Undang berhak meresepkan obat.
Saya tidak tahu apa yang akan terjadi bila misalnya si Ibu setengah baya itu alergi dengan jenis antibiotik tertentu, atau dia mengidap penyakit dengan komplikasi tertentu. Bila terjadi hal-hal tak diinginkan, dalam kasus itu, pasti si Ibu setengah baya itu merupakan pihak yang sangat dirugikan. 😦
Saya tidak membayangkan si mbak cantik apoteker itu tersandung masalah hukum karena perilakunya yang ceroboh. Orang di bumi Indonesia ini kebanyakan sangat baik hati dan tidak mudah memperkarakan orang ke pengadilan. Hanya, dimana tanggung jawab moralnya sebagai seorang yang telah menyelesaikan pendidikan Farmasi selama bertahun – tahun? 😦
Itu namanya sembrono mas…
Bulan April lalu Menkes katanya akan mengeluarkan aturan baru tentang hal ini, mungkin akan masuk dalam peresepan obat, namun saya belum melihat kembali perkembangannya.
iy, setahu saya antibiotik harus deberikan kepada pasien dengan resep dokter?atau enggak dengan saran dokter?
*tapi saya pernah beli antibiotik dengan saran dari (Calon) dokter, hhehe
astaga, begitu kurangajarnya apoteker itu ya 😦
Sebagai alumni Farmasi, saya jadi tersentil, tapi untungnya saya ngambil profesi di luar bidang ini, hihii *lepas tanggung jawab*
kalo apotekernya cantik n yang beli cowok, wajar aja kali ya…soalnya pasti nurut aja..hihihi…tapi kalo ibu2..no comment….. smoga ibunya diberikan kesehatan… aaamin
Banyak praktek2 salah kaprah dan menyimpang di negara kita ini. Sakit dikomersialkan. Itu faktanya yang terjadi. Orang sakit yang sebetulnya bisa rawat jalan disuruh rawat inap. Itu seringkali terjadi.
Lihat saja!ad kepitingan terselubung dibalik itu semua,kcuali daganganny biar laku jg utk promo obat2an terttu, mesti tk semuanya ia kuasai.tapi yg jls kalau seseorang tak menguasai bidang yg digelutiny.mending gk usah jadi pjual obat yg asal2an!! krn itu sama juga membunuh pasien secara berlahan.dan jgn sampai masy.jadi korban mahapraktek.msy.hrs byk dibimbg mana2 saja pjual obat yg bisa dpercya atau paling tdk dg resep dokter yg dianjurkan.
Saya mohon sekali cari tau lebih dalam mengenai profesi Apoteker. Justru udang – undang yg ada di indonesia ini yang aneh, dokter itu seharusnya hanya sebatas memberikan diagnosa, Apoteker dibekali ilmu tentang obat- obatan sejak awal dia sekolah,dia punya latar belakang yg tepat untuk memberikan rekomendasi pengobatan. Sebagai seorang mahasiswa Farmasi saya sangat sedih mengenai profesi Apoteker yang slalu dipandang sebelah mata dan dianggap profesi kelas sekian setelah dokter.