Mbah Pri. Berusia 70 tahun. Selama bertahun – tahun tinggal berdua saja dengan istri di rumah limasan jawa yang sederhana di dusun Senedi desa Grogol kecamatan Paliyan kabupaten Gunungkidul. Kedua anaknya merantau ke kota Jakarta.
Dalam keseharianya, Mbah Pri menghabiskan waktu dengan bertani sambil memelihara beberapa kambing dan sapi. Profesi yang dia lakoni sejak kecil sebagai warisan dari keluarga yang turun temurun.
Sebagaimana anak petani kebanyakan, masa kecil Mbah Pri dilewatkan tanpa mengenyam pendidikan formal di bangku sekolah.
Yang membuat banyak orang dan saya kagum adalah “keilmuan” mbah Pri. Beliau fasih membaca baik huruf latin maupun huruf hijaiyah . Entah dari mana keterampilan itu beliau pelajari.
Itu saja, tidak! Mbah Pri dikenal sebagai orang yang berpengetahuan luas dengan kebijaksanaan yang menyertainya. Tidak sedikit orang yang bertamu ke rumah beliau untuk “ngangsu kawruh”, mendengarkan nasihat – wejangan beliau serta meminta pertimbangan dan arahan dalam berbagai hal dan kepentingan. Mbah Pri bahkan seringkali dimintai pendapat dan pangestu oleh tokoh – tokoh masyarakat dan perangkat desa.
Kedekatan Mbah Pri dengan tokoh dan perangkat desa tidak serta merta menjadikan beliau menjadi sosok oportunis. Dia tidak pernah memanfaatkan kedekatan dan rasa hormat/segan dari berbagai kalangan itu untuk kepentingan pribadi.
Beliau adalah sosok yang kritis. Mbah Pri dalam batas – batas yang hanya ia sendiri dan Tuhan yang tahu, tidak pernah segan untuk memberikan kritik pedas dan tegas terhadap perilaku pemerintah desa yang menyimpang. Tidak pernah risih untuk mengingatkan para tetangga yang ia nilai nerak paugeran.
Tidak melulu mengritik dan mengingatkan, Mbah Pri memberikan contoh dengan cara yang tidak pernah diduga banyak orang.
Dalam hidupnya yang sederhana, beliau selalu menolak pemberian jatah beras Raskin. Menurut Mbah Pri, masih banyak orang yang lebih berhak darinya. Beliau mengingatkan terang – terangan seorang tetangga yang ia nilai orang cukup berada yang berobat dengan kartu Askeskin (Asuransi Kesehatan untuk Rakyat Miskin)
Perlu diketahui, di desa dimana saya tinggal, masih banyak orang yang belum berkesadaran sosial. Banyak orang – orang yang relatif mampu secara ekonomi malah meributkan pembagian jatah beras Raskin, kartu Jamkesos, kartu Askeskin dan aneka bantuan dari pemerintah yang lain. Saya sering geli mendengar celoteh, “Kalau kerja bakti semua orang disuruh kok kalau ada bantuan yang dikasih orangnya itu – itu saja.”
Pribadi seperti Mbah Pri saya kira memang langka di negeri Indonesia ini. Bila di negeri ini ada lebih banyak pribadi – pribadi Mbah Pri, tentu saja MUI tidak perlu mewacanakan fatwa penggunaan premium sebagai salah satu BBM bersubsidi.
Saya bukan menolak pakai pertamax, tapi motor tua saya memang didesain untuk premium, kalau dipaksa dengan pertamax, lama-lama kata ahlinya akan merusak piston jika tidak salah :).
Benar, Mas. Itu tipe orang yang mulai langka jaman sekarang dan patut dilestarikan keberadaannya. He He.
Terkait orang yang tidak miskin tapi masih mau ambil jatah Raskin yang bukan haknya, saya rasa dimana-mana banyak orang yang model begitu. Saat terima bantuan akan memiskinkan diri. Giliran berzakat atau ngamal berdalih orang tak mampu 😦
di suatu lingkungan desa pernah ditemui suatu anomali, ketika akan ada bantuan dari pemerintah jumlah kk meningkat, tetapi ketika akan ada iuran, jumlah kk menyusut.
anomali yang lebih anomali dari anomali pemuaian air :((
semoga Allah memberkahi beliau mas,,,
dan semoga kita bisa mencontoh beliau…
emang butuh kesadaran dari diri sendiri, gak cukup kalo cuma diingetin aja tapi diri sendiri nggak sadar2
Orang tua yang bijak, contoh yang baik bagi generasi muda,… !!!
mbah Pri adalah salah satu dari “suhu” saya
Suka dengan kalimat terakhirnya. Bentuk protes yang halus banget 🙂
Bisa dibilang pemerintah gak punya jalan lain untuk mengendalikan konsumsi BBM, malah larinya ke MUI.
Sosok sederhana yang tegas jujur bersahaja dan berwawasan luas,…….
Jika byk hati seperti beliau.saya yakin keadilan &kemakmuran akan lebih merata.
Ping balik: Iedul Fitri 1437 H | Gadget, Running & Travelling Light