Di desa dimana saya tinggal secara turun temurun mengenal apa yang dinamakan gotong royong. Bagi yang belum tahu apa itu gotong royong, gotong royong adalah sekumpulan orang yang bekerja sukarela untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang mereka anggap merupakan kepentingan bersama dan kepentingan umum. Mereka tentu saja bekerja tanpa harap imbalan uang. Benar ngga definisi saya ini ditilik dari pelajaran PMP atau PPKn? hehe
Sependek yang saya tahu, di desa dimana saya tinggal mengenal dua macam gotong royong, yaitu Gugur Gunung dan Sambatan.
Gugur Gunung
Saya pikir kata Gugur Gunung mulanya merupakan kata-kata penyemangat. Pekerjaan sebesar gunung pun kalau dikerjakan bersama-sama pasti akan runtuh, akan selesai. Gugur gunung umumnya merupakan kerja kerelawanan yang dilakukan penduduk pada jaman aki nini untuk membuat fasilitas-fasilitas publik. Misalnya jalan. Kenyataannya jaman dulu memang batu-batu gunung yang besar-besar pun bisa benar-benar diruntuhkan untuk ditata sebagai material untuk membuat jalan.
Maklum pada jaman simbah-simbah aki nini, pemerintahan belum berjalan sebagai mana mestinya. Atau belum ada pemerintahan? Jadi fasilitas dan sarana umum niscaya ada tanpa inisiatif dan komitmen dari masyarakat untuk dikerjakan secara swadaya dan sukarela.
Memang sekarang ada kehadiran pemerintah di tengah-tengah masyarakat. Atau masih sama seperti jaman aki nini dulu? Sama sama belum ada pemerintahan? 😉
Sambatan
Saya menduga kata sambatan berasal dari kata dasar “sambat” dalam bahasa Jawa, sambat berarti mengeluh. Mengeluh bukan dalam artian galau. Penduduk desa yang dari dulu sampai sekarang didominasi oleh mata pencarian petani musiman selalu mempunyai masalah. Bayangkan ketika tiba masanya musim hujan. Semua petani akan menanam. Begitupun ketika musim panen. Semua memanen.
Pekerjaan-pekerjaan sulit bila dikerjakan sendiri-sendiri. Mereka mulai mengeluh. Mengeluhkan bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan lebih baik. Dari situ mereka mulai mengenal untuk saling membantu. Misalnya untuk hari ini secara bersama-sama memanen di ladang si Suto, besuk di ladang si Noyo, si Bero, dan seterusnya. Mereka akhirnya tahu kalau pekerjaan akan lebih tertangani bila dikerjakan secara bersama-sama.
Ada banyak pekerjaan di desa dimana saya tinggal yang perlu diselesaikan secara sambatan selain pekerjaan di ladang pertanian. Sampai saat ini diketahui ada sambatan mendirikan rumah, membuat kandang dan lain-lain.
Bapak Tasiman/Pakdhe Tasiman, tiap guratan di wajah beliau terbaca apa arti sebuah pengabdian. Bagi saya beliau adalah ikon Sambatan dan Gugur Gunung di desa dimana saya tinggal. Beliau adalah tokoh yang selalu mengingatkan pentingnya arti gotong-royong bagi masyarakat lingkungan. Dia tidak bosan-bosannya mengingatkan untuk wil jinawil menyebarkan kabar sambatan, gugur gunung gotong royong tandang gawe. Tidak terhitung berapa kali beliau telah memukul kenthongan di pojok rumahnya sebagai tanda tiap kali masyarakat melangsungkan Sambatan dan Gugur Gunung. 🙂
