Suara gemuruh diikuti ledakan memekakan telinga antrian para calon penumpang di ruang tunggu Bandara Adisucipto. Semua orang yang ada di boarding room segera merapat ke dinding kaca, melihat apa yang sedang terjadi. Asap tebal yang bergulung-gulung saya lihat berasal dari sebelah selatan runway, tepatnya dari bangunan STTA Yogyakarta.
Saat itu Minggu pagi tanggal 20 Desember 2015 ketika saya sedang tergesa-gesa berangkat ke Jakarta via Adisucipto ketika terjadi insiden pesawat T50i Golden Eyes jatuh dalam rangkaian Jogja Airshow 2015.
Perasaan sedih, panik, gelisah, harap-harap cemas, tergesa-gesa, takut dan khawatir campur aduk dalam perasaan saya pada saat itu. Sedih dan gelisah, betapa tidak membayangkan sepagi ini sudah ada korban nyawa yang jatuh. Tergesa-gesa dan khawatir, betapa tidak. Agar sampai Jakarta tepat waktu saat itu saya sudah memilih maskapai Garuda Indonesia, tetapi harus delay karena sebuah kecelakaan. Saya hanya bisa harap-harap cemas dan pasrah entah sampai berapa lama delay akan berlangsung di Minggu pagi itu. Hal itu pernah saya blog -kan di sini.
Delay yang diakibatkan oleh kecelakaan, saya rasa semua orang akan maklum, betapa pun ia sedang tergesa-gesa seperti saya. Akan tetapi sepanjang saya hilir mudik dalam beberapa tahun belakangan ini dari dan ke kota saya, Yogyakarta, delay bisa terjadi kapan saja. Saking terbiasanya sampai-sampai saya menganggap delay satu sampai dua jam itu hal yang normal. Bila penerbangan dari dan ke kota saya on time saya menganggapnya sebagai “berkah”, keberuntungan atau keajaiban. “Normal” yang tidak produktif memang. 🙂
Bagi orang Jogja seperti saya yang sudah puluhan tahun mengandalkan perjalanan udara untuk bepergian ke luar kota mungkin sudah ngeh akan apa yang terjadi.
Kapasitas Bandara Adisucipto vs Pertumbungan Jumlah Penumpang Pesawat
Apa yang paling mudah dilihat secara kasat mata adalah kapasitas bandara yang semakin sesak dengan para penumpang pesawat. Menurut beberapa sumber, pertumbuhan penumpang di Bandara Adisucipto Yogyakarta berkisar antara 10 – 13 persen per tahun. Untuk diketahui, kapasitas ideal bandara ini adalah 1,2 juta penumpang per tahun yang saat ini dipaksakan untuk melayani sekitar 7,2 juta penumpang per tahun, atau sekitar 6 kali lipat dari kapasitas yang seharusnya. Silakan dibayangkan betapa sesak bandara ini.
Dipaksa untuk melayani penumpang sampai 6 kali kapasitas ideal sebenarnya merupakan alasan utama, kenapa keterlambatan penerbangan dari dan ke Yogyakarta makin menjadi-jadi. Bandar Udara Adisucipto saat ini hanya mempunyai luas terminal: 15.137 meter persegi (kapasitas penumpang 1,2 juta per tahun), luas apron 80.142 meter persegi yang hanya memungkinkan 8 pesawat parkir dalam satu waktu dan panjang runway 2.250 meter saja.
Kawan saya dalam suatu perjalanan pulang dari Jakarta sempat merasa kebingungan karena pesawat yang ia tumpangi tidak kunjung mendarat di bandara. Alih-alih, pesawat tersebut malah berputar-putar di atas kota Wates – Kulon Progo. Berputar-putarnya pun tidak sebentar, antara 30 menit sampai 1 jam. Sebagai orang yang jarang bepergian dengan pesawat ia bingung dan was-was akan apa yang sebenarnya terjadi. Padahal apa yang sebenarnya adalah pesawat sedang menunggu antrian mendarat, entah karena landasan pacu yang sedang sibuk atau tidak ada tempat parkir pesawat yang kosong di bandara. Keterbatasan kapasitas parkir pesawat dan landasan pacu bandara akan membawa efek berantai bagi penerbangan-penerbangan berikutnya. Bila ada satu saja pesawat mengalami gangguan operasional maka penerbangan-penerbangan berikutnya pasti akan terganggu.
Kepentingan Penerbangan Sipil dan Militer di Bandara Adisucipto
Sejatinya, Lapangan Udara (Lanud) Adisucipto merupakan bandara militer yang dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang dalam perkembangannya oleh Pemerintah Republik Indonesia dijadikan sebagai bandara komersial. Bandara Adisucipto pada akhirnya harus digunakan secara berbagi pakai antara kepentingan komersial dan kepentingan militer.
Bisa dibayangkan betapa padat Adisucipto tatkala kapasitas komersialnya sudah digunakan secara berlebihan dan pada saat bersamaan wajib mengakomodasi kepentingan strategis negara sebagai pangkalan militer TNI AU. Lanud Adisucipto sebagai pangkalan militer tentu dalam banyak keadaan harus membuat kepentingan sipil dan komersial harus mengalah. Salah satu imbasnya adalah apa yang saya ceritakan dalam paragraf awal tulisan ini yang mana semua jadwal penerbangan harus diubah menyesuaikan event Jogja Air Show.
Pada hari Jum’at siang pekan lalu, saya dan beberapa teman komunitas Indorunner Jogja cukup beruntung. Kami diundang oleh panitia Angkatan Udara Obstacle Run 2018 untuk menjajal sensasi berlomba lari yang mengambil rute di antaranya adalah runway Bandara AdisuciptoYogyakarta.
Selain merasakan pengalaman yang amat langka, siang itu kami mendapatkan wawasan dan pengetahuan baru. Oleh para perwira yang mendampingi kami selama berlari di runway, kami dijelaskan fungsi-fungsi dari setiap komponen di lapangan udara, bagaimana proses pesawat militer dan komersial mengantri untuk take off dan landing, bagaimana regulasi dan prioritas penggunaan runway dan sebagainya. Terkait kepadatan landasan pacu bandara, ada hal baru yang kami ketahui: Bandara Adisucipto tidak hanya digunakan untuk penerbangan militer dan komersial saja, para perwira calon penerbang pun berlatih menerbangkan pesawat-pesawat Jupiter dari landasan pacu yang sama. Suatu kepadatan landasan pacu yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Bandara Adisucipto dan Kawasan Rawan Dampak Bencana
Selain permasalahan teknis dan operasional kebandarudaraan, Bandara Adisucipto juga memiliki hambatan lain, yaitu lokasinya yang termasuk kawasan rawan dampak bencana. Posisi Bandara Adisucipto cukup dekat dengan Gunung Merapi yang merupakan gunung api vulkanik teraktif di dunia. Dalam periode waktu tertentu, gunung ini menunjukkan aktivitas vulkanik yang membawa dampak luas. Salah satu erupsi yang fenomenal terjadi pada tahun 2010 yang mengakibatkan hujan abu yang berimbas pada penutupan Bandara Adisucipto Yogyakarta selama berhari-hari.
Selain erupsi Gunung Merapi, Bandara Adisucipto Yogyakarta pun pernah lumpuh oleh abu vulkanik yang dimuntahkan oleh erupsi Gunung Kelud. Muntahan Gunung Kelud terakhir kali menyebabkan gangguan jadwal penerbangan bandara di Yogyakarta ini pada Februari tahun 2014.
***
Berbicara tentang permasalahan Bandara Adisucipto, kebanyakan orang akan mempermasalahkan keterlambatan penerbangan dari dan ke Yogyakarta. Sebenarnya, permasalahannya lebih dari itu. Satu permasalahan yang cukup krusial adalah jalan akses menuju bandara yang terletak di ruas Jalan Solo itu. Ruas Jalan Solo pada jam-jam sibuk sangat padat dan macet mulai dari jembatan layang Janti. Pernah pada suatu kali saya ketinggalan pesawat dan terpaksa membeli tiket penerbangan berikutnya dengan harga yang cukup tinggi.
Kini bandara baru New Yogyakarta International Airport sedang dalam proses pembangunan di Temon – Kulon Progo. Dilihat dari jaraknya dari rumah tinggal saya cukup membuat wow. Jarak rumah saya ke bandara baru sepintas sangat jauh, bisa dibilang 3 kali lebih jauh dibanding jaraknya ke bandara Adisucipto saat ini.
Akan tetapi bila dipikir-pikir, dalam jangka panjang, akan lebih efisien untuk terbang melewati New Yogyakarta International Airport di Kulon Progo. Untuk menuju ke sana dari rumah saya di Gunungkidul, saya bisa menempuhnya melalui Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang saat ini juga sedang dalam tahap penyelesaian. Untuk diketahui JJLS merupakan jalan yang dirancang untuk memberikan konektivitas di sisi selatan Pulau Jawa yang mampu mengakomodasi lalu lintas yang padat dan cepat.
Jadi makin penasaran untuk menjajal terbang dari New Yogyakarta International Airport. 🙂
Sebenarnya bandara yang sekarang enak banget ya posisinya, nggak terlalu jauh dari jalan raya. Jadi turun angkutan umum pun bisa langsung aja jalan kaki ke bandara. Kalau jadi pindah ke kulonprogo, makin jauh dari rumah saya di klaten.
Oalah begitu ya alasannya.
Hmm teman saya kudu baca ini supaya paham karena di grup SMA menanyakan hal ini
Ping balik: Moda Transportasi Bus Kembali Menjadi Pilihan Utama Masyarakat – Gadget, Running & Travelling Light