Kemarin, status facebook yang ditulis teman saya membuat diri ketawa tawa seorangan. Di status facebooknya dia menuliskan kata – kata penyesalan karena telah dua kali membeli ponsel bermerk Cina. Dalam waktu tidak lama kedua ponselnya ngambek, rusak. Harapan sahabat itu pasti ingin membeli produk yang tidak mudah rusak, awet, tahan banting, tahan lama, canggih, modis, tetapi dengan harga yang murah terjangkau.
Seperti yang sudah diketahui khalayak, produk bermerk Cina, baik itu produk Otomotif, Elektronik, Perkakas dan lain lain termasuk mur-baut sudah dikenal murah, dan menyandang predikat kualitas murahan. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa jembatan Suramadu yang menjadi mega proyek kebanggaan banggsa itu produk berharga murah dengan kualitas murahan karena dikerjakan kontraktor asal Cina.
Mengatakan bahwa produk bermerek Cina berkualias abal abal tidaklah sama arti dengan mengatakan bahwa bangsa Cina tidak bisa membuat produk yang bermutu. Andai melihat dengan jeli, mungkin gadget kesayangan kita yang ada stempel Sony Ericsson atau Nokia pun ada embel emebel “Made in China” –nya. Saya tidak tahu apakah produk BlackBerry atau Apple iphone ada keterlibatan bangsa Cina atau tidak dalam lini produksi mereka. Tetapi percayalah bahwa ada banyak produk bermerek papan atas di dunia yang di lini produksinya terlibat campur tangan bangsa bermata sipit negeri Jacky Chan itu.Keberanian Sony Ericsson dan Nokia dan pemegang cap papan atas dunia membuka diri bagi keterlibatan negeri tirai bambu, selain karena alasan menekan biaya produksi yang mana kita sama sama tahu tentang terjangkaunya upah angkatan kerja di Cina, menurut saya juga merupakan pengakuan terhadap kualitas dan kemampuan berkarya bangsa semilyar umat itu. Pendek kata Cina diakui mempunyai kompetensi untuk memproduksi kualitas.
Tentang merek Cina yang selain digemari juga di caci, saya pikir, kata kuncinya adalah “rego nggowo rupo, begitu orang jawa bilang. Harga mencerminkan kualitas. Jadi importir dari Cina mengambil keputusan berdasarkan segmen pasar yang mereka sasar.
Apa yang belum saya mengerti adalah, kenapa kalau bangsa Cina sudah mempunyai kemampuan, kok mereka tidak membuat branding sendiri? Setidaknya membuat merek yang bisa menjadi bayang bayang dari merk mainstream yang ada saat ini.
[Lain kali kalau saya ingat dan sempat, tulisan ini akan saya tulis ulang menjadi lebih baik]
sedikit revisi mas je, hp yang pertama ilang, hp yang selanjutnya baru ngambek, dan tadi siang beliau sedang cari penggantinya lagi (kali ini kapok beneran)
kalau nulis lagi tentang hal lain aja. yang ini udah bagus 😀
halahhhhhhhhh, bu crypto