Beberapa jam yang lalu sampai sekarang, di timeline twitter saya dipenuhi dengan kabar terjadinya gempa berkekuatan 8,7 SR. Bagi saya ini suatu kabar yang mengagetkan sekaligus mengerikan. Seketika apa yang terbayang di kepala saya adalah gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004 dan gempa yang berkuatan enam koma SR yang terjadi di tempat tinggal saya pada tahun 2006.
Saya memang seketika panik. Akan tetapi saya tadi berusaha menenangkan diri dan mencoba membaca timeline twitter dengan lebih teliti. Saya berusaha membedakan mana tweet yang merupakan retweet, mana tweet yang berasal dari media mainstream, kapan tweet itu di-tweet dan yang paling penting siapa dan dimana orang yang men-tweet suatu kabar pertama kali.
Gempa pertama pukul 15:38:23 – 8.9 SR. Susulan: 15:38:33 – 8.5 SR, 16:28:02 – 6.5 SR, 16:48:03 – 6.1 SR.(dirangkum dr GempaDroid BMKG)
— Asri Wijayanti (@aforasri) April 11, 2012
Gempa susulan yg besar barusan: pukul 17:43:06 – 8.8 SR dan 17:43:11 – 8.1 SR… Pantesan besar banget.
— Asri Wijayanti (@aforasri) April 11, 2012
Sejujurnya, jari-jari tangan saya terasa gatal untuk segera me-retweet suatu tweet. Dan saya me-retweet beberapa tweet yang menurut saya bisa dipercaya dan layak tweet. Sampai beberapa tweet saya memutuskan untuk lebih selektif lagi dalam men-tweet dan lebih baik tidak nge-tweet dulu. Lebih baik mengamati informasi yang mengalir di twitter. Pertimbangan saya: biarlah timeline twitter dialiri oleh informasi yang benar-benar berkualitas sehingga memudahkan orang-orang yang mengikuti kabar terkini melalui timeline.
Pengalaman saya sendiri, tidaklah mudah untuk memilih mana informasi yang layak dipercaya dan mana informasi sampah. Media main stream, sependek ingatan saya sama sekali tidak bisa dijadikan patokan terkait akurasi informasi. Masih kuat di ingatan saya tentang gempa Jogja 2004 dimana pada saat itu kami menderita kemiskinan informasi. Ceritanya di sini. Dan bencana Erupsi Merapi yang kebanjiran informasi dan kebanjiran informasi sampah. Salah satu ceritanya ada di sini.
Jadi menurut saya, bagi kita yang tinggal jauh dari lokasi kejadian, lebih baik berhati-hati dalam merespon, menanggapi dan meneruskan suatu informasi. Jangan mudah menyebarkan informasi yang mengandung/menyebabkan kesedihan. Lebih baik kita menenangkan diri, mendinginkan kepala dan berdoa.
Link terkait: