Timer di traffic light mesti dievaluasi lagi penggunaannya. Kenyataannya malah sering dimanfaatkan dengan cara tak semestinya. Misalnya lampumerah masih ada 3 detik tapi udah pada ngacir …. atau lampu hijau udah tinggal 3 detik lalu pada ngebut supaya kebagian hijau.
Pagi ini dengar kabar ada kecelakaan di area Tugu Jogja gara2 ada mobil ngebut “mengejar” hijau, malah menabrak pengendara motor hingga ada yg tewas. Duh
Meski awalnya saya sempat gumun dengan tanda hitung mundur (count down timer) yang dipasang di beberapa lampu lalu lintas di Jogja, akhirnya saya sepakat dengan apa yang dikeluhkan Om Yahya di Facebook yang saya sematkan di atas: Pemasangan Count Down Timer di Traffic Light perlu dievaluasi.
Selama hampir satu tahun mengandalkan sepeda motor sebagai alat penunjang mobilitas sehari-hari, saya merasakan betul bagaimana dampak pemasangan fitur baru di lampu lalu lintas ini.
Tiap kali lampu hijau tinggal beberapa detik, bukannya pengendara (terutama pengendara sepeda motor) memelankan laju kendaraannya, malah-malah mereka seolah balapan, adu cepat dengan datangnya lampu merah. Ini saya rasakan sangat berbahaya.
Suatu malam di Lampu Lalu Lintas di perempatan Jalan Sultan Agung Yogyakarta (depan SMP BOPKRI) begitu lampu hijau tinggal dalam hitungan detik saya berhenti. Saya rasa saya adalah orang pertama, yang paling depan, yang berhenti.
Tak dinyana saya malah ditubruk oleh pengendara yang melaju cepat dibelakang saya. Untungnya saya tidak apa-apa. Hanya punggung saya terasa pegal. Sementara pengendara yang menabrak saya oleng, meski toh bisa segera ngacir meninggalkan saya.
Begitu pula tiap lampu merah masih beberapa detik. Pengendara sudah adu keras membunyikan klakson andai mereka tidak ada celah untuk melesat duluan, bahkan sebelum lampu hijau menyala. 😦
Di tengah situasi seperti ini seolah saya dikeliling orang-orang yang tak beradab.
Kembali ke status Om Yahya di atas. Teman-teman berkomentar, ada yang berkomentar bahwa itu bukan salah timer traffic lightnya. Ada pula yang komentar: pengguna lalu lintas perlu diedukasi. Menurut saya kesemuanya benar.
Namun bukankah keberadaan lampu lalu lintas itu memang dirancang untuk mengedukasi pengguna jalan. Mengedukasi pengguna jalan untuk berbagi menggunakan jalan secara adil, biar tidak berebut duluan. Bila dulu-dulunya secara alami pengguna jalan bisa mau dan rela berbagi menggunakan jalan secara adil dan proporsional, saya kira lampu lalu lintas tidak akan pernah dibuat, tidak akan pernah ada. hehe
Butuh waktu… lama-kelamaan pasti akan lebih beradab.
Ngga sabaran amat ya. Aku juga sebel tuh, tiap kali lampu merah berganti lampu hijau kaya otomatis kendaraan pencet klakson, padahal kita kan juga nunggu yang di depan jalan.
Sebenernya timer itu untuk supaya orang siap-siap ngegas, tapi entah kenapa kalau motor justru malah maju duluan sebelum lampu hijau. -__-
buat yang mengendarai mobil perilaku seperti ini nyebelin banget kan? hihi
Kalau di sini sih mobil susah maju duluan karena biasanya ketutupan ama motor :)))
Memang mas timer mundur justru membuat pengguna jalan itu udah seperti MotoGP. Kurang 10 detik aja udah pada di tengah-tengah simpang empat atau tiga. Kalau ditabrak sama sebelahnya gimana loh. Sebaiknya dihilangkan saja kok
Menurutku yang perlu dibenahi ya mental pengendaranya. Lampu hitung mundur kan hanya alat. Apakah keberadaan lampu hitung mundur membantu pengendara? Antara ya dan tidak. Terkadang kalau lampunya menyala merah terlalu lama tanpa disertai alat hitung mundur, banyak juga pengendara yang menyimpulkan bahwa lampu lalu-lintasnya rusak dan langsung jalan maju.
Tapi ya itu tadi, yang mendesak untuk diperbaiki ya mental pengendaranya dulu.