Minggu pagi itu saya bangun lebih lambat dari biasanya. Jam 5 pagi lebih saya baru keluar untuk mengambil air wudlu, baru akan shalat subuh. Brrrr… air yang membasuh wajah ini terasa begitu dingin. Di atas nampak mendung menggelayut, gerimis-gerimis kecil jatuh. Saya menggalau. Seolah ini pertanda kurang baik. Saya ragu apakah cuaca Minggu pagi ini memungkinkan untuk lari apa tidak. Lari yang saya rencanakan sebagai latihan lari jarak jauh.
Setelah shalat subuh, saya keluar rumah lagi, memandangi langit lagi. Mendung masih sama pekatnya. Sambil menggerakan badan mulai melakukan peregangan dan sedikit pemanasan, saya bertekad: Aku harus lari. Iya harus lari, oh bila pun nanti hujan turun lebat saya bisa berteduh. Terpaksanya nanti berhenti di km ke-2 atau ke-3 itu sudah lebih baik.
Saya pun segera mengenakan pakaian lari, memakai sepatu, mengikatkan tali sepatu, mengoleskan sunblock di wajah, di tangan dan di kaki. Meraih ponsel dan menyalakan aplikasi lari: Nike Running+, kemudian menyelipkannya di armband di lengan kiri. Saya mulai berlari. Tidak terlalu cepat. Cukuplah untuk mengikis keraguan pagi itu.
Udara pagi yang bercampur gerimis segar. Pelan-pelan semangat saya pun mulai tumbuh. Menjelang km ke-3 sayangnya kaki kiri saya mulai terasa kram. Ini tidak biasa. Sambil mengira-ira apa penyebabnya, saya mengevaluasi gait/gesture saya dan mencoba memelankan langkah sambil berusaha membuat gesture sebaik mungkin. Ini tidak serta membantu mengatasi kram kaki kiri saya. Saya jadi berpikir apakah karena semalam kurang tidur yang berkualitas. Karena semalam saya minum teh dengan kawan sampai waktu larut. Apakah semalam saya terlalu banyak pipis sehingga cairan tubuh banyak berkurang.
Menjelang km ke-4 saya memutuskan untuk membeli minuman isotonik. Bila tubuh kurang hidrasi maka mudah-mudahan ini bisa membantu. Beberapa teguk cairan isotonik mengaliri kerongkongan saya yang terasa kering. Rasanya segar. Saya pun meneruskan pelarian, secara pelan-pelan. Kira-kira dengan pace 6:30 menit/km. 2 km kemudian merupakan bukit sodong. Tanjakan tertinggi yang biasanya menantang untuk saya taklukan.
Minggu pagi itu pun saya tertantang untuk menaklukan tanjakan ber-elevasi sekitar 200 meter itu. Kolaborasi antara otot dan andrenalin pada pagi itu berhasil mengalahkan jalan menanjak sepanjang 2km ber-elevasi 200 meter-an itu dalam waktu sekitar 15 menit. Bukan waktu terbaik yang pernah saya buat tapi ini cukup mengangkat semangat saya untuk terus berlari.
Sambil sesekali meneguk minuman isotonik, saya terus berlari. Saya tetap berusaha menjaga pace lari pada 6:20 menit/km – 7 menit/km. Saya tidak ingat kapan kram di kaki kiri saya menghilang. Seingat saya, saat itu saya sudah menempuh km ke-14 ketika botol minuman isotonik yang saya bawa sudah habis. Saya berusaha terus berlari. Sinar matahari pagi yang menerobos bukit yang menerpa wajah ini benar-benar membakar semangat di dalam dada.
Tidak mau dehidrasi mengganggu tubuh untuk terus berlari, di km ke-15 saya pun membeli sebotol air mineral 600 ml. Ah rupanya saya sudah berhasil berlari sejauh 15 km. Ini hanya terpaut 2,5 km dari lari terjauh yang pernah saya buat minggu lalu. Saya harus berlari lebih jauh dari minggu lalu, atau setidaknya sejauh minggu lalu. Toh saya merasa masih cukup kuat.
Km ke-15 dimana saya membeli air mineral tadi adalah di perbukitan sekitar Goa Maria Tritis, Giring, Paliyan. Ini rute lari yang pertama kali saya ambil. Gilanya lagi, saya kali ini berlari ke arah Pantai Baron. Kira-kira 7 km lagi.
Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang saya lintasi mempunyai kontur yang naik dan turunannya sangat menantang. Modal saya kali ini adalah sebotol air mineral dan rasa percaya diri yang mulai terbentuk. Bila pada lari-lari sebelumnya saya bersusah payah untuk menaklukan tiap tanjakan, kemudian menikmati bonus pada turunan yang mengikuti. Kali ini turunan pun harus diselesaikan dengan susah payah, bahkan lebih sulit dari tanjakan yang tinggi sekalipun. Mengontrol badan dan postur lari melintasi turunan yang ekstrim merupakan pengalaman baru. Kaki dan lutut saya seolah dipaksa menerima pelajaran hidup yang baru.
3 km menjelang pantai Baron, gerimis jatuh lagi, dengan butiran-butiran yang lebih besar. Hujan. Ini tantangan untuk daya tahan tubuh saya. Flu yang saya takuti bisa-bisa menyusup bersama hujan. Tapi saya harus terus berlari. Pahala besar sedang saya kejar. Terus berlari 3 km lagi adalah HM pertama saya. 21.2 km pertama saya.
Melalui earpod yang menyelip di telinga, Nike Running+ membisikan sesuatu. Intinya saya sudah sampai jarak 21.2 km dalam waktu 2 jam 17 menit. yay!
Tenaga saya seolah bertambah. Saya jadi ingin terus berlari dan berlari. Saya berhenti berlari ketika ponsel saya memberi notifikasi bahwa batere tinggal 20%. Rupanya sebelum saya cabut dari charger nya tadi batere ponsel saya belum banyak terisi. Mau tidak mau saya harus berhenti sebelum sampai di bibir pantai. Toh saya sudah mencapai jarak terjauh saya selama 3 bulan berlatih lari.
Dengan perasaan lebih baik, dengan perasaan senang, saya duduk dan meluruskan kaki di balai-balai bambu yang banyak terdapat di area pantai. Saya beranjak untuk mencari minuman isotonik dingin lagi setelah nafas dan detak jantung tertata. Kemudian saya menikmati minuman isotonik dingin di pasir putih pantai baron, menikmati wajah diterpa segarnya angin pantai.
Just Do it
Finish Strong
Mari lari
Mantabh. Jadi pengen lari lagi bacanya. Just do it emang. 🙂
Waaa… sdh > 20km. Pulangnya lari lagi atau jalan atau naik angkot?
Waah kereen..
Kalau saya mah ngga kuat kalau lari, mendingan naik sepedah saja 🙂
Just do it, Just run, run, and run! Ayo lari!
Kapan-kapan kalo bisa ketemu, bisa deh kalau lari sama-sama 😀
Mas aku mau nanya di ig lupa melulu, lari sejauh itu pulangnya lari juga atau naik kendaraan?
pulangnya naik kendaraan hihi
cari tebengan 😀
kirain gowes hehehehehe … semoangat kakak !!!
lari di pantai seger ya. Kalau aku sih jalan aja di dalem rumah mondar mandir ngurs persiapan anak 🙂