Apabila diolah menjadi sate dan tongseng maka daging kambing akan menjadi makanan favorit saya.
Entah kenapa sejak kecil saya sudah menikmati sate dan tongseng. Mungkin ini gara-gara bapak saya dulu sering membelikan kami (saya, adik dan simbok) sate dan tongseng kambing pada akhir pekan ketika beliau pulang dari buruh. Saya tahu terlalu sering makan sate dan tongseng kambing adalah ancaman kolesterol dan hipertensi, namun sulit rasanya untuk berhenti menikmati sate kambing. Sampai sekarang kami tetap sering menikmati jenis makanan ini. Sebagai kata-kata penghiburan, saya sering bilang kepada diri sendiri dan kami begini: Asal tidak tiap hari dan tetap berolah raga!.
Alasan lain kenapa mengurangi makan sate dan tongseng kambing sulit, bagi kami adalah terlalu banyaknya tempat Sate Kambing enak di daerah dimana kami tinggal, di Gunungkidul. Sebut saja Sate Yu Tini, Sate Pak Kambing Pak Turut, Sate Kambing Nongko Doyong dan masih banyak lagi. Belum penjual Sate dan Tongseng kambing yang tidak memasang nama. Juga enak-enak seperti halnya yang mangkal di depan Puskesmas Playen.
Tukang Sate Kambing di depan Puskesmas Playen ini meskipun tidak ternama, merupakan salah satu favorit saya. Sampai-sampai dalam satu tahun terakhir ini merupakan tempat Sate dan Tongseng Kambing yang paling sering kami beli.
Sate dan Tongseng kambing di depan Puskesmas Playen ini rasanya pas dengan lidah dan perut saya. Meskipun disate, daging kambingnya empuk dan nyaman dikunyah, juga bau anyir (prengus) kambingnya tidak menyengat. Bila saya memasan sate di sini, saya bilang kepada tukangnya agar jangan dibuat terlalu pedas. Bagi pecinta sate kambing mungkin heran, bagaimana bisa bumbu kecap untuk sate kambing tetap enak bila dibikin tidak pedas. Hanya bercampurkan lebih banyak irisan bawang mewahnya. Nyatanya lidah saya tetap bisa menerima racikan ini.
Di awal saya menyebut pas di perut apa maksudnya. Ini masalah saya saja sebenarnya. Akhir-akhir ini karena gangguan asam lambung, rasanya perut saya menjadi sensitif dengan bumbu rempah, lemak pada daging dan pedas cabai. Itulah kenapa saya berpesan agar sate untuk saya tidak terlalu pedas. Dan nyatanya memang baik sate atau tongseng bikinan tukang Sate yang jualan di depan Puskesmas Playen ini aman-aman saja bagi perut saya. Jadi saya bisa memikmati tanpa rasa khawatir.
Oh, iya, sate dan tongseng depan Puskesmas Playen, selain pas di lidah dan pas di perut, juga pas dan aman untuk dompet saya, harga per porsi Rp 15.000,- saja. 🙂
Satu hal yang Anda perlu tahu sebelum memasan sate di sini adalah: untuk sampai siap dihidangkan, tukang satenya perlu waktu cukup lama. Harus cukup bersabar menunggui mas-mas tukang satenya meracuk bumbu-bumbu dengan cermat dan hati-hati memotong daging kambing agar didapat ukuran yang pas. 😀
Mau dekat lebaran idul adha nih, pasti bakal ada sate-satean lagi mas 🙂
Jangan2 lidah orang Gunungkidul sudah dari sananya punya stelan suka daging kambing, Mas Jar. Makanya tukang sate mangkal dimana-mana 🙂
Yummyyy
Rp 15ribu untuk sate kambing termasuk murah ya…
tongseng seger tuh 🙂
Tiap pagi Jogging yo, Om. Ben tetep sehat.
Tiba2 pingin tengkleng lho. Tapi daging sapi. 😀
jadi pengin sate kambing pak Djono
Sate kambing dan tongseng itu surga bangeeeeeetttt. Paling suka dipedesin sama tambahin bubuk merica yg banyak.
*kemudian kepedesan smp keluar air mata.
Sate kambing emang sedap betul apalagi kalau dimakan pakai sambel kacang, tapi sempet mikir aja itu orang-orang arab kenapa ga banyak yang kena stroke ya padahal mereka doyan banget sama yang namanya makan kambing.
Apa bisa jadi mereka makan jeruk limau dulu yang banyak baru setelah itu makan besar untuk sate kambingnya ya? 🙂